-->

STRATIGRAFI JAWA TIMUR (REMBANG) MENURUT PRINGGOPRAWIRO (1983)


STRATIGRAFI JAWA TIMUR (REMBANG) MENURUT PRINGGOPRAWIRO (1983)


Berdasarkan kesebandingan litologi terhadap ciri formasi dalam stratigrafi regional Zona Rembang menurut Pringgoprawiro (1983), stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda termasuk ke dalam Formasi Tawun, Anggota Ngrayong Formasi Tawun, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, dan Endapan Aluvium Undak Solo.
Gambar stratigrafi regional zona rembang, Pringgoprawiro (1983)

1.    Formasi Kujung
             Formasi Kujung merupakan formasi tertua yang tersingkap di Mandala Rembang. Dasar penamaan formasi ini pertama kali diberikan oleh Trooster (1937) untuk satuan batuan yang tersingkap di daerah Kujung. Formasi ini sebelumnya dikenal sebagai Base Marl (BPM), Kujung Stage (Marks, 1957), Kujung Formation (Brouwer, 1957), Kujung Serie (Koesoemadinata, 1961).
              Ciri pengenal dari formasi ini adalah napal dan lempung napalan, abu-abu kehijauan, kuning kecoklatan sisipan batugamping bioklastik, keras, mengandung foraminifera besar dan ganggang (Pringgoprawiro, 1983).
            Berdasarkan foraminifera plankton umur dari Formasi Kujung adalah Oligosen Atas, umur tersebut diperkuat dengan dijumpainya Heterostegina borneensis v. d. Vlerk dan Spiroclypeus tidoenganensis v. d. Vlerk pada sisipan batugamping di formasi ini. Formasi Kujung terendapkan di lingkungan laut terbuka pada kedalaman kisaran 200 – 500 meter atau zona bathyal atas. Formasi Kujung terendapkan di Mandala Rembang dan membaji kearah selatan dan diduga
berubah fasies menjadi Formasi Pelang pada Mandala Kendeng.
 Tabel Penampang Tipe Formasi Kujung (Pringgoprawiro, 1983)

2.    Formasi Prupuh
 Formasi Prupuh secara selaras berada di atas Formasi Kujung. Dasar penamaan formasi ini diambil dari Desa Prupuh, Panceng, Jawa Timur dimana formasi ini tersingkap dengan baik.  
Ciri pengenal dari formasi ini adalah batugamping bioklastik, berlapis tebal, keras, kaya akan fosil Orbitoid (Pringgoprawiro, 1983). Formasi ini   tersebar   secara   luas dan menempati   jalur sempit   dan memanjang pada Tinggian Tuban.
 Tabel Penampang Tipe Formasi Prupuh (Pringgoprawiro, 1983)

Kehadiran foraminifera plankton Globigerina ciperoensis, Globigerina tripartite, dan Globigerinita dissimilis pada bagian bawah dari urutan sedimen formasi ini dan munculnya Globigerinoides yang khas untuk Miosen Awal pada bagian atas dari formasi ini menunjukkan bahwa umur dari Formasi Prupuh adalah Oligosen Atas hingga Miosen Bawah. Formasi ini terendapkan pada lingkungan neritik luar.

3.   Formasi Tuban
             Formasi Tuban secara selaras berada di atas Formasi Prupuh. Dasar penamaan Formasi Tuban diambil dari tinggian Tuban dimana formasi tersebut banyak tersingkap. Formasi Tuban sebelumnya mempunyai nama Kujung Formasi Atas (PUSDIK MIGAS, 1966), atau Anggota Tawun, Formasi Tuban (Koesoemadinata, 1967). Stratotipe dari formasi ini merupakan suatu urut-urutan batuan terdiri dari batulempung yang monoton dengan sisipan batugamping (Pringgoprawiro, 1983).
 Formasi Tuban mempunyai penyebaran yang luas di daerah Paciran dan Tuban. Semakin ke selatan mendekati Mandala Kendeng, Formasi Tuban diduga bersilang jari dengan Formasi Pelang. Formasi Tuban sendiri mempunyai umur Miosen Bawah bagian tengah atau ekuivalen dengan zona N5 - N6 yang didasarkan atas kandungan fosil foraminifera plankton dan diendapkan pada paparan dangkal, pada zona neritik luar dengan kedalaman antara 50 - 150 meter.
Tabel Penampang Tipe Formasi Tuban (Pringgoprawiro, 1983)


4.   Formasi Tawun
             Formasi Tawun secara selaras berada di atas Formasi Tuban. Dasar penamaan Formasi Tawun berasal dari Desa Tawun, untuk pertama kali dipakai oleh Brouwer (1957). Formasi Tawun sebelumnya mempunyai nama Tawun Marl Member, Tuban Formation (Brouwer, 1957), Orbitoid Limestone Formation (Trooster, 1937), Rembang Formation (Marks, 1957).
               Ciri pengenal dari formasi ini adalah suatu seri batuan pasiran terdiri dari perulangan batupasir dan serpih pasiran berwarna khas kuning coklat kemerahan hingga jingga dengan sisipan batugamping Orbitoid. Ciri litologi pada formasi ini yang didasarkan pada sumur pemboran Tawun-5, Formasi Tawun dimulai dengan lempung setebal 50 meter yang kemudian diikuti oleh perulangan batugamping pasiran. Semakin ke atas batupasirnya semakin mengandung lapisan-lapisan tipis lignit. Batupasir ini merupakan batuan yang dominan untuk bagian atas dari Formasi Tawun dan diberi nama Anggota Ngrayong. Penamaan Anggota Ngrayong didasarkan pada Desa Ngrayong dimana batuan tersebut tersingkap baik. Di lokasi tipe Ngrayong, anggota ini terdiri dari batupasir kwarsa lepas setebal 72 meter (Pringgoprawiro, 1983).
              Formasi ini tersebar luas di Mandala Rembang Barat, mulai dari daerah lokasi tipe ke timur sejauh daerah Tuban dan Rengel, sedangkan ke barat satuan ini masih dapat diketemukan di selatan Pati. Berdasarkan Peta isopach (Lemigas Cepu, 1975 dalam Pringgoprawiro, 1983) menunjukkan bawa penyebaran dari Formasi Tawun menebal kearah Laut Jawa dan menipis ke selatan.
Tabel Penampang Tipe Formasi Tawun (Pringgoprawiro, 1983)

              Formasi Tawun mempunyai umur Miosen Tengah yang dibuktikan dari banyak mengandung Orbitoid antara lain Lepidocyclina atuberculata, Lepydocyclina sumatrensis, Cycloclypeus spp., dan tidak dijumpainya lagi Spyroclypeus spp. Terdapatnya serpih pasiran yang berselingan dengan batupasir dan sering dijumpai lignit menunjukkan lingkungan pengendapan tidak begitu jauh dari pantai pada suatu paparan dangkal. Kemunculan foraminifera besar dalam jumlah yang melimpah menunjukkan adanya kondisi terumbu dengan lautan yang dangkal, air hangat, dan jernih.

5.    Formasi Bulu
             Formasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Tawun. Dasar penamaan Formasi Bulu berasal dari Desa Bulu, Kabupaten Rembang dimana lokasi tipe ini pertama ditemukan. Formasi Bulu semula dikenal dengan nama Platen Complex (Trooster, 1937).
                Ciri pengenal dari Formasi Bulu yaitu batugamping hingga batugamping pasiran, berwarna putih kekuningan, kecoklatan hingga keabu-abuan, keras, kompak, berlapis tipis (berpelat) hingga pejal, banyak mengandung foraminifera besar, koral, ganggang, dan foraminifera kecil (Pringgoprawiro, 1983).
            Formasi Bulu mempunyai penyebaran yang luas sekali di Mandala Rembang mulai daerah Ngrejeng, Klumpit, Rengel di bagian timur hingga daerah Purwodadi di bagian barat, dan menghilang di bawah aluvium Pati. Pada lokasi tipe, Formasi Bulu berkembang sebagai batugamping klastik berlapis tipis-tipis hingga berpelat dan kearah timur di lokasi Kali Kemadu formasi ini berkembang sebagai batugamping terumbu yang masif. Perubahan tersebut terjadi secara berangsur. Semakin kearah timur Formasi Bulu semakin menipis dan menghilang di bawah Formasi Paciran. Kearah utara formasi ini juga menipis dan berkembang sebagai   batugamping terumbu yang masif.  Formasi ini mempunyai ketebalan terbesar yaitu 248 meter di Gunung Gendruwo, Bulu.
Tabel Penampang Tipe Formasi Bulu (Pringgoprawiro, 1983)

Formasi Bulu berumur Miosen Akhir yang dibuktikan dari foraminifera plankton yang ada pada formasi ini. Lingkungan pengendapan formasi ini pada suatu paparan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 50 meter hingga 100 meter (zona neritik tengah).

6.    Formasi Wonocolo
             Formasi Wonocolo secara selaras berada di atas Formasi Bulu. Dasar penamaan Formasi Wonocolo diberikan oleh Trooster (1937) yang berasal dari Desa Wonocolo, Kawengan, Cepu dimana lokasi tipe ini pertama kali ditemukan. Formasi ini sebelumnya dikenal dengan nama Wonotjolo Beds (Van Bemmelen, 1949), Wonotjolo Formation (Marks, 1957), Wonotjolo Member, Globigerina Formation (Hartono, 1961).
                Ciri pengenal dari formasi ini adalah napal, napal lempungan hingga napal pasiran, kaya akan fosil foraminifera plankton, berwarna abu-abu kehijauan hingga abu-abu kecoklatan dengan perselingan kalkarenit berwarna putih kekuningan setebal 5 - 20 cm (Pringgoprawiro, 1983).
Formasi Wonocolo mempunyai penyebaran yang luas di Jalur Rembang dengan arah barat – timur. Dari bagian barat dimulai dari daerah Sukolilo yang kemudian dijumpai di daerah Sedan, Wonosari, Kedungwaru, Metes, Banyuasih, Mantingan, Bulu, Antiklin Ledok, Antiklin Kawengan, Manjung, Tawun, Jojogan, Klumpit, yang kemudian menipis dan menghilang di daerah Tuban di bagian timur.
Formasi ini berumur Miosen Akhir bagian bawah hingga bagian tengah. Penentuan umur didasarkan pada kandungan foraminifera plankton yang ditemukan dalam formasi ini. Formasi ini terdendapakan pada laut terbuka, jauh dari pantai, kedalaman 100 – 500 meter, terletak pada neritik luar hingga bathyal
atas.
Tabel Penampang Tipe Formasi Wonocolo (Pringgoprawiro, 1983)

7.    Formasi Ledok
Formasi Ledok secara selaras berada di atas Formasi Wonocolo. Dasar penamaan Formasi Ledok diambil dari Desa Ledok yang pertama kali digunakan oleh Trooster (1937). Formasi ini sebelumnya dikenal sebagai Ledok Stage (Trooster, 1937), Ledok Beds (Van Bemmelen, 1949), Ledok Member, Karren Limestone (Marks, 1957), Ledok Member, Kawengan Formation (Brouwer, 1957), Anggota Ledok, Globigerina Formation (Hartono, 1961).
Ciri pengenal dari formasi ini adalah perulangan antara napal pasiran,
kalkarenit dengan napal dan batupasir (Pringgoprawiro, 1983) (Tabel 3.8).
Tabel Penampang Tipe Formasi Ledok (Pringgoprawiro, 1983)

Ciri khas dari formasi ini adalah konsentrasi glaukonit yang tinggi terutama pada batupasir di bagian atas dari formasi ini. Setempat kalkarenit dan napal sering memperlihatkan struktur silang siur. Formasi Ledok mempunyai penyebaran yang luas di Mandala Rembang. Mulai dari depresi Pati di bagian barat yang menerus ke bagian timur sejauh Tuban, dan menipis atau membaji kearah Tinggian Tuban. Formasi ini semakin menipis ke bagian utara maupun ke bagian selatan dari Mandala Rembang. Kearah selatan formasi ini diduga berubah fasies dengan Formasi Kalibeng yang terletak di Mandala Kendeng.
Umur dari formasi ini yaitu Miosen Akhir bagian atas yang didasarkan atas kandungan foraminifera plankton dengan fosil petunjuk Globorotalia plesiotumida. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut terbuka, jauh dari pantai dengan kedalaman sekitar 200 meter pada zona netitik luar.

8.    Formasi Mundu
              Formasi Mundu secara selaras berada di atas Formasi Ledok dan bersilang jari dengan Formasi Paciran. Dasar penamaan Formasi Mundu berasal dari Desa Mundu dimana singkapan tersingkap dengan baik. Penamaan formasi ini diberikan oleh Klein (1918). Formasi ini sebelumnya dikenal sebagai Mondoe Stage (Van Bemmelen, 1949), Mundu Member, Karren Limestone (Marks, 1957), Mundu Member, Kawengan Formation (Brouwer, 1957), Mundu Member, Globigerina Formation (Hartono, 1961).
              Ciri pengenal dari formasi ini adalah napal kehijauan, berwarna kuning jika kondisi lapuk, masif, kaya sekali akan foraminifera plankton, dan tidak belapis. Pada bagian atas dari formasi ini yang merupakan Anggota Selorejo terdiri dari perselingan antara batugamping pasiran dengan pasir napalan setebal 1 – 1,5 meter (Pringgoprawiro, 1983).
Tabel Penampang Tipe Formasi Mundu (Pringgoprawiro, 1983)


              Umur dari formasi ini adalah Pliosen, didasarkan pada penentuan umur menggunakan kandungan foraminifera plankton yang melimpah. Batas bagian bawah umur dari formasi ini adalah zone N18 yang ditunjukkan dengan telah munculnya Globorotalia tumida dan belum munculnya Sphaeoidinella dehiscens immature sedangkan pada bagian atas umur dari formasi ini adalah N20 yang ditunjukkan dengan telah dijumpainya Globorotalia dutertrei dan belum munculnya Globorotalia tosaensis. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut terbuka zona bathyal tengah yang dibuktikan dari hadirnya benthonik antara lain Cibiodes wuellerstorfi, Uvigerina peregrine, Uvigerina schwageri, dan Bulimina marginata.

9.    Formasi Paciran
              Formasi Paciran secara lateral bersilang jari dengan Formasi Mundu dan Formasi Lidah. Dasar penamaan formasi ini diambil dari Kota Paciran dimana formasi ini tersingkap dengan baik. Formasi Paciran sebelumnya dikenal sebagai Karren Limestone (Trooster, 1937), Formasi Madura (Brouwer, 1957), Formasi Kalibeng (Hartono, 1973).
Ciri pengenal dari formasi ini adalah batugamping terumbu, berwarna putih abu-abu, masif, seringkali dolomitan, terdiri dari jalinan ganggang, koral, foraminifera besar, dan organisme pembentuk terumbu lainnya. Ciri khas dari batugamping ini adalah hilangnya kandungan fosil Lepydocyclina, sehingga dapat dibedakan dengan batugamping di bawahnya (Pringgoprawiro, 1983) .
Umur dari Formasi Paciran adalah Pliosen – Pleistosen, yang didasarkan dengan dijumpainya Alveolinella quoyi yang merupakan fosil yang sering muncul di Pliosen. Lingkungan terbentuknya formasi ini yaitu di laut dangkal, dekat pantai, beriklim hangat, jernih, kedalaman < 50 meter, zona littoral – sublittoral pinggir dimana lingkungan yang memungkinkan tumbuhnya terumbu.
Tabel Penampang Tipe Formasi Paciran (Pringgoprawiro, 1983)


10.  Formasi Lidah
Formasi Lidah secara selaras berada di atas Formasi Mundu dan bersilang jari dengan Formasi Paciran. Penamaan pertama kali formasi ini diajukan oleh Brouwer (1957). Formasi ini sebelumnya dikenal dengan nama Margel Ton (Trooster, 1937) dan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan Turi –Domas. Hartono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadi berstatus formasi, yaitu Formasi Lidah.
Ciri pengenal dari formasi ini adalah batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipan batupasir dengan lensa-lensa coquina (Pringgoprawiro, 1983). Penyebaran dari formasi ini berkembang di sepanjang depresi Randublatung, mulai sekitar Purwodadi hingga Antiklin Lidah di daerah Surabaya. Sedangkan di Mandala Rembang formasi ini berkembang mulai dari Pati hingga Tuban. Formasi ini bersilang jari dengan  Formasi Sonde  dan Formasi
Pucangan dari Mandala Kendeng di daerah Mojokerto dan Sidoarjo.
Tabel. Penampang Tipe Formasi Lidah (Pringgoprawiro, 1983)

Umur dari formasi ini adalah Pleistosen (Marks, 1957 dalam Pringgoprawiro, 1983). Penentuan umur formasi ini didasarkan atas fosil-fosil moluska dan foraminifera kecil. Grimsdale dan Markhoven, 1955 (dalam Pringgoprawiro, 1983) menyatakan Formasi Lidah diendapkan pada lautan agak terlindung dan berangsur-angsur menjadi dangkal kearah atas. Pernyataan peneliti tersebut didasarkan pada foraminifera benthonik serta sifat litologi dari Formasi Lidah.

11.   Undak Solo
               Undak solo secara tidak selaras berada di atas Formasi Mundu. Dasar penamaan Undak Solo diberikan oleh Pringgoprawiro (1983) atas dasar sejumlah undak-undak yang tersingkap disepanjang Sungai Bengawan Solo. Undak Solo terdiri dari endapan-endapan sungai yaitu endapan lempung, lanau, pasir, kerikil.


Sumber : Tugas Akhir Deka Maulana, STTNAS yogyakarta
Pustaka
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara ”Suatu Pendekatan Baru”, Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung, 239 hal, tidak diterbitkan. 



Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "STRATIGRAFI JAWA TIMUR (REMBANG) MENURUT PRINGGOPRAWIRO (1983)"

  1. hai ka, boleh minta rujukan Domas.Hartono 1983 nya ga ya?

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel