-->

PENGERTIAN, KLASIFIKASI PENAMAAN DAN MIKROFASIES BATUGAMPING

Pengertian, Klasifikasi Penamaan dan Mikrofasies Batugamping

Singkapan Batugamping di Salodik, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.
A. Pengertian Batugamping

Batugamping menurut definisi (Reijers & Hsu, 1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %. Selain itu batugamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral yang sudah mati. Batugamping terbentuk secara organik, secara mekanik maupun secara kimia. Batugamping yang terjadi secara organik di alam yang merupakan pengendapan cangkang ataupun siput dan ganggang yang berasal dari kerangka koral. Batugamping yang terjadi secara mekanik tidak jauh berbeda dengan jenis batugamping yang terbentuk secara organik, perbedaannya yang terjadi diantara keduanya adalah terjadinya perombakan bahan batu gamping yang kemudian terbawa arus dan biasanya mengendap tidak jauh dari tempat semula. Batu gamping yang terjadi secara kimia merupakan jenis dari batu gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan dalam suasana lingkungan tertentu. Sedangkan Klasifikasi untuk penamaan dan lingkungan pengendapan akan dibahas pada sub bab berikutnya.
B. Klasifikasi Penamaan Batugamping

Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi deskriptif dan klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang lebih menekankan pada asal usul batuan. Parameter sekunder yang digunakan antara lain porositas, sementasi, tingkat abrasi atau kebundaran butiran, penambahan unsur nonklastik dan sebagainya. Klasifikasi yang digunakan oleh peneliti adalah klasifikasi Grabau (1904) untuk penamaan secara megaskopis dan klasifikasi Dunham (1962).
1. Klasifikasi Batugamping Menurut Grabau (1904)
Klasifikasi Grabau (1904) didasarkan pada karakteristik sederhana dari suatu batugamping atau batuan karbonat, yaitu ukuran butir penyusunnya (Tabel 3.1). Konsep dari klasifikasi ini didasarkan pada metode umum seperti yang digunakan pada klasifikasi batuan sedimen klastik.
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir (>2 mm).
b.     Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16-2 mm).
c.  Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16 mm).
d. Calcipuluerite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti batugamping kristalin.
e.      Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti terumbu dan stromatolite.
Tabel 3.1 Tabel penamaan batugamping (Grabau, 1904)

2. Klasifikasi Batugamping Menurut Dunham (1962)
Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping, meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian batugamping berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu:
a.      Derajat perubahan tekstur pengendapan
b.     Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
c.      Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone, dan boundstone (Tabel 3.2). Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grainsupported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan mudsupported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham tidakmemperhatikan jenis butiran karbonatnya. Batas ukuran butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Faktor -faktor penting yang menjadi dasar pembagian batugamping menurut Dunham (1962) adalah:
a.     Butiran didukung oleh lumpur (mud supported)
b.     Butiran saling menyangga (grain supported)
c.      Sebagian butiran didukung oleh lumpur dan sebagian butirannya saling menyangga (partiel)
Tabel 3.2 Klasifikasi penamaaan batugamping  (Dunham, 1962)

3. Klasifikasi Batugamping Menurut Embry dan Klovan (1971)
Embry dan Klovan (1971) menyempurnakan klasifikasi yang dibuat oleh Dunham (1962) dengan mempertimbangkan pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan karbonat tersebut. Embry dan Klovan (1971) melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan karbonat yang didominasi oleh matrik. Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi yang dibuat oleh Dunham (1971) dengan membagi batugamping ke dalam dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organik selama proses deposisi berlangsung (Gambar3.2).
Gambar 3.2  Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapan, tipe butiran dan ukuran butiran oleh Embry dan Klovan (1971).
Embry dan Klovan (1971) membagi-bagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone, dan bafflestone; berdasarkan atas komponen penyusun utamanya berupa terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga Embry dan Klovan (1971) menambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 mm (>10%). Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk batuan karbonat grain supported dan floatstone untuk batuan karbonat matrix supported.
Berdasarkan klasifikasi batuan karbonat yang diperkenalkan oleh Dunham (1962) dan juga Embry dan Klovan (1971) diatas, berikut ini adalah definisi dan karakteristik dari penamaan setiap fasiesnya :
1.       Bindstone, fasies ini  memiliki  karakteristik  butiran  yang  terdiri  dari kerangka ataupun pecahan yang telah mengalami pengikatan oleh kerak- kerak lapisan gamping (encrusting) yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan lainnya.
2.       Bafflestone, fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari kerangka organik seperti koral yang sedang dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan diselimuti oleh lumpur karbonat yang mengisi rongga-rongga pada koral. Koral tersebut berperan sebagai (baffle) yang menjebak lumpur karbonat.
3.       Framestone, fasies ini memiliki karakteristik hampir seluruhnya terdiri dari kerangka organik seperti koral, alga dan lainnya. Sedangkan komposisi matriknya (<10%), antara kerangka tersebut biasanya terisi oleh sparry calcite.
4.       Rudstone, fasies ini merupakan batugamping klastik yang memiliki ukuran butir paling kasar (lebih besar dari 2 mm), dimana merupakan hasil rombakan dari batugamping  terumbu  yang  mengalami transportasi dan terakumulasi di tempat tertentu. Fasies ini tidak dimasukkan pada fasies batugamping terumbu tetapi berasosiasi dengan terumbu.
5.       Grainstone,   merupakan   fasies   batugamping   klastik   yang   penyusun utamanya merupakan butiran yang ukurannya tidak lebih besar dari 2 mm, keterdapatan matrik di fasies ini tidak ada.
6.       Packstone, fasies ini memiliki karakteristik mulai melimpahnya lumpur karbonat (>15%), tetapi fasies ini masih tetap didominasi oleh butiran.
7.       Floatstone, fasies  ini  memiliki  karakteristik  butiran  yang  terdiri  dari fragmen kerangka organik (<10%) yang tertanam dalam matrik karbonat.
8.       Wackstone, fasies ini memiliki karakteristik terdiri dari ukuran butir yang sangat halus (lumpur atau kalsilutit), tetapi masih memiliki asosiasi dengan fragmen klastik yang lebih besar tetapi tidak dominan.
9.       Mudstone, fasies ini memiliki karakteristik dari ukuran butir yang halus, keterdapatan fragmen (<10%).
C. Mikrofasies Batugamping
Mikrofasies sendiri pertama kali didefinisikan oleh Brown (1943) dan kemudian secara mandiri istilah mikrofasies ini dikemukakan kembali oleh Cuvillier (1952) yang menerangkan bahwa istilah mikrofasies hanya diperuntukan untuk kriteria pembelajaran pada sayatan tipis (thin-sections) pada petrografi. Studi mikrofasies pada dasarnya digunakan untuk pemerian pada batuan sedimen berdasarkan pada pengamatan petrografi (microphoto), tetapi istilah ini lebih banyak digunakan khususnya pada batuan karbonat, yaitu batugamping dan dolomit  untuk menentukan proses diagenesis serta lingkungan pengendapan. Studi mikrofasies dianggap sebagai titik berat dan bagian penting dalam analisis dan interpretasi pada batuan karbonat serta merupakan bagian dari studi sedimentologi dengan tujuan utamanya adalah untuk mengetahui karakteristik batuan karbonat berupa material penyusunnya yang berhubungan dengan penamaan genetik dari fasies batuan karbonat yang sesuai dengan standar jenis mikrofasies (SMF) dan asosiasinya dalam lingkungan pengendapan (FZ) yang telah dikembangkan oleh Wilson (1975) serta proses diagenesis yang mempengaruhi batuan karbonat itu sendiri.
3.1.1.1  Standart Microfacies Types (SMF)
Fasies batuan karbonat dipelajari pada skala yang berbeda. Hubungan stratigrafi dari tubuh batuan, struktur sedimen, lithofacies dan biofacies adalah target utama dari studi singkapan. Di bawah permukaan, tubuh batuan dan satuan fasies dibedakan oleh seismik, menggunakan karakteristik log dan penyelidikan core dan cutting. Mikrofasies berdasarkan studi sayatan tipis membagi fasies ke satuan aspek komposisi serupa yang mencerminkan kontrol lingkungan pengendapan tertentu. Hal ini dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria tekstur, komposisi dan fosil dari batugamping yang sering disebut sebagai standard microfacies types (SMF) menurut Flugel (1982) (Tabel 3.3). Standar jenis mikrofasies merupakan kategori virtual yang meringkas mikrofasies dengan kriteria yang identik. Kriteria ini sederhana, non atau semi kuantitatif, dan mudah untuk dikenali. Kebanyakan Jenis SMF didasarkan hanya pada beberapa karakteristik yang dominan terdiri dari jenis butiran, biota atau tekstur pengendapan. Konsep SMF muncul dari pengenalan pada kesamaan komposisi dan tekstur dari batugamping yang memiliki usia berbeda dibentuk pada lingkungan yang sama. Awalnya dikembangkan untuk mengkategorikan secara umum paparan Trias Akhir dan terumbu karbonat, dan berdasarkan kombinasi tekstur dan kriteria paleontologi (Flugel, 1982). Klasifikasi diperluas dan didefinisikan lebih rinci lagi oleh Flugel (1982) untuk sejarah facies karbonat dari waktu ke waktu menjadi 26 jenis SMF dan jenis ini digunakan sebagai kriteria tambahan dalam membedakan sabuk fasies utama dari paparan ideal karbonat tertutup (rimmed).

Tabel 3. 3 Distribusi dari mikrofasies di daerah penelitian menggunakan Standard Microfacies Types (SMF) menurut  Flugel (1982)  serta model sabuk fasies paparan karbonat tertutup (rimmed) berdasarkan facies zone (FZ) menurut Wilson (1975).

Hanya beberapa Jenis SMF yang sering terbentuk dalam dua atau lebih jenis tekstur klasifikasi Dunham (1962), yaitu sebagai berikut:
a.      SMF 1 : Spiculitic wackestone or packstone
Kriteria dari SMF 1 adalah batugamping (mudstone dan wackstone) berwarna gelap, berlapis, umumnya mengandung lempung dan organik serta sponge spicules silika yang melimpah. Orientasi paralel dari spicules dan lempung berlaminasi mungkin karena pola pengendapan yang sangat halus (Wilson, 1969). Hadirnya mikrofosil pelagis seperti radiolaria. Mikrofasies ini umum di cekungan karbonat Paleozoik dan Mesozoikum (FZ 1), paparan dalam (deep shelf) karbonat (FZ 2). Spicules umumnya di kondisi laut dalam yang dingin, tetapi juga bisa terbentuk di lingkungan laut dangkal (Gammon dan James, 2001).
b.     SMF 2:   Microbioclastic peloidal calcisiltite
Kriteria dari SMF 2 ini adalah batugamping berlapis tipis sampai sedang. Ukuran butir pada packstone dan grainstone yang sangat halus dan terdiri dari peloids dan lithoclasts atau bioclasts. Butiran ini bercampur dengan endapan debris dan sedimen hasil reworked. Biasanya bioclasts berupa kelompok echinodermata dan moluska. Hadirnya ripple cross- lamination dalam  skala  kecil  dan  laminasi  yang  menunjukkan  gradasi dengan skala milimeter. Biasanya terbentuk pada cekungan yang dalam (FZ1) dan paparan laut dalam (FZ 2) serta antara paparan laut dalam hingga posisi kaki lereng (FZ 3).
c.      SMF 3:   Pelagic lime mudstone or wackestones with abundant pelagic microfossils.
Kriteria dari SMF 3 ini adalah matrik mikrit  yang  mengandung mikrofosil pelagis yang melimpah seperti foraminifera, radiolaria, calpionellid atau makrofosil seperti filamen, crinoid pelagis, graptolit. Pada SMF 3 terdapat tiga fasies utama, yaitu SMF 3-For adalah pelagic foraminifera wackestone yang tersusun umumnya oleh foraminifera sebagai penciri fasies cekungan laut dalam (FZ 1), SMF 3-Fil adalah thin-shelled pelagic bivalve (filaments) wackestone yang  tersusun oleh  fosil kerang pelagis yang memiliki cangkang tipis dan sebagai penciri fasies paparan laut dalam (FZ 3), SMF 3-Calp adalah calpionellid wackestone yang tersusun oleh butiran matrik halus dengan dominasi nanofosil dan mikropeloid sebagai penciri fasies cekungan laut dalam (FZ 1).
d.     SMF 4: Microbreccia, bio- and lithoclastic packstone or rudstone.
Kriteria dari SMF 4 ini adalah breksi berukuran halus, sedimen debris dan turbidit yang terdiri oleh butiran dari berbagai asal. Butiran umumnya usang, membulat dan dapat terdiri baik dari bioklas lokal, material laut dangkal maupun litoklas yang sudah tersemen sebelumnya. Komposisi butiran dapat berupa material anekaragam atau seragam dan umumnya bertekstur gradasi. Butiran dapat bercampur dengan kuarsa, rijang dan ekstraklas. Batugamping yang tersedimentasi ulang yang menjadi penciri kondisi cekungan (FZ 1) dan kaki lereng (FZ 3).
e.       SMF 5: Allochthonous bioclastic grainstone, rudstone, packstone, floatstone, or breccia.
Kriteria dari SMF 5 ini adalah kelimpahan fosil terumbu yang seluruhnya terkemas padat dan fragmen fosil dengan persentase yang tinggi dari organisme yang berasal dari terumbu. Bioklas terbentuk dalam urutan yang kacau atau membentuk struktur pengendapan dengan pola khusus (turbidit). Fasies ini terbentuk pada posisi lereng depan terumbu yaitu: sayap terumbu ataupun lereng (FZ 7) dan beberapa terdapat dalam laut terbuka (FZ 5).
f.       SMF 6: Densely packed reef rudstone.
Kriteria dari SMF 6 ini adalah kehadiran kerikil berukuran kasar dari material biogenik dan sedimen padat yang berasal dari bagian atas atau sayap dari koloni terumbu (reef) dan terendapkan dalam energi tinggi atau energi rendah pada tatanan lereng oleh jatuhan materal dan berbagai proses aliran massa. Ukuran klas berkisar dari beberapa milimeter sampai puluhan sentimeter. Sering kali dengan kadar matrik yang rendah, pemilahan buruk atau baik oleh turbidit. Terbentuk pada kondisi lereng (FZ 4).
g.     SMF 7: Organic boundstone. Platform-margin reef
Di dalam klasifikasi standar mikrofasies, jenis multifold dari batugamping terumbu telah dijadikan satu dengan jenis SMF tunggal (boundstone) yang ditandai dengan pertumbuhan potensial reefbuilders. Jenis ini dibagi oleh asumsi bentuk dan pola pertumbuhan (framestone, bafflestone, bindstone). Umumnya terdapat pertumbuhan organisme sesil, pertumbuhan koral yang tegak lurus dan pertumbuhan dalamnya dengan kerak mikrobial menghasilkan pembentukan dari kerangka organik pada SMF 7-framestone dan kumpulan koral fasciculate memperlihatkan penangkapan sedimen diantara koral bercabang halus serta rongga pelarutan yang terisi dengan sedimen internal pada SMF 7-bafflestone. Terbentuk pada kompleks terumbu atau terumbu tepi paparan (FZ 5).
h.     SMF 8: Wackestones or floatstones with whole fossils
Kriteria SMF 8 ini adalah keterdapatan organisme sesil dan organisme bergerak lainnya di dalam mikrit. Mikrit yang terkandung tersebar, sering hancuran kerangkan sangat halus sampai matrik bioklas halus. Burrow juga umum dijumpai. Banyak fosil terawetkan dengan baik, tetapi mungkin beberapa terbentuk fragmen yang terisolasi. Organisme khas berupa moluska, sponge, koral dan ganggang kapur. Terbentuk pada paparan lagoon dengan sirkulasi yang baik, lingkungan berenergi rendah di bawah dasar gelombang (FZ 2) dan (FZ 7).
i.       SMF 9: Strongly burrowed bioclastic wackestone.
Kriteria SMF 9 adalah mikrit dengan fragmen fosil secara umum sampai melimpah yang bercampur aduk melalui aktifitas burrowing. Bioklas sering termikritkan. Umumnya matrik adalah pelmikrit berbutir halus dan sebagian adalah pelsparit. Fosil umumnya crinoid, brachiopoda, bryozoa, gastropoda, echinodermata.  Terbentuk pada lagoon  dangkal dengan sirkulasi yang terbuka pada atau di bawah dasar gelombang (FZ 7) dan paparan dalam (FZ 2).
j.       SMF 10: Bioclastic packstone or wackestone with worn skeletal grains.
Kriteria SMF 10 adalah adanya bioklas yang usang dan berlapis terendapkan dengan matrik berbutir halus menunjukkan pengangkutan sebelum pengendapan. Matrik terdiri dari peloid berukuran lanau sampai pasir halus. Membentuk packstone dan wackestone, kadang-kadang juga grainstone berbutir halus. Jenis ini menunjukkan pembalikan tekstur. Partikel yang dominan telah diangkut dari lingkungan energi tinggi ke energi rendah. Terbentuk pada paparan lagoon dengan sirkulasi terbuka (FZ 7) dan paparan laut dalam (FZ 2).
k.     SMF 11: Coated bioclastic grainstone.
Kriteria SMF 11 adalah sebagian besar butirannya bioklas berlapis, menunjukkan mikrit bersampul atau sama sekali termikritisasi. Penambahan jenis butiran dan beberapa ooid. Kebanyakan butiran yang sangat termikritkan melapisi butiran kerangka berasosiasi dengan beberapa foraminifera bentik kecil pada coated bioklastic grainstone dan biasanya juga kebanyakan butiran kerangka memiliki lapisan mikrit atau kerak biogenik dan menyerupai cortoid dan oncoid kecil (butiran hitam). Terbentuk pada beting pasir pemisah tepi paparan (FZ 6) dan di dalam komplek terumbu (FZ 5).
l.       SMF 12: Limestone with shell or crinoid concentrations.
Kriteria SMF 12 adalah hadirnya rudstone bioklastik atau floatstone terkemas padat ditunjukkan oleh akumulasi umumnya   satu jenis kerang atau fragmen echinodermata. Kelimpahan fosil umumnya adalah kerang, bracipoda, gastropoda atau crinoid.  Akumulasi kerang disebabkan oleh berbagai proses termasuk konsentrasi arus saat ini dan gelombang badai. Terbentuk pada lingkungan bagian dalam paparan dan dataran pasang surut (FZ 8), paparan terbuka (FZ 7), terumbu (FZ 5), lereng (FZ 4) dan kaki lereng sampai kondisi laut dalam (FZ 3, FZ 2 dan FZ 1). Khusus untuk SMF12-Crin merupakan batugamping yang terdiri dari fragmen echinodermata yang melimpah dan terkemas padat, merupakan fasies tipe fasies tertentu yang terbentuk di berbagai kondisi termasuk lereng, paparan tertutup, dan komplek terumbu. Tipe ini dimasukkan oleh Wilson (1975) ke dalam SMF 12, tetapi harus dibedakan secara khusus karena lingkungan purba yang signifikan. Perlu diketahuin bahwa crinoids packstone mungkin juga hasil dari pemadatan kimia yang ditunjukkan oleh lapisan lempung, stylolit dan bioklas berkarat. Akumulasi crinoid terbentuk baik di batugamping mikrit ataupun packstone. Akumulasi ini mungkin insitu pada paparan laut terbuka (FZ 2), lereng depan terumbu (FZ 4), dan terumbu tepi paparan (FZ 5) atau eksitu pada paparan laut dalam (FZ 3) dan lereng depan terumbu (FZ 4).
m.     SMF 13: Oncoid rudstone or grainstone.
Kriteria SMF 13 adalah hadirnya oncoid berukuran milimeter sampai sentimeter, terutama cyanoids dan porostromate oncoids, terbentuk oleh kemas yang didukung oleh butiran, beberapa berasosiasi denga ooid dan bioklas berbutir halus. Umumnya distribusi ukuran butir bimodal. Oncoid   purba terbentuk dalam kondisi yang berbeda, baik dalam lingkungan energi rendah dan energi tinggi. Oncoids rudstone dan grainstone umum terbentuk pada daerah laut terbuka dengan pembatas tepi pasir (FZ 6) dan paparan lagoon terbuka (FZ 7), yaitu lingkungan di bagian kecil dari paparan terumbu dan di belakang kompleks terumbu besar. Perlu diketahui bahwa SMF ini tidak mengkategorikan oncoids floatstone.
n.     SMF 14: Lag deposits.
SMF 14 tidak dilupakan dalam pengkategorian jenis fasies, hanya saja jenis ini berbeda dari semua jenis SMF lainnya. Hal ini menggambarkan lag deposits berasal selama periode pengurangan sedimentasi atau non- deposition serta sangat jarang terjadi dalam sedimentasi di kebanyakan zona fasies laut dalam atau laut dangkal.
o.     SMF 15: Ooids grainstone with concentric, radial and micrite ooids.
Pada jenis SMF 15 ini terbagi menjadi 3 jenis, yaitu SMF 15-C, merupakan fasies grainstone dengan ooid yang memiliki pusat sama (konsentris). Beberapa ooid termikritkan dan juga terlarutkan, serta pori antar butiran terisi oleh semen. Terbentuk pada beting atau tepi paparan luar (FZ 6) dan paparan laut terbuka (FZ 7). SMF 15-R, merupakan fasies grainstone yang mengandung ooid dengan lapisan melingkari intinya. Pemilahan buruk, melimpahnya butiran berbentuk tidak beraturan dan tidak membulat, melimpahnya ooid hasil sedimentasi ulang. Terbentuk pada lingkungan paparan dalam yang terbatas (FZ 8) dan paparan dalam yang lembab atau kondisi air payau (FZ 9B).  SMF 15-M merupakan fasies wackestone dengan mikrit ooid, pemilahan beruk dan pelapisannya mengandung besi hitam. Fosil yang langka adalah kelompok gastropoda, umumnya terbentuk pada lingkungan paparan dalam yang terbatas (FZ 8) dan paparan dalam yang lembab atau kondisi air payau (FZ 9B).
p.     SMF 16: Peloid grainstone or packstone.  Subtypes differentiate non- laminated and laminated rocks.
Kriteria SMF 16 adalah akumulasi peloids yang sangat kecil, didukung butiran, membulat tanggung sampai meruncing tanggung. Dua subtipe yang umum, yaitu: SMF 16-non-laminated, ditandai dengan peloids yang berukuran sama berasosiasi dengan foraminifera bentik, ostrakoda atau kalsifera. SMF 16-laminated, ditandai dengan peloids yang berukuran berbeda, berbentuk distribusi butiran halus yang tidak teratur dari pelmikrit (packstone), pelsparit (grainstone). Kriteria lainnya adalah laminasi mikrit yang bergelombang. Peloids pada SMF 16 adalah peloids lumpur, fecal pellets yang berbutir halus. Umumnya terbentuk dibagian dalam dari paparan dangkal yang terlindung, meliputi dari lingkungan laut dangkal dengan sirkulasi air yang sedang (FZ 8) dan mungkin juga terbentuk di bagian dalam paparan evaporit yang kering (FZ 9A).
q.     SMF 17: Grainstone with aggregate grains (grapestones).
Kriteria SMF 17 adalah adanya grainstone dengan butiran agregat. Grainstone dan grainstone-rudstone terbentuk oleh dominasi dari material arenit dan rudit yang berbentuk lumps dan grapestone serta berasosiasi dengan peloids dan beberapa butiran kerangka yang berlapis dan termikritisasi. Fosil biasanya langka, kecuali untuk beberapa foraminifera dan ganggang. Terbentuk pada paparan, yaitu pada laut terbuka (FZ 7) dan paparan dangkal yang terbatas (FZ 8).
r.      SMF 18: Grainstone or packstone with abundant foraminifera or algae.
Kriteria SMF 18  adalah tingginya kelimpahan  dari foraminifera bentik atau ganggang hijau berkapur. Butiran lainnya adalah peloids, cortoids dan butiran komposit. Tekstur umumnya adalah grainstone dan packstone. Keragaman spesies rendah sampai sedang. Biota yang dominan ditunjukkan dengan indikasi tambahan berikut. SMF 18-Foraminifera, kebanyakan berasosiasi dengan partikel agregat. SMF 18-Dasyclad algae, dicirikan dengan spinaporellu yang berduri panjang. Kebanyakan terdiri dari partikel lebih kecil dari unsur ganggang yang rusak. SMF 18-Udo, yaitu terdiri dari ganggang hijau udoteacean. SMF 18-Gymnocodiacean, yang dicirikan dengan konsentrasi dari puing-puing ganggang gymnoocodiacean, matrik mikrit terbentuk oleh disintegrasi ganggang. Terbentuk pada bars dan channels, dan juga pada tumpukan beting pasir (FZ 8) dan ada juga di paparan lagoon dengan sirkulasi terbuka (FZ 7).

s.      SMF 19: Densely laminated bindstone.
Kriteria SMF 19 adalah adanya bindstone dengan fabrik berlaminasi setebal beberapa milimeter yang komposisi dalamnya berbeda. Laminasi halus menyerupai lapisan mikrit, laminasi sedikit terdiri dari ruang padat, peloids atau spany calcite yang sangat kecil, kadang batasnya bergelombang. Kelangkaan fosil, terkecuali ostrakoda dan beberapa foraminifera, gastropoda dan beberapa ganggang. Terbentuk pada bagian dalam interior yang dekat pantai (FZ 8 dan FZ 9).
t.       SMF 20: Laminated stromatolitic bindstone or boundstone.
Kriteria SMF 20 adalah adaanya laminasi datar atau berbagai bentuk kubah bindstone yang tersusun dari butiran halus atau kasar, beberapa laminasi menunjukkan struktur mikrobial atau ganggang. Terbentuk sangat umum pada zona intertidal atau lagoon terbatas (FZ 8), tetapi juga pada lingkungan supratidal atau pantai yang kering (FZ 9A) dan subtidal dangkal atau paparan terbuka (FZ 7).
u.     SMF 21: Fenestral packstone or bindstone.
Kriteria SMF 21 adalah adanya bindstone yang dicirikan dengan berbagai ukuran rongga fenestral dalam kerangka yang dibentuk oleh butiran biogenik atau sedimen. Feestral kecil mirip dengan mata burung, struktur yang lebih besar mungkin memiliki bentuk seperti stromatoctoid. Terbentuk pada lingkungan supratidal dan intertidal (lagoon terbatas, FZ 8) serta pada lagoon evaporit (FZ 9A).
v.     SMF 22: Oncoid floatstone or wackestone.
Kriteria SMF 22 adalah adanya agglutinated oncoids berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, terdiri dari butiran sedimen seperti butiran kerangka mungil dan pecahan kuarsa (klastika) yang terperangkap dan terikat bersama oleh mikroba non-skeletal dan ganggang. Terbentuk pada lingkungan berenergi rendah seperti lagoon dangkal dan zona pasang surut (FZ 8). Biasanya ditemukan di tepi kolam dengan kondisi air payau.
w.    SMF 23: Non-laminated homogenous micrite or microsparite without fossils.
Kriteria SMF 23 adalah batulumpur gampingan tidak mengandung fosil atau dolomikrit yang berbutir halus, kadang-kadang dengan mineral evaporit autigenik. Terbentuk pada dataran pasang surut (FZ 8) dan pantai evaporit yang kering (FZ 9A). Terendapkan pada lingkungan saline atau evaporit seperti kolam pasang surut. Mikrit tanpa fosil atau butiran lainnya mungkin juga terbentuk di cekungan yang dalam dan tidak adanya oksigen terlarut (FZ 1B) dan ketiadaan fosil hanya menjadi contoh efeknya.
x.     SMF 24: Lithoclastic floatstone, rudstone or breccia.
Kriteria SMF 24 adalah adanya litoklas karbonat yang meruncing dengan ukuran kasar hingga beberapa sentimeter.  Berlimpahnya mikrit klastik berbentuk memanjang dengan bagian tepi depannya bersusun dan kadang terbentuk lapisan silang siur, bagian dalamnya membentuk breksi. Biasanya terbentuk pada bagian dalam paparan (FZ 8). Lag deposits pada saluran dan dataran pasang surut.
y.     SMF 25: Laminated evaporite-carbonate mudstone.
Kriteria SMF 25 adalah adanya penggantian kristal halus karbonat pada batugamping dan dolomit yang mungkin menjadi induksi mikrobial dan proses diagenesis yang merubah bentuk lapisan dengan kristal evaporit seperti gypsum. Terbentuk pada lingkungan kering seperti intertidal bagian atas sampai fasies sabkha supratidal (FZ 9A) dan dataran pantai yang sedikit kering dan cekungan evaporit lakustrin.
z.      SMF 26: Pisoid cementstone, rudstone or packstone.
Kriteria SMF 26 adalah adanya akumulasi peloids baik secara autochthonous ataupun allochthonous yang  mencirikan  fasies  penting dalam identifikasi jenis SMF. Kriteria identifikasi dari berbagai bentuk, berukuran dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, pisoids yang terkemas padat, umumnya tersemen oleh semen meteoric. Biasanya inti pisoids hancur atau berkerak. Terbentuk pada kondisi meteoric vadose dan marine vadose (FZ 10).
3.1.1.1  Facies Zones (FZ)
Fasies model yang paling sering digunakan oleh para ahli adalah yang mengacu pada model paparan tertutup (rimmed). Paparan karbonat adalah sistem dinamis yang berubah melalui ruang dan waktu. Paparan dapat tumbuh ke luar untuk memperluas tepiannya dan tumbuh ke atas sementara tepinya tetap tidak berubah, atau mundur ke tepi belakang (Jansa, 1981 dan Blendinger, 1986). Pertumbuhan ini disebabkan oleh proses agradasi atau progradasi. Kematian berhubungan dengan penurunan dan penghentian produksi karbonat karena : (1) penenggelaman yang disebabkan oleh kenaikan permukaan laut eustatik yang cepat atau penurunan tektonik (subsidence), (2) paparan subaerial disebabkan oleh penurunan muka air laut atau pengangkatan tektonik (uplift), (3) tingginya pasokan silisiklastik,  atau  (4)  pengaruh  dari  paleooceanographic  yang  menyebabkan perubahan sirkulasi air, suhu dan salinitas. Variabel utama yang mempengaruhi evolusi paparan adalah tektonik setting dan subsidence, fluktuasi muka air laut, produktivitas karbonat dan transportasi sedimen, sifat sedimentasi di tepi paparan, evolusi organisme terumbu sepanjang waktu, dan variasi dalam proses diagenesis. Pembagian jalur fasies pada paparan karbonat tertutup (rimmed) pada daerah tropis digunakan oleh Wilson (1975) untuk mendirikan sebuah model standar dari fasies karbonat yang digambarkan sebagai penampang melintang mulai dari cekungan sampai pantai (FZ 1 – FZ 10) dan terdiri dari asosiasi fasies berdasarkan zona standar fasies (Tabel 3.4).
Tabel 3. 4   Model paparan karbonat tertutup (rimmed) dan standar zona fasies (FZ) yang telah dimodifikasi oleh Wilson (1975).

Berikut merupakan penjelasan dari setiap standar zona fasies (FZ) yang telah dimodifikasi oleh Wilson (1975) yang  menggambarkan  pembagian zona fasies pada paparan karbonat tertutup (rimmed).
a.      FZ 1 : Cekungan atau paparan laut dalam
·     FZ 1A: Laut dalam, berada dibawah  pengaruh  gelombang,  kedalaman  air  mulai ratusan sampai ribuan meter. Seluruh rangkaian sedimen laut dalam mengandung silika dan karbonat ooze, lumpur hemipelagis dan turbidit. Perlapisan bervariasi, kadang tipis sampai tebal. Banyak mengandung foraminifera plangtonik dan bentik. Fasies umumnya batulempung pelagis, wackstone, batunapal, packstone allochthonous, grainstone.
·     FZ 1B: Cekungan laut dalam, berada di bawah pengaruh gelombang, kedalaman 30-100 m. Mirip dengan FZ 1A, umumnya lumpur hemipelagis, kadang anhidrit dan rijang hadir. Kandungan organik yang tinggi, tetapi bioturbasi kurang. Sering hadir perlapisan tipis batugamping berwarna gelap. Banyak mengandung radiolaria dan foraminifera. Fasies umumnya batulumpur gampingan, wackstone, packstone, batunapal dan anhidrit.
b.     FZ 2: Paparan laut dalam, berada di bawah pengaruh gelombang, tetapi berada dalam jangkauan gelombang badai ekstrim. Membentuk dataran tinggi di antara paparan aktif dan cekungan yang lebih dalam. Kedalaman air mulai puluhan sampai ratusan meter. Salinitas normal, perlapisan tipis-sedang, banyak bioturbasi, umumnya matrik pelmikrit. Fasies umumnya wackstone, batunapal, batuserpih, dan kadang grainstone.
c.      FZ 3: Kaki lereng atau tepi paparan laut dalam, berada di bawah dasar gelombang atau tepi cekungan dengan kemiringan lereng >1,5o, kedalaman sekitar 200-300 m. Umumnya murni butiran karbonat. Pencampuran material pelagis dan detritus halus yang berasal dari paparan dangkal sekitarnya. Mengandung foraminifera bentik laut dangkal, kadang juga dari laut dalam. Fasies umumnya batulumpur gampingan, packstone dan grainstone allochthonous, kadang batuserpih.
d.   FZ 4: Lereng, berada di tepi paparan ke arah laut, biasanya kemiringan mulai 5o sampai vertikal. Umumnya material hasil reworked dari paparan dan bercampur dengan pelagis. Ukuran butir sangat bervariasi, sebagian hadir foraminifera bentik laut dangkal hasil pengendapan kembali dan foraminifera bentik dan plangton laut dalam. Fasies umumnya batulempung, packstone allochthonous dan grainstone, batulumpur dan floatstone.
e.      FZ 5: Terumbu tepi paparan, biasanya membentuk gundukan lumpur organik yang stabil di atas lereng dan di daerah landai dengan bentukan bukit terumbu serta beting pasir. Kedalaman air mulai beberapa meter hingga ratusan meter. Foraminifera bentik hadir secara khusus. Terumbu berkembang bersamaan dengan pecahan kerangka dan pasir yang mengandung mikrofosil. Fasies umumnya framestone, bafflestone, bindstone, wackestone, floatstone, grainstone, dan rudstone.
f.      FZ 6: Beting pasir tepi paparan, berada pada beting yang memanjang (barrier), tidal bars dan kadang di pulau pasir (sand shoals) dengan cuaca yang baik serta di dalam zona eufotik. Sangat dipengaruhi oleh pasang surut muka air laut. Material karbonat bersih, membulat dan berlapis. Pemilahan butir pasir baik dan rentan untuk tersingkap. Umunya hadir kerang berukuran besar, gastropoda, jenis khusus dari foraminifera. Fasies umumnya grainstone dan packstone.
g.     FZ 7: Bagian dalam paparan atau laut terbuka, merupakan daerah pada bagian atas paparan yang datar di dalam zona eufotik, dapat disebut sebagai lagoon ketika dibatasi oleh beting pasir atau terumbu tepi paparan. Kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dan cukup terhubung dengan laut terbuka untuk mempertahankan salinitas. Material pasir berlumpur dan pasir bersih dari produksi sedimen lokal dan efisiensi gelombang serta arus untuk memilah. Hadir foraminifera bentik laut dangkal dengan alga, kerang, dan gastropoda. Fasies umumnya batulumpur gampingan, wackstone, floatstone, packstone, dan grainstone.
h.     FZ 8: Bagian dalam paparan yang terbatas, mirip dengan FZ 7, tetapi kurang terhubung dengan laut terbuka, menyebabkan salinitas yang tinggi. Khusus dibedakan zona pasang surut dengan air tawar, air asin dan kondisi sangat salin serta daerah subaerial yang tersingkap. Kedalaman sekitar beberapa meter hingga puluhan meter. Material pasir berlumpur dan pasir bersih. Hadirnya organisme laut berupa foraminifera miliolid, ostracoda, gastropoda, ganggang, cyanobacteria, vegetasi air tawar dan laut. Fasies umumnya batulumpur gampingan, dolomit, batulumpur, wackstone, grainstone dan bindstone.
i.       FZ 9: Evaporit atau kondisi air payau
·       FZ 9A: Bagian dalam paparan yang kering atau evaporit, mirip dengan FZ 7 dan FZ 8, namun masuknya air laut hanya sesekali saja dan iklim yang kering mengakibatkan gipsum, anhidrit dan halit mungkin terendapkan di samping karbonat. Kadang disebut juga daerah supratidal atau sabkha. Material karbonat atau lumur dolomit atau pasir dengan nodul, bergelombang atau kristal kasar gipsum atau anhidrit. Organisme lokal sedikit kecuali cyanobacteria, ostracoda dan moluska. Fasies umumnya batugamping laminasi, batulumpur dolomitan dan perselingan antara bindstone dengan gipsum atau anhidrit.
·       FZ 9B: Bagian dalam paparan yang lembab atau kondisi air payau, berada di daerah yang memiliki hubungan buruk dengan laut terbuka seperti FZ 9A, tetapi dengan iklim yang lembab sehingga air limpasannya mengencerkan genangan air laut dan vegetasi rawa tersebar di dataran supratidal. Material berupa lumpur karbonat air tawar atau pasir dan kadang-kadang lumpur karbonat air tawar dan lapisan gambut. Organisme laut yang beradaptasi dengan air payau atau air tawar seperti ostracoda, siput air tawar dan charophycean algae.
j.       FZ 10: Batugamping yang dipengaruhi air meteoric, berada pada daerah subaerial dan subaquatic yang terbentuk di bawah kondisi meteoric-vadose. Melimpah di daerah karst dan benua yang dekat daerah pantai. Batugamping dipengarui oleh diagenesis awal (meteoric dissolution), terutama selama tahap subaerial exposure. Biasanya terbentuk pada batugamping yang kaya akan kerak semen karbonat, tetapi terbentuk juga micritic caliche hasil resedimentasi dari butiran di lingkungan terbatas. Organisme lokal kurang, kecuali cyanobacteria dan mikroba.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "PENGERTIAN, KLASIFIKASI PENAMAAN DAN MIKROFASIES BATUGAMPING"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel