PENGERTIAN, KLASIFIKASI PENAMAAN DAN MIKROFASIES BATUGAMPING
Pengertian, Klasifikasi Penamaan dan Mikrofasies Batugamping
Singkapan Batugamping di Salodik, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. |
A. Pengertian Batugamping
Batugamping menurut
definisi (Reijers & Hsu, 1986) adalah batuan yang mengandung kalsium
karbonat hingga 95 %. Selain itu batugamping adalah batuan sedimen yang
sebagian besar disusun oleh kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa
organisme laut seperti kerang, siput laut, dan koral yang sudah mati. Batugamping
terbentuk secara organik, secara mekanik maupun secara kimia. Batugamping yang
terjadi secara organik di alam yang merupakan pengendapan cangkang ataupun
siput dan ganggang yang berasal dari kerangka koral. Batugamping yang terjadi
secara mekanik tidak jauh berbeda dengan jenis batugamping yang terbentuk
secara organik, perbedaannya yang terjadi diantara keduanya adalah terjadinya
perombakan bahan batu gamping yang kemudian terbawa arus dan biasanya mengendap
tidak jauh dari tempat semula. Batu gamping yang terjadi secara kimia merupakan
jenis dari batu gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan dalam suasana
lingkungan tertentu. Sedangkan Klasifikasi untuk penamaan dan lingkungan
pengendapan akan dibahas pada sub bab berikutnya.
B. Klasifikasi Penamaan Batugamping
Secara umum, klasifikasi
batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi deskriptif dan klasifikasi
genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada
sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung,
seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik
merupakan klasifikasi yang lebih menekankan pada asal usul batuan. Parameter
sekunder yang digunakan antara lain porositas, sementasi, tingkat abrasi atau
kebundaran butiran, penambahan unsur nonklastik dan sebagainya. Klasifikasi
yang digunakan oleh peneliti adalah klasifikasi Grabau (1904) untuk penamaan
secara megaskopis dan klasifikasi Dunham (1962).
1. Klasifikasi Batugamping Menurut Grabau (1904)
Klasifikasi Grabau (1904) didasarkan pada karakteristik sederhana dari
suatu batugamping atau batuan karbonat, yaitu ukuran butir penyusunnya (Tabel 3.1).
Konsep dari klasifikasi ini didasarkan pada metode umum seperti yang digunakan
pada klasifikasi batuan sedimen klastik.
a. Calcirudite, yaitu batugamping
yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir (>2 mm).
b.
Calcarenite, yaitu batugamping
yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16-2 mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping
yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16 mm).
d. Calcipuluerite, yaitu
batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti batugamping kristalin.
e.
Batugamping organik, yaitu
hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti terumbu dan stromatolite.
Tabel 3.1 Tabel penamaan batugamping
(Grabau, 1904)
2. Klasifikasi Batugamping Menurut Dunham (1962)
Dunham membuat klasifikasi batugamping
berdasarkan tekstur deposisi batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada
waktu pengendapan batugamping, meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian
batugamping berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu:
a. Derajat
perubahan tekstur pengendapan
b. Komponen
asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
c. Tingkat
kelimpahan antar butiran (grain) dan
lumpur karbonat
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas,
maka Dunham mengklasifikasikan batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone,
grainstone, dan boundstone (Tabel
3.2). Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grainsupported (butiran yang satu dengan yang lain saling
mendukung) dan mudsupported (butiran
mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham tidakmemperhatikan jenis butiran karbonatnya.
Batas ukuran butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran
dan lumpur karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping
yang didasarkan pada tekstur deposisi dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan
tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Faktor -faktor penting yang menjadi dasar pembagian
batugamping menurut Dunham (1962) adalah:
a.
Butiran didukung oleh
lumpur (mud supported)
b.
Butiran saling menyangga
(grain supported)
c.
Sebagian butiran didukung
oleh lumpur dan sebagian butirannya saling menyangga (partiel)
Tabel 3.2 Klasifikasi
penamaaan batugamping (Dunham, 1962)
3. Klasifikasi Batugamping Menurut Embry dan Klovan (1971)
Embry dan Klovan
(1971) menyempurnakan klasifikasi yang dibuat oleh Dunham (1962) dengan
mempertimbangkan pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan
terakumulasi pada batuan karbonat tersebut. Embry dan Klovan (1971) melihat pentingnya
ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan karbonat yang didominasi
oleh matrik. Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi yang dibuat oleh
Dunham (1971) dengan membagi batugamping ke dalam dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa
batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organik
selama proses deposisi berlangsung (Gambar3.2).
Gambar
3.2 Klasifikasi batuan karbonat
berdasarkan tekstur pengendapan, tipe butiran dan ukuran butiran oleh Embry dan
Klovan (1971).
|
Embry dan Klovan
(1971) membagi-bagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone,
bindstone, dan bafflestone; berdasarkan atas komponen penyusun utamanya berupa
terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga Embry dan
Klovan (1971) menambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen
berukuran lebih besar dari 2 mm (>10%). Nama yang mereka berikan adalah
rudstone untuk batuan karbonat grain supported dan floatstone untuk batuan
karbonat matrix supported.
Berdasarkan
klasifikasi batuan karbonat yang diperkenalkan oleh Dunham (1962) dan juga
Embry dan Klovan (1971) diatas, berikut ini adalah definisi dan karakteristik
dari penamaan setiap fasiesnya :
1.
Bindstone, fasies ini memiliki
karakteristik butiran yang
terdiri dari kerangka ataupun
pecahan yang telah mengalami pengikatan oleh kerak- kerak lapisan gamping
(encrusting) yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan lainnya.
2.
Bafflestone, fasies ini memiliki
karakteristik butiran terdiri dari kerangka organik seperti koral yang sedang
dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan diselimuti oleh lumpur
karbonat yang mengisi rongga-rongga pada koral. Koral tersebut berperan sebagai
(baffle) yang menjebak lumpur karbonat.
3.
Framestone, fasies ini memiliki
karakteristik hampir seluruhnya terdiri dari kerangka organik seperti koral,
alga dan lainnya. Sedangkan komposisi matriknya (<10%), antara kerangka
tersebut biasanya terisi oleh sparry calcite.
4.
Rudstone, fasies ini merupakan
batugamping klastik yang memiliki ukuran butir paling kasar (lebih besar dari 2
mm), dimana merupakan hasil rombakan dari batugamping terumbu
yang mengalami transportasi dan
terakumulasi di tempat tertentu. Fasies ini tidak dimasukkan pada fasies
batugamping terumbu tetapi berasosiasi dengan terumbu.
5.
Grainstone, merupakan
fasies batugamping klastik
yang penyusun utamanya merupakan
butiran yang ukurannya tidak lebih besar dari 2 mm, keterdapatan matrik di
fasies ini tidak ada.
6.
Packstone, fasies ini memiliki
karakteristik mulai melimpahnya lumpur karbonat (>15%), tetapi fasies ini
masih tetap didominasi oleh butiran.
7.
Floatstone, fasies ini
memiliki karakteristik butiran
yang terdiri dari fragmen kerangka organik (<10%) yang
tertanam dalam matrik karbonat.
8.
Wackstone, fasies ini memiliki
karakteristik terdiri dari ukuran butir yang sangat halus (lumpur atau
kalsilutit), tetapi masih memiliki asosiasi dengan fragmen klastik yang lebih
besar tetapi tidak dominan.
9.
Mudstone, fasies ini memiliki
karakteristik dari ukuran butir yang halus, keterdapatan fragmen (<10%).
C. Mikrofasies Batugamping
Mikrofasies sendiri
pertama kali didefinisikan oleh Brown (1943) dan kemudian secara mandiri
istilah mikrofasies ini dikemukakan kembali oleh Cuvillier (1952) yang
menerangkan bahwa istilah mikrofasies hanya diperuntukan untuk kriteria pembelajaran pada
sayatan tipis (thin-sections) pada
petrografi. Studi mikrofasies pada dasarnya digunakan untuk pemerian pada
batuan sedimen berdasarkan pada pengamatan petrografi (microphoto), tetapi istilah ini lebih banyak digunakan khususnya
pada batuan karbonat, yaitu batugamping dan dolomit untuk menentukan proses diagenesis serta
lingkungan pengendapan. Studi mikrofasies dianggap sebagai titik berat dan
bagian penting dalam analisis dan interpretasi pada batuan karbonat serta
merupakan bagian dari studi sedimentologi dengan tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui karakteristik batuan karbonat berupa material penyusunnya yang
berhubungan dengan penamaan genetik dari fasies batuan karbonat yang sesuai
dengan standar jenis mikrofasies (SMF) dan asosiasinya dalam lingkungan
pengendapan (FZ) yang telah dikembangkan oleh Wilson (1975) serta proses
diagenesis yang mempengaruhi batuan karbonat itu sendiri.
3.1.1.1
Standart Microfacies Types (SMF)
Fasies batuan karbonat
dipelajari pada skala yang berbeda. Hubungan stratigrafi dari tubuh batuan,
struktur sedimen, lithofacies dan biofacies adalah target utama dari studi
singkapan. Di bawah permukaan, tubuh batuan dan satuan fasies dibedakan oleh
seismik, menggunakan karakteristik log dan penyelidikan core dan cutting.
Mikrofasies berdasarkan studi sayatan tipis membagi fasies ke satuan aspek
komposisi serupa yang mencerminkan kontrol lingkungan pengendapan tertentu. Hal
ini dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria tekstur, komposisi dan fosil dari
batugamping yang sering disebut sebagai standard
microfacies types (SMF) menurut Flugel (1982) (Tabel 3.3). Standar jenis
mikrofasies merupakan kategori virtual yang meringkas mikrofasies dengan
kriteria yang identik. Kriteria ini sederhana, non atau semi kuantitatif, dan
mudah untuk dikenali. Kebanyakan Jenis SMF didasarkan hanya pada beberapa
karakteristik yang dominan terdiri dari jenis butiran, biota atau tekstur
pengendapan. Konsep SMF muncul dari pengenalan pada kesamaan komposisi dan
tekstur dari batugamping yang memiliki usia berbeda dibentuk pada lingkungan
yang sama. Awalnya dikembangkan untuk mengkategorikan secara umum paparan Trias
Akhir dan terumbu karbonat, dan berdasarkan kombinasi tekstur dan kriteria
paleontologi (Flugel, 1982). Klasifikasi diperluas dan didefinisikan lebih
rinci lagi oleh Flugel (1982) untuk sejarah facies karbonat dari waktu ke waktu
menjadi 26 jenis SMF dan jenis ini digunakan sebagai kriteria tambahan dalam
membedakan sabuk fasies utama dari paparan ideal karbonat tertutup (rimmed).
Tabel 3. 3 Distribusi
dari mikrofasies di daerah penelitian menggunakan Standard Microfacies Types (SMF) menurut Flugel (1982)
serta model sabuk fasies paparan karbonat tertutup (rimmed) berdasarkan facies zone (FZ) menurut Wilson (1975).
0 Response to "PENGERTIAN, KLASIFIKASI PENAMAAN DAN MIKROFASIES BATUGAMPING"
Post a Comment