-->

GEOLOGI DAERAH KARANGKAMIRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LANGKAPLANCAR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT



GEOLOGI DAERAH KARANGKAMIRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LANGKAPLANCAR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT




Penelitian ini dilakukan oleh :
1.         Nama            : Haidir Ali, S.T.
2.         Alumni         : STTNAS Yogyakarta
3.         Koordinat    : X : 217900 – 223900 me dan Y : 9161700 – 9170700 mN
4.         Tahun           : 2017



GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Kajian rinci interpretasi kondisi geologi Desa Karangkamiri dan sekitarnya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat dilakukan setelah melakukan pemetaan geologi rinci (detail geologycal mapping). Interpretasi kondisi geologi daerah penelitian meliputi berbagai aspek yaitu aspek geomorfologi, aspek stratigrafi, aspek struktur geologi, aspek sejarah geologi dan juga aspek geologi tata lingkungan yang berkembang pada daerah penelitian. Hasil dari kajian ini merupakan interpretasi komprehensif dari berbagai parameter identifikasi yang dilakukan selama proses pemetaan rinci di lapangan dan juga didukung oleh analisis laboratorium baik itu analisis petrografi maupun analisis paleontologi.  
4.1.      Geomorfologi Daerah Penelitian
Aspek-aspek yang dikaji dalam bahasan geomorfologi pada daerah penelitian terdiri atas satuan geomorfologi, pola pengaliran, proses geomorfologi (morfogenesis) dan stadia daerah.


4.1.1    Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan melalui analisis peta topografi dengan melihat pola-pola kontur yang mencerminkan bentuk bentang alam (topografi). Hasil dari analisis tersebut akan mendapatkan dua faktor penting dalam penentuan pembagian satuan bentang alam yaitu aspek morfometri dan morfogenesis. Morfometri adalah -pembagian satuan geomorfologi berdasarkan pada perhitungan kemiringan lereng dan beda tinggi (van Zuidam 1983 dan van Zuidam-Cancelado, 1979).
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri) pada peta topografi dan data lapangan serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan yaitu:
1.     Satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional (D1)
2.     Satuan geomorfologi perbukitan – tersayat kuat denudasional (D2)

4.1.1.1          Satuan Geomorfologi Bergelombang Lemah - Kuat Denudasional (D1)

Satuan geomorfologi ini meliputi 63 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu Desa Karangkamiri, Desa Cimanggu, Desa Jadimulya, Desa Jadikarya, Desa Bojong Kecamatan Langkaplancar, dan Desa Margajaya Kecamatan Pamarican yang mempunyai pelamparan relatif barat-timur pada bagian tengah daerah penelitian dan barat laut-barat daya bagian bawah daerah penelitian. Morfologi pada daerah penelitian ini berupa satuan bergelombang lemah - kuat yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses denudasional cukup dominan yang berlangsung pada daerah penelitian. Bentukan asal ini ditandai dengan banyaknya soil yang cukup tebal mencirikan proses pelapukan yang tinggi. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata ± 12,5 meter dari permukaan laut dengan kemiringan lereng ± 12,11 % (Lampiran terikat sayatan lereng ). Litologi penyusun berupa breksi andesit, tuff dan batugamping terumbu.  Pola pengaliran yang berkembang pada satuan geomorfologi ini adalah pola pengaliran dendritic, subdendritik dan radial. Berdasarkan data –data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional (D1) (Gambar 4.1). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, persawah dan kebun karet.
Gambar 4.1  Satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional (D1). Lensa menghadap ke arah N 310o E (Foto diambil dekat LP 11, Desa Bojong).

4.1.1.2          Satuan Geomorfologi Perbukitan – Tersayat Kuat Denudasional (D2)


Satuan geomorfologi ini meliputi 37 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu Desa Bojong, Desa Cimanggu Desa Jadikarya, Desa Jadimulya, Desa Karangkamiri Kecamatan Langkaplancar dan Desa Margajaya, Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican yang mempunyai pelamparan relatif utara - selatan pada bagian tengaara dan timur laut daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini berupa perbukitan-tersayat kuat yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses denudasional yang berlangsung pada daerah penelitian. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata -rata ±  36 meter dari permukaan laut dengan kemiringan lereng ± 40,67 % (Lampiran terikat 2.2 sayatan lereng). Litologi penyusun berupa breksi andesit, lava andesit, tuf, batugamping terumbu, dan batupasir. Pola pengaliran yang berkembang di satuan geomorfologi ini adalah pola pengaliran dendritic, subdendritik dan radial. Pada satuan geomorfologi ini memperlihatkan  tingkat pelapukan yang tinggi. Berdasarkan data –data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi perbukitan-tersayat kuat denudasional (D2) (Gambar 4.2). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman dan kebun.
Gambar 4.2  Satuan geomorfologi perbukitan – tersayat kuat denudasional (D2). Lensa menghadap ke arah N 230o E (Foto diambil di LP 22, Desa Sidamulih).
4.1.2    Pola Pengaliran
Pola pengaliran di daerah penelitian berdasarkan jenis - jenis pola aliran sungai menurut Howard (1967), pengamatan peta topografi maupun pengamatan di lapangan dapat dibagi menjadi 3 jenis pola pengaliran. Pembagian jenis pola pengaliran didasarkan pada pengamatan peta topografi, analisis pola pengaliran maupun pengamatan lapangan. Tiga pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari pola pengaliran dendritik, subdendritik, dan radial. (Gambar 4.3)
Gambar 4.3 Peta pola pengaliran daerah penelitian.

a)       Pola Pengaliran Dendritik
Dendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon (pohon oak), dan cabang-cabang sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur.
Pola pengaliran dendritik berbentuk menyerupai cabang-cabang pohon, mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam, lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang berkembang. Pola pengaliran ini meliputi ± 35 % dari daerah penelitian. Sungai yang masuk pada pola ini yaitu merupakan sungai Cihideung dan sungai Cihanyawar. Pola pengaliran ini berkembang di satuan geomorfologi bergelombang perbukitan - tersayat kuat denudasional (D2), dan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudesional (D1) di daerah Bojing, Margajaya, dan Sidamulih. Pola pengaliran ini berkembang di satuan Tuff breksi andesit dan lava andesit Jampang, dan batugamping Kalipucang.
b)       Pola Pengaliran Sub dendritic
Pola pengaliran dendritik berbentuk menyerupai cabang-cabang pohon, mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas, lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang berkembang. Pola pengaliran subdendritik adalah ubahan dari pola dendritik, dimana peran dari struktur geologi sudah mengontrol pola ini meskipun sangat kecil, serta topografi yang lebih bergelombang dibandingkan pada pola dasar.
Pola pengaliran ini menginterpretasikan bahwa di daerah ini telah mengalami ubahan (deformasi) dari pola aliran dendritic yang sudah mulai berkembang proses-proses struktur. Pola pengaliran ini meliputi ± 47 % dari daerah penelitian. Sungai yang masuk pada pola ini yaitu merupakan sungai Cisitu, sungai Cilutung, sungai Cikoranji, dan sungai Cicepak Pola pengaliran ini berkembang di dan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudesional (D1), dan satuan geomorfologi perbukitan – tersayat kuat denudasional (D2) di daerah Jadikarya, Jadimulya, dan Karangkamiri. Pola pengaliran ini berkembang di satuan Breksi Andesit, tuff Jampang, batupasir Pamutuan, dan batugamping terumbu Kalipucang.
c)       Pola Pengaliran Radial
Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu titik pusat berasosiasi pada kubah, tubuh gunungapi dan pada tipe-tipe bukit kerucut/conical hills yang terisolasi.
Pola pengaliran ini diinterpretasikan bahwa daerah ini merupakan tinggian atau bukit sehingga terlihat pola aliran yang memancar dari satu titik pusat bukit. Pola pengaliran ini meliputi ± 17 % dari daerah penelitian. Sungai yang masuk pada pola ini yaitu sungai Cidalima. Pola pengaliran ini berkembang di dan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudesional (D1), dan satuan geomorfologi perbukitan – tersayat kuat denudasional (D2) di daerah Cimanggu dan Karangkamiri. Pola pengaliran ini berkembang di satuan Breksi Andesit, dan tuf Jampang.
4.1.3.     Proses Geomorfologi
Proses geomorfologi adalah semua proses fisika, kimia dan biologi yang mengakibatkan perubahan kepada bentuk bumi. Proses fisika ada yang berasal dari dalam bumi (seperti penerobosan batuan beku, dan deformasi tektonik pada kerak bumi) dan yang berasal dari luar bumi (seperti penyinaran oleh matahari, hujan, salju dan juga jatuhan meteorit ke permukaan bumi). Proses kimia seperti proses pembentukan topografi karst yang melibatkan berbagai proses kimiawi. Proses biologi seperti aktifitas hewan dan akar tumbuhan.
Media geomorfologi mempunyai kemampuan untuk memperoleh dan mengangkut material lepas di permukaan bumi. Media berasal dari luar bumi, tetapi masih dalam lingkungan atmosfir, disebut proses eksogen. Jika media berasal dari dalam bumi, disebut proses endogen. Media dari  luar bumi seperti meteorit, disebut proses luar bumi (extraterestrial).
Bentuk lahan dari proses geomorfologi dapat berupa bentuklahan yang bersifat membangun (constructional landform) atau bentuklahan yang bersifat merusak (detsructional landform). Proses - proses geomorfologi yang berada pada daerah penelitian yaitu proses eksogen, yang mana dicirikan oleh proses pelapukan dan erosi yang cukup intensif pada daerah penelitian. Selain itu, terdapat pula proses endogen seperti terbentuknya struktur berupa lipatan, dan kemiringan pada batuan.


4.1.4.     Stadia Sungai
Stadia sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat erosi (baik erosi vertikal maupun erosi horisontal), kemiringan lereng, batuan penyusunnya, kedalaman iklim, aktivitas organisme dan waktu. Pembagian stadia pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan klasifikasi stadia sungai oleh Thonbury (1969). Stadia sungai di daerah penelitian memperlihatkan stadia sungai dewasa. Stadia sungai dewasa dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, kemiringan sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih kuat dibanding erosi vertikal (Gambar 4.4).
Gambar 4.4  Kenampakan aliran sungai stadia dewasa dengan sifat erosional lateral , kecepatan aliran berkurang dan mulai terbentuk gosong sungai. Lensa menghadap ke N 260o E (Foto diambil dekat LP33, Desa Jadimulya)
4.1.5.     Stadia Daerah
Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Tingkat kedewasaan daerah atau stadia daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam dan kondisi sungai yang terdapat di daerah tersebut. Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan morfologi (proses) baik proses endogen maupun proses eksogen.
Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu muda, dewasa, tua dan rejuvenasi (muda kembali). Suatu daerah dengan stadia muda dapat dicirikan dengan keadaan permukaan yang masih rata, umumnya sedikit sekali perejangan sungai serta lembahnya sempit dan dangkal. Daerah berstadia dewasa mempunyai lembah yang besar dan dalam, reliefnya tinggi serta proses yang dominan adalah erosi apabila proses ini berkembang maka keadaan permukaan akan semakin rendah, reliefnya lebih rendah serta lembah sungai lebar dan dangkal. Kondisi bentang alam di daerah penelitian secara dominan telah dipengaruhi oleh proses eksogenik yang sangat intensif, sehingga memperlihatkan adanya tuf lapuk yang tebal akibat proses denudasional (Gambar 4.5).
Gambar 4.5  Tuf yang mengalami pelapukan akibat proses denudasional. Lensa menghadap ke N 320o E (Foto diambil dekat LP 36, Desa Cimanggu).

Berdasarkan hasil perbandingan terhadap model tingkat stadia menurut Lobeck (1939), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian termasuk dalam stadia dewasa (Gambar 4.6). Penggolongan stadia daerah ini sebagai data yang digunakan untuk membantu peneliti dalam menginterpretasi lebih jauh terhadap aspek-aspek geologi yang ada di daerah penelitian, hal ini dikarenakan masing-masing tingkatan dalam stadia daerah di kontrol oleh proses-proses geologi, litologi, struktur geologi yang beragam.
Gambar 4.6 Stadia daerah menurut Lobeck (1939)



4.2       Stratigrafi Daerah Penelitian
Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan geologi regional lembar Karangnunggal (Supriatna, dkk., 1992) termasuk ke dalam tiga formasi dari tua ke muda yaitu Formasi Jampang (tomj), Anggota Tufa Napalan Formasi Pamutuan (tmpt), dan Formasi Kalipucang (tmkl). Berdasarkan hasil pemetaan rinci daerah penelitian dijumpai tiga satuan batuan tak resmi dari tua ke muda yaitu satuan breksi andesit Jampang, satuan tuf Jampang, satuan batupasir anggota Pamutuan dan satuan batugamping terumbu Kalipucang. Penamaan satuan batuan tersebut mengacu pada Martodjojo dan Djuhaeni (1996) berdasarkan litostratigrafi tidak resmi. Penamaan satuan batuan didasarkan pada litologi yang dominan pada setiap penyusun satuan dan diikuti dengan nama formasinya.

4.2.1.     Satuan Batuan Breksi Andesit Jampang

Satuan Batuan Breksi Andesit Jampang merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Satuan ini disusun secara dominan oleh breksi andesit. Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional juga litostratigrafi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996) maka satuan ini diberi nama satuan breksi andesit Jampang.
a.       Penyebaran dan Ketebalan
Satuan breksi andesit Jampang ini menempati ± 35 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran batuan relatif utara-selatan dengan wilayah  yaitu meliputi Kecamatan Langkaplancar, Desa Bojong, Desa Cimanggu, Desa Jadimulya, Desa Karangkamiri dan kecamatan Pamarican, Desa Margajaya, Desa Sidamulih. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi  bergelombang lemah - kuat (D1) dan satuan geomorfologi perbukitan-tersayat kuat (D2). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang geologi BB’, satuan ini mempunyai ketebalan ± 362.5 meter.
b.       Litologi Penyusun
Satuan ini tersusun dominan oleh Breksi Andesit dan Lava Andesit tetapi hanya dijumpai pada lp 15. 
1.   Breksi Andesit
Secara megaskopis memiliki warna segar abu-abu kehitaman,warna lapuk coklat kemerahan,  tekstur epiklastik, sortasi buruk, kemas terbuka, ukuran butir krikil - bongkah struktur masif, fragmen berupa  andesit dengan tekstur porfiroafanitik  sedangkan matriks berupa tuf (Gambar 4.7).
Gambar 4.7  Kenampakan singkapan breksi andesit. Lensa menghadap ke arah N 193o E (Foto diambil di LP 14, Desa Bojong)
  Pada pengamatan mikroskopis  dengan PPL memperlihatkan warna coklat muda-coklat muda kekuningan, Pada XPL warna hitam keabu-abuan, sampel batuan memiliki tekstur porfiritik, dengan tingkat kristalisasi magma   hipokristalin, inequigranular, bentuk mineral subhedral  tekstur khusus trakitik dengan fenokris 74% dengan ukuran kristal >0,3 mm. Fenokris terdiri dari sanidin 3%,  plagioklas 65%, mineral opak 4%, hornblende 2%  Masa dasar  26% dengan ukuran kristal < 0,3 mm. yang terdiri dari mikrokristal  plagioklas 8%, gelas 18%. Nama petrografi andesite (Streckeisen, 1976). Matrik berupa batuan piroklastik pada (PPL) batuan memperlihatkan warna pucat coklat kekuningan dan di (XPL) terlihat berwarna abu-abu kehitaman. Sample batuan ini memiliki tekstur klastika, ukuran butir 1-0,25 mm, sortasi buruk, bentuk butir sub angular-sub rounded, kemas tertutup komposisi kuarsa 11%, mineral opak 9%, masa dasar 80 %. Nama petrografi lithic tuff  (Schmid,1981).
Tabel 4.1. Kolom Litologi Breksi Andesit Jampang (tidak pada skala sebenarnya)

2.  Lava Andesit
  Lava Aandesit memiliki kenampakan dilapangan warna segar abu-abu kehitaman, warna lapuk coklat kekuningan, memiliki tekstur porfiroafanitik, struktur vesikuler (Gambar 4.8).
Secara mikroskopis dengan pengamatan PPL Lava Andesit berwarna putih kekuningan, pengamatan XPL berwarna coklat kehitaman. Sampel batuan memiliki tekstur porfiritik, dengan tingkat kristalisasi magma hipokristalin, inequigranular, bentuk mineral subhedral, komposisi fenokris 57% terdiri dari sanidin 3%, plagioklas 46%, mineral opak 5%, kuarsa 3%, dan masa dasar 43% dengan nama andesite (Streickensen, 1976).
Gambar 4.8  Kenampakan singkapan lava andesit. Lensa menghadap ke arah N 15o E (Foto diambil di LP 15, Desa Bojong)
Tabel 4.2. Kolom Litologi Lava Andesit Jampang (tidak pada skala  sebenarnya)



c.       Penentuan Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur dan lingkungan pengendapan dengan tidak ditemukannya fosil pada satuan ini maka penarikan umur menggunakan umur regional. Berdasarkan kesebandingan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini ciri fisik dengan batuan pada stratigrafi regional. Menurut Supriatna dkk (1992), maka satuan breksi andesit ini merupakan bagian dari Formasi Jampang yang berumur Oligosen-Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dalam hubungan satuan ini dengan satuan dibawahnya tidak diketahui sedangkan hubungan dengan tuf diatasnya adalah selaras.


4.2.2    Satuan Batuan Tuf Jampang
Satuan Batuan Tuf Jampang merupakan satuan batuan lebih muda dari satuan breksi Jampang. Satuan ini disusun secara dominan oleh tuf, umumnya dapat disebandingkan dengan Formasi Jampang, sehingga berdasarkan pada litostratigrafi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), maka satuan ini diberi nama satuan Tuf Jampang. Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional.
a.       Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batuan Tuf Jampang ini menempati ± 45 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif pada bagian barat-timur daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Langkaplancar Desa Cimanggu,Desa Bojong, Desa Jadikarya, dan Desa Karangkamiri. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah- kuat (D1). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang A-A’, satuan ini mempunyai ketebalan ± 175 meter.
b.       Litologi Penyusun
Satuan Batuan Tuf Jampang ini secara dominan disusun oleh tuf dengan warna segar abu-abu cerah dan warna lapuk abu-abu coklat, tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, ukuran butir halus sampai kasar, bentuk butir meruncing, struktur berlapisan, komposisi gelas dan kristal. Umumnya satuan tuf Jampang ini memiliki kemiringan berarah N145o E. Satuan ini umumnya telah mengalami pelapukan, sehingga hanya sedikit singkapan yang masih segar. (Gambar 4.9)
Gambar 4.Kenampakan singkapan Tuf  Jampang.  Lensa menghadap ke arah N 105o E (Foto diambil di LP 3, Desa Karangkamiri)

Pengamatan miskroskopis, Pada pengamatan PPL batuan memperlihatkan warna kuning kemerahan dan pada XPL terlihat berwarna relatif coklat kehitaman. Sample batuan ini memiliki tekstur klastika, ukuran butir 1-0,25 mm, sortasi baik, derajat kebundaran sub angular sampai sub rounded, dan dengan komposisi feldspar 4%, kuarsa 3%,opak 6%, dan masa dasar  87%, dengan ukuran <0,25 mm. Nama petrografi vitrik tuff ( Schmid, 1981).
Tabel 4.3. Kolom Litologi Tuf Jampang (tidak pada skala  sebenarnya)

c.       Penentuan Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur dan lingkungan pengendapan dengan tidak ditemukannya fosil pada satuan ini maka penarikan umur menggunakan umur regional. Berdasarkan kesebandingan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini terdapat ciri fisik batuan pada statigrafi regional yang terdapat pada Peta Geologi Regional Lembar Karangnunggal (Supriatna, dkk, 1992) .maka satuan tuf ini merupakan bagian dari Formasi Jampang yang berumur Miosen Awal dan hubungan satuan Tuf Jampang ini dengan satuan yang diatasnya ialah selaras.
4.2.3   Satuan Batuan Batupasir Pamutuan
Satuan Batuan Batupasir Pamutuan merupakan satuan batuan lebih muda dari satuan tuf Jampang. Satuan ini disusun secara dominan oleh  batupasir, umumnya dapat disebandingkan dengan anggota tuf napalan Formasi Pamutuan, sehingga berdasarkan pada litostratigrafi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), maka satuan ini diberi nama satuan batupasir  Pamutuan Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional.
a.       Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batuan Batupasir Tufan Pamutuan ini menempati ± 15 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif pada bagian tenggara daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Langkaplancar Desa Jadikarya, dan Desa Jadimulya. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan tersayat - kuat (D2). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang B-B’, satuan ini mempunyai ketebalan ± 150 meter.
b.       Litologi Penyusun
Satuan Batupasir Pamutuan ini secara dominan disusun oleh batupasir dengan warna segar abu-abu  cerah hingga kekuningan dan warna lapuk abu-abu-abu kecoklatan tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, dengan struktur berlapis. Umumnya satuan batupasir Pamutuan ini memiliki kemiringan berarah N 150o E. Satuan ini sebagian telah mengalami pelapukan sehingga hanya sedikit dijumpai singkapan yang masih segar. (Gambar 4.10)
Gambar 4.10  Kenampakan singkapan Batupasir Pamutuan.  Lensa menghadap ke arah N 120o E (Foto diambil di LP 31, Desa Jadikarya)

Secara mikroskipis pada pengamatan PPL memperlihatkan warna putih pucat sampai kekuningan, pada pandangan XPL berwarna coklat kehitaman, tekstur klastik, bentuk butir subrounded, kemas terbuka, porositas baik interglanular, komposisi feldspar  62%, mineral opaq 7% , mineral lempung 16%,kuarsa 15% dinamakan feldspathic wacke (pettijohn,1975).
Tabel 4.4. Kolom Litologi Batupasir Pamutuan (tidak pada skala  sebenarnya)
c.        Penentuan Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur dan lingkungan pengendapan dengan tidak ditemukannya fosil pada satuan ini maka penarikan umur menggunakan umur regional. Berdasarkan kesebandingan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini terdapat ciri fisik batuan pada stratigrafi regional yang terdapat pada Peta Geologi Regional Lembar Karangnunggal (Supriatna, dkk, 1992) .maka satuan batupasir ini merupakan bagian dari Formasi Pamutuan yang berumur Miosen Tengah dan hubungan satuan batupasir Pamutuan ini dengan satuan diatasnya ialah tidak selaras (Gambar 4.11).
Gambar 4.11. Kenampakan kontak Satuan Breksi Andesit Jampang dengan Batupasir Pamutuan berada pada Desa Jadimulya LP 82 (lensa mengarah ke N 260 E.

4.2.4   Satuan Batuan Batugamping Terumbu Kalipucang
Satuan Batugamping Terumbu Kalipucang merupakan satuan batuan lebih muda dari satuan batupasir Pamutuan. Satuan ini disusun secara dominan oleh oleh  batugamping terumbu, umumnya dapat dikorelasikan dengan Formasi Kalipucang, sehingga berdasarkan pada litostratigrafi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), maka satuan ini diberi nama satuan batugamping terumbu Kalipucang. Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional.
a.       Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batugamping Terumbu Kalipucang ini menempati ± 5 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif pada bagian timur laut dan timur daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Langkaplancar Desa Bojong, Desa Jadikarya dan Kecamatan Pamarican Desa Sidamulih. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah - kuat (D1) dan satuan geomorfologi perbukitan tersayat-kuat. Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang C-C’, satuan ini mempunyai ketebalan ± 137.5 meter.
b.       Litologi Penyusun
Satuan Batugamping Terumbu Kalipucang ini secara dominan disusun oleh batugamping terumbu dengan warna segar putih kekuningan dan warna lapuk hitam kecoklatan, tekstur non klastik, sortasi buruk, kemas terbuka, bentuk butir agak membulat sampai membulat, struktur masif, breaksi kuat dengan HCL, bagian atas berkembang struktur khas batugamping berupa lapies, tersusun oleh komposisi kalsit, mineral karbonat, fosil foram dan beberapa telah mengalami kristalisasi. (Gambar 4.12)
Gambar 4.12  Kenampakan singkapan Batugamping Terumbu Kalipucang.  Lensa menghadap ke arah N 95o E (Foto diambil di LP 18, Desa Bojong)
Secara mikroskopis pada pengamatan PPL memperlihatkan warna putih keabu-abuan sampai kecoklatan, pada pengamatan XPL memiliki warna merah kehitaman  ukuran butir pasir sedang hingga kasar, bentuk butir sub rounded-rounde  kemas terbuka pemilahan buruk. Batuan ini tersusun oleh fosil 48%, kalsit 19%,micrite 25%,rongga 8%. Nama petrografi batuan packstone (Dunham, 1962).
Tabel 4.5. Kolom Litologi Batugamping Terumbu Kalipucang tidak pada skala  sebenarnya


c.       Penentuan Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur pada satuan ini berdasarkan analisa kandungan fosil foraminifera Plangtonik pada batugamping terumbu, berdasarkan analisa tersebut dapat diketahui satuan Batugamping Terumbu Kalipucang mempunyai kisaran umur N12-N14 (Miosen Tengah) didasarkan oleh hadirnya  fosil Orbulina universa, Globorotalia fohsi, Globorotalia mayeri(lapisan bawah), Globorotalia mayeri, Globorotalia foshi, Globigerinoides Imaturus, dan Orbulina universa (lapisan atas), Globorotalia obesa, Globorotalia siakensis, Globorotalia menardii( lapisan bawah) (Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Kisaran umur foraminifera plangtonik pada satuan batugamping terumbu Kalipucang.

Penentuan lingkungan pengendapan menggunakan kandungan fosil foraminifera bentonik pada batugamping terumbu pada lokasi pengamatan. Batugamping Terumbu Kalipucang diendapkan pada lingkungan neritik dalam sampai neritik tengah. Data tersebut diperjelas dengan hasil analisa fosil benthonik bahwa satuan ini di endapkan di kedalaman 0-100 meter (Bandy, 1967), didasarkan atas hadirnya fosil Textularia globulosa, Amphistegina gobbosa, Elphidium advenum (lapisan bawah), Elphidium advenum, Quiquelculna venusta, Textularia globulosa (lapisan tengah), Textularia globosa, Quiquelculna venusta, Amphistegina lessonii (lapisan atas). Hasil dari fosil bentonik bisa disimpulkan bahwa pada batugamping bagian bawah pengendapannya neritik dalam sampai neritik tengah dan ketika pada batugamping tengah terjadi penurunan muka air laut ke neritik dalam dan pada batugamping bagian atas lingkungan pengendapan berada pada neritik dalam, maka dapat disimpulkan bahwa  satuan Batugamping Terumbu Kalipucang lingkungan pengendapannya dari batugamping bawah sampai batugamping atas mengalami penurunan muka air laut (Tabel 4.7) .

Tabel 4.7. Lingkungan pengendapan pada satuan batugamping terumbu Kalipucang berdasarkan zonas Bandy, (1967).
Hubungan stratigrafi berdasarkan pengamatan dilapangan dan hasil analisa foraminifera plangtonik yang menunjukan satuan ini berumur N12-N14 (Miosen Tengah). Hubungan Satuan Batugamping Terumbu Kalipucang dengan satuan di bawahnya tidak selaras ini dikarenakan umur dan litologi batuan penyusunnya berbeda dengan batuan dibawahnya berbeda.
4.2.5. Korelasi Stratigrafi Regional dan Stratigrafi Lokal Daerah Penelitian
Hasil dari analisis secara keselurusan pada satuan batuan yang terdapat pada daerah penelitian maka, dapat dikorelasikan antara stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional (tabel 4.8).



Tabel 4.8. Kolom stratigrafi regional (Supriatna dkk, 1992) dan stratigrafi lokal daerah penelitian 


Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya



JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LING DIBAWAH INI


CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to " GEOLOGI DAERAH KARANGKAMIRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LANGKAPLANCAR, KABUPATEN PANGANDARAN, PROVINSI JAWA BARAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel