-->

STUDI KUALITAS AIR TANAH DAERAH KERTAJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT


STUDI KUALITAS AIR TANAH DAERAH KERTAJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT

5.1 Latar Belakang
 Airtanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada lapisan batuan yang jenuh air, yang disebut sebagai akuifer (Hendrayana, 2007). Airtanah dapat muncul ke permukaan tanah dengan berbagai cara yang umumnya dikontrol oleh kondisi geologi setempat, dan pemunculan airtanah ini disebut sebagai mata air. Sejak jaman dahulu, mata air telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata air dapat muncul di berbagai bentang alam, baik di dataran, perbukitan maupun pegunungan. Airtanah maupun mata air dapat ditemukan di berbagai macam batuan, seperti endapan sungai yang berupa pasir-kerikil-kerakal, endapan batuan karbonat yang berupa batugamping, ataupun pada endapan gunungapi yang berupa endapan lahar, breksi dan lava terkekarkan.
Di Indonesia kebutuhan air bersih bagi masyarakat setiap tahun selalu meningkat sesuai dengan dinamika pembangunan baik peruntukannya sebagai air minum dan rumah tangga, industri, pertanian maupun menunjang usaha komersial lainnya. Sumber-sumber alternatif untuk memenuhi kebutuhan air bersih adalah air hujan, air sungai, dan airtanah. Airtanah biasanya menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih, hal ini disebabkan karena airtanah mempunyai kualitas yang lebih baik, mudah dieksploitasi, tidak perlu pengolahan dan dapat digunakan langsung di daerah yang memerlukan. Oleh karena itu, studi hidrogeologi selalu menjadi bahan yang bermanfaat untuk pelestarian dan pemberdayaan airtanah kepada masyarakat sekitar daerah penelitian. Dengan demikian, secara tidak langsung penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar daerah Kertajaya dan sekitanrnya Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat.
5.2 Maksud dan Tujuan
            Maksud pengambilan masalah khusus ini adalah melakukan penelitian hidrogeologi berdasarkan data-data hidrogeolgi yang ditemui di lapangan, seperti mata air, sungai, dan sumur gali dengan metode pengukuran langsung di lapangan menggunakan alat pH meter, TDS meter, dan GPS beserta meteran untuk mengetahui kedalaman muka airtanah (MAT).
            Tujuan studi khusus hidrogeologi pada daerah penelitian adalah menganalisis lapisan batuan yang berfungsi sebagai akuifer dan menentukan tingkat kelayakan konsumsi airtanah pada akuifer tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk kegiatan eksplorasi airtanah oleh masyarakat sekitar.
5.3 Permasalahan
Daerah penelitian yang berada di Daerah Kertajaya, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan tingkat kajian di bidang geologi yang masih rendah mengingat daerah ini memiliki keberadaan hidrologi alam yang potensial. Berdasarkan kajian data sekunder dan pemetaan awal (reconnaisance) pada daerah penelitian, maka dapat dimunculkan beberapa permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian hidrologi pada daerah penelitian, yaitu :
1.       Penelitian mengenai aspek hidrologi, masih minim pada daerah penelitian yang dimana hidrologi pada daerah sangat berpotensi.
2.       Secara lebih khusus, studi air tanah untuk kebutuhan masyarakat di daerah penelitian masih belum banyak diketahui karena masih minimnya penelitian dan kajian hidrogeologi.
5.4 Rumusan Masalah
            Berdasarkan maksud dan tujuan dari penelitian masalah khusus ini maka didapati beberapa aspek yang menjadi fokus permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah kelayakan air tanah untuk kebutuhan air minum. Berikut merupakan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.       Bagaimana nilai  pH dan TDS pada tiap jenis batuan  ?
2.       Bagaimana kelayakan air untuk konsumsi pada daerah penelitian?
5.5 Batasan Masalah
            Batasan masalah pada studi khusus ini adalah sebatas studi kelayakan kualitas daripada airtanah tersebut berdasarkan pengukuran parameter pH dan TDS dan kedalaman muka airtanah (MAT) di setiap akuifer.
5.6 Metode Penelitian
            Metode penelitian observasi di lapangan dilakukan dengan metode penelitian lapangan (field research) secara langsung. Pengamatan dilaksanakan dengan mencari sumur-sumur gali milik warga dan mata air di sekitar daerah penelitian. Pengukuran kualitas airtanah yang dilakukan seperti sifat fisik (warna, bau, rasa, kekeruhan) dan sifat kimia sederhana (pH dan TDS). Untuk objek hidrogeologi seperti sumur gali, maka juga dilakukan pengukuran kedalaman muka air tanah (MAT) dengan meteran dan GPS untuk mengetahui elevasi sumur. Untuk tambahan data kualitas hidrogeologi juga dilakukan wawancara sederhana kepada beberapa warga setempat pemilik sumur gali terkait kualitas airtanahnya.
            Nilai pH dan TDS (Total Dissolved Solid) yang terukur maka dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan tingkat kelayakan untuk dikonsumsi. Nilai pH nantinya akan dicocokan dengan Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. 492 /MENKES/PER/IV/2010 tentang kualitas air minum. Sehingga tingkat kelayakan konsumsi dapat ditentukan secara sederhana, meskipun lebih lanjut diperlukan data laboratorium terkait kimiawi airtanah secara lebih lengkap dan akurat. Untuk nilai TDS secara tidak langsung selain untuk mengetahui tingkat kelayakan berdasarkan jenis airtanahnya, juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penarikan satuan batuan karbonat dan non karbonat. Nilai TDS pada batuan karbonat akan selalu tinggi (kisaran >200) yang menunjukan secara petrofisik akuifer banyak material yang terlarut, umumnya material karbonat CaCo3. Sedangkan untuk batuan non karbonat akan menunjukkan nilai rendah (<100) yang menjelaskan bahwa tidak banyak material yang terlarut. Pada daerah penelitian, nilai TDS ini turut menguatkan batas satuan batuan, antara satuan batuan tuf Jampang dengan satuan batuan kalsilutit Pamutuan dan satuan batuan batugampig terumbu Pamutuan.
5.7 Landasan Teori
5.7.1 Klasifikasi Airtanah
Pada dasarnya klasifikasi airtanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi airtanah berdasarkan kualitas dan klasifikasi airtanah berdasarkan kuantitas. Dikarenakan keterbatasan, maka pada penelitian masalah khusus kali ini hanya didasarkan kualitas airtanah saja.  Kualitas air tanah ditentukan oleh tiga sifat utama, yaitu: sifat fisik dan sifat kimia.
1. Sifat Fisik
Sifat fisik pada airtanah antara lain meliputi warna, bau, rasa, kekentalan, kekeruhan, suhu (Hadipurwo, 2006).
1. Warna air tanah disebabkan oleh zat yang terkandung di dalamnya, baik berupa suspensi maupun terlarut.
2. Bau air tanah dapat disebabkan oleh zat atau gas yang mempunyai aroma yang terkandung dalam air.
3. Rasa air tanah ditentukan oleh adanya garam atau zat yang terkandung dalam air tersebut, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut.
 4. Kekentalan air dipengaruhi oleh partikel yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak yang dikandung akan semakin kental. Di samping itu apabila suhunya semakin tinggi maka kekentalannya akan semakin kecil (encer).
5. Suhu air juga merupakan sifat fisik dari air. Suhu ini dipengaruhi oleh keadaan sekeliling, seperti musim, cuaca, siang-malam, tempat ataupun lokasinya.
 2. Keasaman Air
 Keasaman air dinyatakan dengan pH, mempunyai besaran mulai dari 1-14. Air yang mempunyai pH 7 adalah netral, sedangkan yang mempunyai pH lebih besar/kecil dari 7 disebut bersifat basa/asam. Jadi air yang mengandung garam kalsium karbonat atau magnesium karbonat, bersifat basa (pH 7,5 - 8), sedangkan yang mempunyai harga pH < 7 adalah bersifat asam, sangat mudah melarutkan Fe maupun plagioklas, sehingga air yang asam biasanya mempunyai kandungan besi (Fe) tinggi. Pengukuran pH air di lapangan dilakukan dengan pH meter, atau kertas lakmus (Hadipurwo, 2006).
Tabel 5.1. Klasifikasi airtanah berdasar nilai pH (Jankowski, 2001)
3. TDS (Total Dissolved Solids)
 TDS menunjukkan banyaknya zat yang terlarut atau yang mengendap (padat) dalam air. TDS biasanya diukur secara langsung dengan alat ukur, dan mempunyai satuan mg/I. Keuntungan memakai parameter ini adalah bahwa TDS tidak tergantung /independen terhadap suhu, dan tidak terpengaruh oleh jenis garam maupun kombinasinya yang berasal dari sumber yang berbeda. Besarnya nilai TDS juga tidak tergantung dari aspek fisik air yang lain. 
Tabel 5.2.  Klasifikasi tingkat keasinan airtanah (Sihwanto,1990dalam Saefudin, 2000)

5.8 Pembahasan
5.8.1 Gambaran Umum Penelitian
Airtanah di daerah penelitian mempakan sumber air yang digunakan untuk keperluan pokok warga, seperti mencuci, memasak, dan minum. Airtanah adalah air di bawah permukaan tanah yang termasuk dalam zona saturasi, yaitu zona dimana rongga batuan atau tanah telah jenuh oleh air (Fetter, 2001). Data karakter fisika dan kimia airtanah berupa pH, da Total Dissolved Solids (TDS) (Lampiran hidrologi halaman 191) dan juga terdapat peta lokasi pengamatan sumur pada daerah penelitian (Gambar 5.1).
Gambar 5.1.Peta lokasi pengamatan Sumur 
5.8.2. Nilai pH dan TDS Jenis Batuan Gunung api Pada Satuan Tuff Jampang
Hasil pengamatan di lapangan mengindikasikan bahwa sumur-sumur gali milik warga pada umumnya berada di akuifer bebas (unconfined aquifer) karena berada di soil hasil lapukan satuan Tuff Jampang. Kedalaman rata-rata sumur gali warga berdasarkan pengamatan terhadap 9 sumur gali menunjukan berada pada kisaran 2-9 meteran (Gambar 5.2). Dengan rata-rata pH 6.58 dan rata-rata nilai TDS 617 Pada satuan ini tidak ditemukan mata air.
Gambar 5.2.Sumur gali milik warga di Dusun Cisoe pada satuan Tuff Jampang (foto pada Lp 6 Lensa menghadap utara)
5.8.3 Nilai pH dan TDS Satuan Batupasir Karbonatan Pamutuan
Litologi batupasir Karbonatan berperan sebagai akuifer pada satuan batupasir karbonatan Bentang ini. Berdasarkan pengamatan di lapangan batupasir karbonatan ini cukup impermeabel dengan porositas yang tinggi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sumur-sumur gali milik warga yang berada pada akuifer ini  pada umumnya juga  berada di akuifer bebas (unconfined aquifer) karena lapisan diatasnya masih merupakan soil lapukan  satuan batupasir karbonatan Pamutuan ini. Kedalaman rata-rata sumur gali warga berdasarkan pengamatan terhadap 10 sumur gali menunjukan berada pada kisaran 1.9 meteran (Gambar 5.2). Dengan rata-rata pH 6.62 dan rata-rata nilai TDS 150.2  Pada satuan ini tidak ditemukan mata air.
Pada satuan ini tidak ditemukan adanya mata air, karena satuan ini berada pada satuan bergelombang lemah, sehingga kontrol tekuk lereng tidak terlalu berpengaruh terhadap kemunculan mata air.
Gambar 5.3. Sumur gali milik warga di Dusun Cisoe pada satuan batugamping masif (folo pada Lp 8 Lensa menghadap utara)
5.8.4 Nilai pH dan TDS Satuan Batugamping masif Bentang Bentang
Litologi batugamping berperan sebagai akuifer pada satuan batugamping ini. Berdasarkan pengamatan di lapangan batugamping ini cukup impermeabel dengan porositas yang tinggi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sumur-sumur gali milik warga yang berada pada akuifer ini pada umumnya juga berada di akuifer bebas (unconfined aquifer) karena lapisan diatasnya masih merupakan soil lapukan satuan batugamping Bentang ini. Kedalaman rata-rata sumur gali warga berdasarkan pengamatan terhadap 1,9 meter, bahkan pada beberapa sumur kedalaman hanya berkisar 0,7 meter (Gambar 5.3). Dengan rata-rata pH 6,8 dan rata-rata nilai TDS 317.27 Pada satuan ini tidak ditemukan mata air.
 Pada satuan ini tidak ditemukan adanya mata air, karena satuan ini berada pada satuan bergelombang lemah, sehingga kontrol tekuk lereng tidak terlalu berpengaruh terhadap kemunculan mata air.
5.8.5 Karakter Fisika dan Kimia Airtanah Daerah Penelitian
Karakter fisika dan kimia yang dianalisis pada penelitian ini adalah TDS dan pH. Total Dissolved Solid (TDS) adalah kandungan zat padat yang terlarut dalam air baik terionisasi atau tidak, sedangkan pH adalah nilai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen (Poehls dan Smith, 2009). Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dan secara umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pH asam (pH<7), netral (pH=7), dan basa (pH>7). Menurut Oxtoby dkk (1998), sifat asam dan basa suatu komponen kimia juga dapat ditentukan berdasarkan kemampuannya sebagai pemberi proton (asam) ataupun penerima proton (basa).
Gambar 5.4. Persebaran nilai kontur pH pada daerah studi khusus 

Pada daerah penelitian nilai pH pada umumnya berkisar antara 6.5 – 6,7. pH asam (<7) mendominasi pada satuan ruff Jampang, meski demikian pada satuan batupasir karbonatan Bentang, batugamping masif Bentang dan batugamping berlapis Bentang juga ditemukan nilai pH tinggi, walaupun hanya pada beberapa sumur gali. Di sisi lain nilai TDS yang bervariasi diantara dua satuan batuan yang menarik untuk dikaji, karena jelas kontras sekali nilai TDS di satuan tuff Jampang yang berkisar <500 dan nilai TDS di satuan batugamping masif Bentang, batugamping berlapis Bentang dan barupasirkarbonatan Bentang yang berkisar >200.
Gambar 5.5 Persebaran nilai kontur TDS pada daerah studi khusus 

 
5.9 Hasil Studi Kelayakan Kualitas Airtanah
Berdasarkan data pengamatan pada sumur gali, kisaran nilai pHair tanah pada daerah penlitian adalah 6.2 – 7.1 dan kisaran nilai TDS airtanah pada daerah penelitian adalah 68,7-344 mg/L dan tergolong air segar berdasarkan klasifikasi air oleh Fetter (2001). Klasifikasi air berdasarkan TDS mengacu pada jumlah total padatan (dalam mg/L) yang tersisa ketika air mengalami evaporasi hingga mengering (Fetter, 2001).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, maka airtanah pada daerah penelitian dapat ditentukan kualitasnya apakah memenuhi kriteria sebagai air minum berdasarkan nilai TDS dan pH. Menurut regulasi tersebut, air yang memenuhi persyaratan wajib sebagai air minum memiliki nilai TDS di bawah 500 mg/L dan nilai pH antara 6,5-8,5. Nilai ph da TDS sudah memenuhi kriteria karena menunjukkan nilai pH di kisaran 6,5-8,5 dan TDS di bawah 500 mg/L pada tiap titik pengamatan (Lampiran halaman 191).
Hasil studi kelayakan airtanah menunjukkan bahwa seluruhnya airtanah layak dikonsumsi berada di daerah penelitian.
6.1 Kesimpulan
Ada 2 aspek mengenai geologi lingkungan pada daearh penelitian yaitu sumber daya tanah dan sumber daya bahan galian. Sumber daya tanah yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian maupun perkebunan, sedangkan sumber daya bahan galian yang ada pada daerah penelitian berupa bahan galian golongan C.
Studi kasus berupa studi karakteristik air tanah daerah Tonjong dan sekitarnya dengan metode pengambilan data langsung di lapangan menggunakan alat pH dan TDS, sehingga air yang memenuhi persyaratan wajib sebagai air minum memiliki nilai TDS di bawah 500 mg/L dan nilai pH antara 6,5-8,5. Nilai TDS pada daerah penelitian sudah memenuhi kriteria karena menunjukkan nilai TDS di bawah 500 mg/L pada tiap titik pengamatan. Kisaran nilai pH pada daerah penelitian adalah 6,4-7,1. Hasil studi kelayakan airtanah menunjukkan bahwa hampir seluruhnya airtanah yang layak dikonsumsi berada di daerah penelitian. Meski demikian, airtanah yang diambil dari sumur gali yang berada di daerah penelitian harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan untuk keperluan konsumsi.
6.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dari penelitian geologi ini, yaitu perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan sifatnya harus lebih rinci dan sistematis, terutama penelitian bawah permukaan untuk memberikan gambaran hubungan stratigrafi setiap satuan batuan serta pengumuran secara absolut terutama pada satuan batuan yang tidak dijumpai adanya fosil foraminifera.

Sumber : Tugas Akhir Ardianton, S.T.

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya
1.     Full Draft

JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LING DIBAWAH INI


CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "STUDI KUALITAS AIR TANAH DAERAH KERTAJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIGUGUR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel