-->

FISIOGRAFI JAWA BARAT


FISIOGRAFI JAWA BARAT

3.1.  Fisiografi Jawa Barat

Van Bemmelen (1949) membagi Fisiografi Jawa Barat ( dalam kotak warna merah) menjadi lima bagian berturut-turut dari arah utara ke selatan yaitu: Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona Pegunungan Selatan dan Zona Gunungapi Kuarter. 

              Gambar . Physiographic Sketchmap Java and Madura, Van Bemmelen, 1949.

            Van Bemmelen, 1949 membagi fisiografi Jawa ( dalam Kotak Berwarna Marah) dan Madura menjadi 7 yaitu sebagai berikut ini :
  1. Quaternary Volcanoes
  2. Alluvial Plains of Northern Java
  3. Rembang Madura Anticlinorium
  4. Bogor, North Serayu, and Kendeng Anticlinorium
  5. Domes and Ridge in the Central Depresions Zone
  6. Central Depression Zoe of Java and Randublatung Zone
  7. Southern Mountains
1.   Zona Jakarta Pantai Utara  ( Alluvial Plains of Northern Java )
Daerah ini terletak di tepi Laut Jawa dengan lebar kurang lebih 40 km terbentang mulai dari Serang hingga Cirebon, tersusun atas batuan yang sebagian besar terdiri atas endapan aluvium (endapan banjir dan endapan pantai), endapan lahar dan aliran lumpur hasil Gunungapi Kuarter yang bermuara di Laut Jawa seperti Citarum, Cimanuk, Ciasem, Cipunagara, Cikeruh dan Cisanggarung. Selain itu endapan lahar dari Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Gede dan Gunung Pangranggo menutupi sebagai zona ini dalam bentuk vulcanic alluvial fan (endapan kipas alluvial) khususnya yang berbatasan dengan Zona Bandung.

2.   Zona Bogor ( Bogor, North Serayu, and Kendeng Anticlinorium )
Terbentang mulai dari Jasinga di sebelah barat Bogor hingga menuju Bumiayu di Jawa Tengah. Jalur ini terdiri atas bukit dan punggungan yang merupakan antiklinorium rumit dan cembung ke arah utara, tersusun oleh lapisan Neogen yang terlipat kuat kemudian diikuti oleh kegiatan tubuh batuan beku berupa boss dan neck sebagai batuan intrusi seperti Gunung Parang dan Gunung Sanggabuwana di Plered Purwakarta, Gunung Kromong dan Gunung Buligir sekitar Majalengka. Batas antara Zona Bogor dengan Zona Bandung adalah Gunung Ciremai (3.078 meter) di Kuningan dan Gunung Tampomas (1.684 meter) di Sumedang.

3.   Zona Bandung ( Central Depression Zoe of Java and Randublatung Zone )

Terbentang dari sebelah timur jalur pegunungan bayah hingga kesebelah timur Tasikmalaya dan berakhir di sagara anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah. Secara struktural jalur Bandung merupakan puncak dari antiklin Pulau Jawa yang telah mengalami penghancuran pada akhir Zaman Tersier.
Zona Bandung merupakan daerah gunungapi, zona ini merupakan suatu depresi jika dibanding dengan Zona Bogor dan Zona Pegenungan Selatan yang mengapitnya yang terlipat pada Zaman Tersier. Zona Bandung sebagian besar terisi oleh endapan vulkanik muda produk dari gunungapi disekitarnya. Gunung-gunung berapi terletak pada dataran rendah antara kedua zona itu dan merupakan dua barisan di pinggir Zona Bandung pada perbatasan Zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan. Walaupun Zona Bandung merupakan suatu depresi, ketinggiannya masih cukup besar, misalnya Depresi Bandung dengan ketinggian 650-700 mdpl.
Zona Bandung sebagian terisi oleh endapan-endapan alluvial dan vulkanik muda (Kuarter), tetapi di beberapa tempat merupakan campuran endapan Tersier dan Kuarter. Pegunungan Tersier itu adalah:
a.       Pegunungan Bayah (Eosen) yang terjadi atas bagian Selatan yang  terlipat kuat, bagian tengah terdiri atas batuan andesit tua (Old Andesit) dan bagian utara yang merupakan daerah peralihan dengan Zona Bogor.
b.       Bukit di lembah Cimandiri dekat Sukabumi, yang terletak pada ketinggian 570-610 m merupakan kelanjutan dari Pegunungan Bayah. Antara Cibadak dan Sukabumi terdapat punggung-punggung yang merupakan horst, yang menjulang di atas endapan vulkanik daerah itu. Di sebelah Timur Sukabumi terdapat dataran Lampegan pada ketinggian 700 m-750 m, yang mungkin seumur dengan Plateau Lengkong di Pegunungan Selatan.
c.       Bukit-bukit Rajamandala (Oligosen) dan Plateau Rongga termasuk ke dataran Jampang (Pliosen) di Pegunungan Selatan. Dibandingkan dengan Plateau Rongga, keadaan Rajamandala lebih tertoreh-toreh oleh lembah. Plateau Rongga merupakan peralihan antara Zona Bandung dan Pegunungan Selatan terletak pada ±1.000 m serta merupakan bukit-bukit dewasa dan tua. Daerah ini melandai ke dataran Batujajar (650 m) di Zona Bandung.
d.       Bukit-bukit Kabanaran yang terletak di Timur Banjar Zona Bandung itu lebarnya 20 km-40 km, terdiri atas dataran-dataran dan lembah-lembah. Bagian barat Banten merupakan pengecualian, karena di sana tak terdapat depresi dan daerahnya terdiri atas komplek pegunungan yang melandai dengan bukit-bukit rendah.
Pegunungan itu telah tertoreh-toreh dan tererosikan dengan kuat, sehingga merupakan permukaan yang agak datar (peneplain). Peneplain itu terus melandai ke barat ke Selat Sunda. Di beberapa tempat di selatan pantai lautnya curam, Zona Bandung terdiri atas: Depresi Cianjur Sukabumi, Depresi Bandung, Depresi Garut dan Depresi Citanduy para ahli geologi menyebutnya sebagai cekungan antar pegunungan (intra montana basin).
Depresi Cianjur letaknya agak rendah (459 m) dibandingkan dengan Depresi Bandung. Tempat terendah terletak 70 m di atas permukaan laut. Di sebelah barat, dekat Zona Bogor terdapat kelompok gunungapi, dengan Gunung Salak (2.211 m) sebagai gunung berapi termuda, sedangkan di beberapa tempat seperti di Sukabumi, permukaannya tertutup oleh bahan vulkanik dari Gunung Gede (2.958 m) dan Gunung Pangrango (3.019 m), yang menjulang di tengah-tengah dataran. Bahan-bahan vulkanik tersebut bahkan tersebar di Iembah-lembah Zona Bogor.
Depresi Bandung pada ketinggian 650 m-675 m dengan lebar ±25 km. Merupakan dataran alluvial yang subur yang dialiri oleh Sungai Citarum. Dataran itu terletak antara dua deretan gunung berapi. Di sebelah utara pada perbatasan Zona Bogor tertetak Gunung Burangrang yang tua (2.064 m), Gunung Bukittunggul (2.209 m) dan Gunung Tangkuban Perahu yang muda (2.076 m), dan pada perbatasan Zona Pegunungan Selatan terletak Gunung Malabar (2.321 m) dengan beberapa gunung berapi tua seperti Gunung Patuha (2.429 m) dan Gunung Kendeng (1.852 m).
Zona Bandung memiliki karakteristik banyak memiliki gunungapi baik yang sudah tidak aktif (Gunungapi tipe B dan C) yang ditandai dengan fumarole dan solfatara dan gunungapi yang masih aktif (Gunungapi tipe A). Gunungapi tersebut dapat berperan sebagai penangkap air hujan yang baik karena material-material gunungapi bersifat poros sehingga dapat menjadi daerah penyimpan air yang baik sumber yang potensial untuk sungai-sungai disekitarnya.
Pada dataran Bandung terdapat endapan rawa yaitu batuan lempung yang kemudian tertutupi oleh endapan danau yang berumur resen, yaitu Danau Pra historis yang terbentuk karena pengaliran air di barat laut, terbendung oleh bahan vulkanik (pada kebudayaan Neotithikum), dan selanjutnya kering lagi karena Citarum mendapat pengaliran baru pada suatu celah sempit yang dinamakan Sanghyang Tikoro di daerah Bukit Rajamandala.
Depresi Garut pada ketinggian 717 m merupakan daerah yang lebarnya ±50 km dan dikelilingi gunungapi. Di sebelah selatan terletak Gunung Kracak (1.838 m) yang tua dan Gunung Cikuray (2.821 m) yang muda. Di Gunung Papandayan (2.622 m) terdapat solfatara dan di Gunung Guntur (2.249 m) terdapat aliran lava yang telah membeku menyebar di lereng Gunung Calancang (1.667 m) di utara merupakan batas dengan Zona Bogor.
Depresi lembah Citanduy tertutupi oleh endapan alluvial dan sporadis terdapat bukit-bukit dari batuan yang terlipat. Gunung Sawal (1.733 m) endapannya tersebar ke sebelah barat yang menutupi Plateau Rancah, yang melandai ke selatan. Agak ke barat terletak dataran Tasikmalaya yang mempunyai komplek gunung berapi tua, dengan gunung berapi muda Gunung Galunggung (2.241 m) yang meletus terakhir tahun 1982. Di sekitar Kota Tasikmalaya terdapat bukit-bukit kecil yang sebagai produk letusan Gunung Galunggung purba yang membentuk morfologi Hillloc atau disebut juga Bukit Sepuluh Ribu (Ten Thausand Hill).
Di sebelah timur Banjar, lembah Citanduy itu terbagi dua oleh bukit Kabanaran. Di bagian selatan sepanjang lembah Citanduy dan menerus di bagian utara melalui Majenang bersambung dengan depresi Serayu di Jawa Tengah.

4.   Zona Pegunungan Selatan ( Southern Mountains )

Terbentang dari sekitar Teluk Pelabuhan Ratu di sebelah barat hingga ke Pulau Nusakambangan di sebelah timur. Satuan fisiografi ini juga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Jampang, Pangalengan, dan Karangnunggal. Zona ini mempunyai lebar ±50 km, tetapi di bagian timur menjadi sempit dengan lebar hanya beberapa kilometer. Pegunungan Selatan telah mengalami perlipatan dan pengangkatan pada Zaman Miosen dengan kemiringan lemah ke arah Samudera lndonesia.

3.1.5.   Zona Gunungapi Kuarter Quaternary Volcanoes )

Zona-zona ini meliputi gunung-gunung yang berumur Kuarter seperti Gunung Ciremai, Salak, Gede, Pangrango, Tangkuban Perahu dan gunung-gunung lainya. Zona ini menempati bagian tengah fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) yang memanjang longitudinal dengan arah barat-timur bahkan memanjang sampai ke Jawa Tengah hingga Jawa Timur yang didominasi oleh gunung api tipe A.

6.   Kubah dan Punggungan pada Zona Depresi Tengah ( Domes and Ridge in the Central Depresions Zone )

Zona ini merupakan daerah pegunungan yang meperlihatkan bentuk-bentuk kubah. Zona ini dikontrol oleh struktur dan litologi. Jenis litologi pembentuk morfologi zona ini terdiri atas batuan sedimen dan batuan beku. Morfologi zona ini juga dipengaruhi oleh struktur geologi seperti perlipatan, sesar dan kekar. Van bemmelen (1949) menyebutkan bahwa zona ini terdiri dari endapan Neogen dan terlipat kuat dan terobosan batuan beku. Zona ini merupakan daerah yang relatif stabil sejak Tersier yang dikontrol oleh struktur-struktur yang mendominasi arah utara-selatan dengan struktur-struktur Jawa yang mendominasi berarah barat-timur.
Berdasarkan pembagian satuan fisiografi wilayah Jawa Barat tersebut, maka daerah penelitian termasuk kedalam Jalur gunung api kuarter dan zona bandung bagian timur.
Perkembangan morfologi suatu permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh berbagai proses, baik yang telah maupun sedang berlangsung, dimana setiap proses akan memberikan atau membentuk ciri-ciri atau kesan tertentu pada daerah tersebut. Bila proses erosi berlangsung pada suatu daerah dengan tingkatan energi yang berbeda dengan daerah lain, maka morfologi permukaan yang terbentuk pada daerah tersebut akan berlainan. Struktur geologi dan kekerasan litologi merupakan faktor pengontrol utama didalam proses tersebut. Proses geologi yang mempengaruhi suatu daerah tersebut terjadi saling berkaitan satu sama lainnya, perkembangan geomorfologi merupakan cermin dari berbagai proses geologi yang berkembang.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "FISIOGRAFI JAWA BARAT"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel