-->

Studi Kontrol Struktur Geologi Terhadap Alterasi Dan Mineralisasi, Kecamatan Gumelar, Ajibarang dan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

Studi Kontrol Struktur Geologi Terhadap Alterasi Dan Mineralisasi, Kecamatan Gumelar, Ajibarang dan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

Model Konseptual Sediment Hosted Replacement Gold Deposite daerah Penelitian (Corbett dan Leach, 1998b)

Penelitian ini dilakukan oleh :
1.         Nama            :Arief Wicaksono,S.T.
2.         Alumni         : STTNAS Yogyakarta
3.           Koordinat   : 07o21'34.1" LS-07o27'1.2" LS 108o57'42.2" BT-109o03'39.3"BT
4.         Tahun           : 2017



A.    Alterasi
1.     Alterasi Argilik
Zonasi alterasi ini menempati ± 10% dari total keseluruhan luasan daerah penelitian (Foto 5.1) dan relatif berada pada bagian Barat. Zonasi alterasi memiliki kenampakan pelamparan yang realtif berarah Tenggara – Baratlaut.
Foto 5.1 (a) Kenampakan singkapan tipe alterasi argilik pada lokasi pengamatan 9 (Koordinat: X: 278872, Y: 9179848, Elevasi 160 m), (b) kenampakan kumpulan dominasi mineral lempung (clay), (c) urat kuarsa yang mengandung mineral sulfida berupa pirit, (d) urat kuarsa yang tertanam pada tubuh batuan yang didominasi mineral lempung. Arah foto; singkapan N 1600 E, parameter N 140 E
Zonasi ini umumnya memberi kesan kenampakan di lapangan berwarna putih keabu-abuan sampai keabuan tua, milky sampai cream, dan terkadang berwarna sedikit kemerahan. Memiliki sifat lunak – keras, lengket serta berkilap lemak jika dirasa pada kulit tangan. Alterasi ini umumnya dijumpai pada satuan batupasir Halang dengan kondisi litologi batuan asal yang sulit diidentifikasi jenis batuanya, dikarenakan kondisi batuan yang hampir sepenuhnya telah mengalami pengubahan (alteration) sehingga tidak ditemukannya keberadaan mineral primer pada tubuh batuan samping. Hal ini, mengasumsikan bahwa tipe alterasi ini relatif mengubah batuan dengan itensitas menegah - kuat. Tipe alterasi ini juga dibeberapa tempat ditemukan bersamaan dengan urat-urat kuarsa (quartz vein) yang didalamnya terdapat mineral-mineral sulfida berupa pirit, dll.


Secara megaskopis di lapangan, himpunan mineral-mineral ubahan yang dominan terlihat pada lokasi singkapan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, adalah didominasi oleh himpunan mineral-mineral berukuran lempung (clay), yang dapat dilihat dan dirasakan melalui tekstur, warna, dan kilapnya. Adapun mineral-mineral ubahan yang terdapat pada zona alterasi ini berupa: kaolinit, illit, kuarsa, klorit. Selain itu, kehadiran mineral-mineral sulfida yang relatif terdapat pada zona ini berupa pirit, dan lain-lain.
Foto 5.3 (a) Kenampakan singkapan tipe alterasi sub-propilitik pada lokasi pengamatan 13 (Koordinat: X: 279666, Y: 9180616, Elevasi 148 m), (b) kenampakan mineral sulfida pirit pada urat kuarsa (quartz vein) dan tubuh batuan samping urat (wallrock) yang telah teralterasi dan memperlihatkan kenampakan mineral klorit. Arah foto; singkapan N 2900 E, parameter N 3150 E.
Adapun lokasi pengamatan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, yaitu: LPW 5, 9, 26, 50, 54, 56, 57, 58, 59, 61, 65, 66, 67, 89, 90, 150, 151, 157, dan 158.
1.     Alterasi Propilitik
Zonasi alterasi ini menempati ± 9% dari total keseluruhan luasan daerah penelitian (Foto 5.2) dan relatif berada pada bagian Barat. Zonasi alterasi juga memiliki kenampakan pelamparan yang realtip berarah Tenggara – Baratlaut dan berada pada bagian luar dari tipe alterasi argilik.
Zonasi ini umumnya memberi kesan kenampakan di lapangan  berwarna putih kehijauan kuat, abu-abu kehijauan putih, abu-abu kehijauan sampai coklat kehitaman. Memiliki sifat lunak – keras.
Foto 5.2 (a) Kenampakan singkapan tipe alterasi propilitik pada lokasi pengamatan 20 (Koordinat: X: 280074, Y: 9180125, Elevasi 153 m), (b) kenampakan kumpulan dominasi mineral klorit berwarna hijau tua, kaolin, kuarsa, dan mineral monmorilonit. Arah foto; singkapan N 2840 E
Alterasi ini juga umumnya dijumpai pada satuan batupasir Halang dengan kondisi litologi batuan asal yang sulit diidentifikasi jenis batuan asalnya, dikarenakan kondisi batuan yang hampir sepenuhnya telah mengalami pengubahan (alteration) sehingga tidak ditemukannya keberadaan mineral primer pada tubuh batuan samping. Hal ini, mengasumsikan bahwa tipe alterasi ini juga relatif mengubah batuan dengan itensitas menegah - kuat. Tipe alterasi ini juga dibeberapa tempat ditemukan bersamaan dengan urat-urat kuarsa (quartz vein) yang didalamnya terdapat mineral-mineral sulfida berupa pirit, dll.
Secara megaskopis di lapangan, himpunan mineral-mineral ubahan yang dominan terlihat pada lokasi singkapan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, adalah didominasi oleh himpunan mineral-mineral klorit, kalsit, kaolin, illit, kuarsa, dan mineral berukuran lempung (clay), yang dapat dilihat dan dirasakan melalui tekstur, warna, dan kilapnya. Selain itu, kehadiran mineral-mineral sulfida yang relatif terdapat pada zona ini berupa pirit, dan lain-lain.
  Adapun lokasi pengamatan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, yaitu: LP 2, 6, 7, 19, 20, 62, 63, 70, 72, dan 149.
2.     Alterasi Sub-propilitik
Zonasi alterasi ini menempati ± 16% dari total keseluruhan luasan daerah penelitian dan relatif berada pada bagian Barat. Zonasi alterasi juga memiliki kenampakan pelamparan yang relatif berarah Tenggara – Baratlaut dan berada pada bagian luar dari tipe alterasi propilitik.
Zonasi ini umumnya memberi kesan kenampakan di lapangan berwarna abu kehijauan, abu-abu kehijauan putihan, dan kecoklatan. Memiliki sifat keras. Alterasi ini juga umumnya dijumpai pada satuan batupasir Halang dengan kondisi litologi batuan asal yang masih dapat diidentifikasi jenis batuan asalnya, hal ini, mengasumsikan bahwa tipe alterasi ini relatif mengubah batuan dengan intensitas lemah. Tipe alterasi ini juga dibeberapa tempat ditemukan bersamaan dengan urat-urat kalsit.
Secara megaskopis di lapangan, himpunan mineral-mineral ubahan yang dominan terlihat pada lokasi singkapan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, adalah didominasi oleh himpunan mineral-mineral klorit, kaolin, kalsit, kuarsa, dan mineral berukuran lempung (clay) lainya, yang dapat dilihat dan dirasakan melalui tekstur, warna, dan kilapnya. Selain itu, kehadiran mineral-mineral sulfida yang relatif terdapat pada zona ini berupa pirit.
Adapun lokasi pengamatan tipe alterasi ini pada daerah penelitian, yaitu: LP 13, 16, 87, 153, 154, 155, dan 156.
1.     Hasil Analsis XRD (X-ray Diffraction)
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, batuan terubah banyak ditemukan pada satuan breksi Halang dan satuan batupasir Halang pada batuan samping. Perubahan batuan memiliki variasi mulai dari terubah lemah hingga terubah total. Diperoleh tiga zona alterasi mengacu pada Corbett and Leach, 1998 (Gambar 5.2) antara lain:
1.     Zona Kaolin – Dickit – Smectite - Illite – Kuarsa - Andalusite (Tipe Argilik)
2.     Zona Epidot – Chlorite – Quartz – Adularia – Dolomite (Tipe Propilitik)
3.     Zona Klorit – Kaolin – Kalsit±Kuarsa (Tipe Sub-Propilitik)
Hasil pengamatan batuan ubahan di lapangan menunjukkan beberapa kecenderungan dimana conto batuan mempunyai karakter fisik yang keras hingga lunak. Kemudian berdasarkan hasil analisis X-ray Diffraction (XRD) pada conto batuan terubah (Tabel 5.1)
1.    Zona Kaolin – Dickit - Smectite – Illite – Kuarsa (Tipe Argilik)
Hasil pengamatan megaskopis pada conto batuan LP 62, LP 63, LP 64, LP 66, LP 67, LPW 201, LPW 202, LPW 203 dijumpai bahwa tipe alterasi argilik menunjukkan suatu himpunan mineral lempung kaolin dengan warna putih. Zona ini ditandai dengan himpunan mineral utama berupa kuarsa, dickit, illit, galena dan pirit.
Analisis XRD (X-Ray Diffraction) menunjukkan himpunan mineral yang beragam serta tidak ditemukannya mineral primer yang menjadikan sampel batuan teralterasi sempurna (Gambar 5.3). Mineral yang dijumpai berupa himpunan mineral kaolin (Al2H4O9Si2) dengan persentasi kehadiran mineral antara 5 % - 30 %. Sedangkan kehadiran mineral andalusit (Al2O5Si) dijumpai pada semua sampel conto batuan teralterasi kecuali pada LP 62, dengan persentasi kehadiran mineral ini antara 3 % - 18.9 %. Selain itu kandungan mineral lain yang juga hadir berupa mineral Dickite (AL2H4O9Si2), mineral ini hampir hadir pada conto batuan teralterasi terkecuali pada conto batuan LP 121, persentasi kehadiran mineral ini pada conto batuan teralterasi antara lain 1% - 20.9%. Mineral terakhir yang dapat mencirikan dari tipe alterasi argilik merupakan mineral Illite (Al2H2KO12Si4). Mineral ini hadir pada setiap conto batuan alterasi yang hadir dengan persentasi antara 5 % - 33 %.
Hasil dari analisis XRD (X-Ray Diffraction) menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan suhu dari conto batuan teralterasi ini berdasarkan klasifikasi Corbett and Leach, 1996 masuk kedalam group kaolin dengan perkiraan temperatur 180°C - 300°C serta dengan pH mendekati netral. Adapun kehadiran mineral lain (lampiran 8) seperti kuarsa, pirit, galena, arsenopirit (Morrison, 1997).
2.     Zona Epidot – Klorit – Kuarsa – Feldspar – Kalsit (Tipe Propilitik)
Hasil pemetaan geologi (alterasi) zona ini dijumpai pada satuan batupasir Halang. Berdasarkan analisis megaskopis terhadap conto batuan teralterasi pada LP 57, LP 58, LP 59, Lp 92, LP 93, dan LP 108, zona ini hadir menempati daerah sempit, dan umumnya berada di bagian luar dari zona alterasi argilik. Zona ini memperlihatkan warna abu – abu kehijauan, tersusun oleh mineral klorit, epidot, kuarsa, kalsit, karbonat, dan pirit dalam bentuk diseminasi teroksidasi lemah mengisi rekahan.
Hasil analisis XRD (X-Ray Diffraction) dari semua conto LP yang telah disebutkan di atas, muncul mineral karbonat, klorit dan epidot (Gambar 5.38) pada setiap conto batuan teralterasi. Mineral klorit (AlFeH4Mg2O9Si) hadir pada conto batuan teralterasi dengan persentasi kehadiran mineral antara 8 % - 44,4 %. Kehadiran mineral lain merupakan mineral epidot (Al2Ca2FeHO13Si3), mineral ini hadir dengan persentasi kehadiran mineral antara 3 % - 20,4 %. Adapun mineral yang sebagai penciri dari zona ini merupakan mineral kalsit atau karbonat (C Ca O3 atau C2 Ca Mg O6), persentasi kehadiran mineral ini antara 1,3 % - 24,4 %. Mineral lain yang mendominasi hadir pada zona alterasi ini antara lain kuarsa dan Feldspard dengan persentasi yang terbilang sangat kecil.
Alterasi propilitik ini biasanya disebabkan oleh larutan hidrotermal yang banyak mengandung Ca, H2O, dan CO2 serta sedikit H+ (Pirajno, 1992). Kehadiran mineral karbonat (kalsit, klorit, adularia) menunjukkan bahwa pH fluida netral (Corbett and Leach, 1993, White dan Hedenquist, 1995)
3.     Zona Klorit – Kaolin – Kalsit – kuarsa (Tipe Sub-Propilitik)
Hasil pemetaan geologi (alterasi) zona ini dijumpai pada satuan batupasir Halang. Berdasarkan analisis megaskopis terhadap conto batuan teralterasi pada LP 19 dan LP 123, zona ini berada pada bagian luar zona alterasi propilitik. Pada zona ini memperlihatkan warna abu-abu kehijauan dan kecoklatan, tersusun oleh mineral klorit, kaolin, kalsit, dan kuarsa serta memiliki sifat yang keras sehingga dapat disimpulkan memiliki intensitas yang lemah.
Gambar 5.38 Himpunan mineral alterasi pada daerah telitian berdasarkan Corbett dan Leach, 1998b

Hasil analisis XRD (X-Ray Diffraction) dari kedua conto batuan alterasi masih terdapat mineral kaolin (Al2H4O9Si2) dengan persentasi antara 12 % - 30,5 %, sedangkan untuk mineral klorit (AlFeH4Mg2O9Si) berada pada persentasi antara 15,3 % - 20,4 %. Adapun mineral dengan perbedaan yang cukup besar yaitu mineral epidot (Al2Ca2FeHO13Si3), pada LP 19 mineral ini menempati persentasi sebesar 11,4 % dan Lp 123 hanya menempati 1,5 %. Mineral terakhir yang terdapat pada zona (alterasi) ini yaitu kalsit (C Ca O3), persentasi kehadiran mineral ini antara 14 % - 21 %.
Gambar 5.39 Hasil salah satu Analisis X-Ray Diffraction (XRD) pada conto batuan teralterasi LP 122

Gambar 5.40 Hasil salah satu analisis X-Ray Diffraction (XRD) pada conto batuan teralterasi LP 108
Tabel 5.18 Persentase himpunan mineral pada conto batuan teralterasi daerah penelitian

Tabel 5.19 Karakteristik Lingkungan Pembentukan Endapan (Corbett and Leach, 1998b)
Sediment hosted gold mineralization (Tabel 5.19) pada daerah Paningkaban dikontrol oleh pembentukkan dari struktur geologi dan kontrol litologi. Kontrol struktur geologi hasil dari reaktifasi kerangka tektonik yang bervariasi berdasarkan dari skala waktu geologi, dan deformasi regangan (Strain) merupakan reaktifasi kembali kerangka tektonik cekungan Serayu Selatan menjadi sub-cekungan Serayu Selatan ataupun dapat dikatakan sebagai reaktifasi struktur geologi pada basement. Kontrol litologi dilengkapi dengan kehadiran tipe batuan permeable carbonate dan terubah oleh alterasi dolomitisasi. Intrusi andesit bertindak sebagai batuan penutup yang bersifat impermeable lokal dan terubah menjadi tatanan ore-hosting batuan karbonat.
Kontrol struktur geologi mendemonstrasikan reaktivasikan struktur geologi yang telah ada. Ekstensi pada kurun Miosen Akhir yang berorientasi pada NW-SW yang merupakan sesar regime oblique compressive Strike-Slip Fault (Zoback, 1992), dan menyediakan lingkungan pengendapan untuk batuan karbonat yang menutupi batuan basement dan mengedapkan material vulkanisme pada cekungan Serayu Selatan. Pada Miosen akhir terjadinya reaktifasi kembali struktur geologi dan mengakibatkan adanya Stress regime Strike-Slip (Asikin, 1974) dari arah yang sama dan menyediakan tempat kembali untuk terendapkannya batuan karbonat yang bersamaan dengan material vulkanisme pada Pliosen awal. Kompresi yang terjadi pada susunan batuan karbonatan menciptakan lipatan flexural slip dengan arahan sumbu perlipatan NW-SE dan relative N-S. Intrusi andesit yang memiliki arahan orientasi sumbu NW-SE secara lokal tersesar naikan dengan besar sudut penunjaman yang besar  dan menutup tatanan  batuan sedimen yang berumur lebih muda dari batuan intrusi andesit ini.
Perubahan stress regime selama kurun waktu Pliosen (Gambar 5.16) membentuk mineralisasi dengan elemen dilasional dari kerangka struktur yang sama. Fluida magmatisme naik untuk daerah mineralisasi Paningkaban dan sekitarnya dan memiliki hosted pada struktur dengan arahan NW-SE, serta mempengaruhi terhadap tatanan batuan yang menutupi di atasnya. Hal ini dikarenakan pendelasian oleh pergerakan sesar sinistral (pergerakan ke sebelah kiri) Strike-Slip. Struktur NNW pada period ke 2 pada pola struktur (gambar 5.24) secara lokal mengalami zona penaikan fluida magmatisme pada penampang sesar deliniasi, serta adanya perpindahan mineralisasi setelah periode reaktifasi sesar.
Gambar 5.41 Model Konseptual Sediment Hosted Replacement Gold Deposite daerah Penelitian (Corbett dan Leach, 1998b)
Alterasi dan mineralisasi daerah Paningkaban dan sekitarnya terjadi pada batuan batupasir karbonatan Halang dengan ekstensional lokal yang mengenai dan mengakibatkan adanya aliran fluida magmatisme naik pada batuan intrusi andesit. Adapun 4 (empat) tahapan dari aktivitas hidrotermal (Gambar 5.42) yang dapat dikenali antara lain:
1.   Dekalsifikasi dan silifikasi terjadi dikarenakan adanya pergantian (replacement) dari karbonat dari batupasir Halang dan merubahnya menjadi serisit yang berdekatan dengan sesar utama (major fault), serta batuan sedimen breksi, dan bersamaan dengan kontak batuan intrusi andesit yang berada di atasnya. Volume fluida magmatis berkurang berasosiasi dengan perubahan karbonat menjadi serisit. Oleh proses dolomitisasi membentuk porositas kedua. Zona lokal dari dekalsifikasi, tanpa pergantian dolomit, menjadi batas dari dolomitisasi. Ini merupakan bahan pertimbangan yang memiliki pH kurang dari netral yang di sikulasikan oleh air meteorik yang menyebabkan alterasi tahap awal. 
2.   Silifikasi  yang secara intensif ataupun signifikan merupakan hasil dari pengisian pembukaan/zona ekstensional stress regime yang berarah NNW serta bersamaan dengan pengisian zona bukaan tersebut oleh material karbonat (batupasir karbonat/ batugamping Halang) yang telah mengalami dolomitisasi mengalami penurunan  dan disimpulkan (Corbett and Leach, 1998b)  bergerak menjauh dari daerah aliran fluida magmatis, dan menuju aliran fluida meteorik. Batuan ataupun vein dari vuggy-silica dispekulasikan telah berkembang secara lokal di daerah zona ekstensional stress regime berkembang secara lokal mengalami leaching karbonat oleh fluida pH yang kurang netral. Perubahan batuan alterasi yang berada di atas batuan andesit dikategorikan menjadi zona smektit-klorit pada kedalaman yang rendah/ dangkal, dan mengalami perubahan menjadi Kaolinite-interlayered clays-gypsum pada zona yang lebih dalam. Kaolinite dan illite secara lokal menggantikan dolomitisasi dari batuan karbonat pada stage pertama dan tahap pembentukan mineral ankerite (Reyes, 1995), dan di tempat-tempat terjadinya stage kedua dalam proses alterasi di Paningkaban.
3.   Fase utama dalam mineralisasi emas (Tabel 5.21) di daerah Paningkaban merupakan asosiasi dengan deposisi kuarsa-Sulfida selama proses polyphasal brecciation (breksiasi hidrotermal) dari hasil alterasi batuan karbonat ataupun dari proses dolomitisasi batuan karbonat pada fase pertama. Mineral barit (BaSO4) yang memiliki ukuran butir yang kasar secara lokal didepositkan bersamaan dengan kuarsa-sulfida, dan secara umum tergantikan (replacement) menjadi kuarsa pada akhir fase ketiga. Secara bersamaan illite hadir (intergrown) bersamaan dengan kuarsa yang dapat menjadi diindikasikan sebagai deposit temperatur antara 200° C - 250° C. Awal dari sulfidasi secara sederhana terdiri dari, pirit (FeS2) berbutir kasar yang hadir bersamaan (intergrown) dengan proses dolomitisasi batuan karbonat selama aktifitas fase pertama  dan dengan breksia kuarsa pada awal fase ketiga.  Pada fase ketiga secara progresif menjadi kaya akan arsenik (As)  dan dalam fase ini awalnya pirit (FeS2) menjadi berbentuk rhombik arsenikal pirit yang tumbuh (intergrown) bersamaan dengan kuarsa menjadi matriks breksi hidrotermal, yang secara lokal bergradasi menjadi arsenopyrite (FeAs). Adanya korelasi positif yang kuat antara gold grades dengan kandungan arsenikal pirit (Arehart,et.,al 1993). Emas merupakan native mineral yang berasosiasi dengan mineral arsenikal pirit (FeAsS) dengan ukuran submicron (<10 mikron). Nilai emas tertinggi terdapat dalam breksi silifikasi polyphasal yang berletak secara melurus terhadap zona struktur feeder dari zona ekstensional stress regime (fluida upflow) ataupun dapat dikatan di daerah penelitian bertepat pada daerah Paningkaban hingga Gumelar. Kandungan emas tertinggi di ukur dalam ketebalan x grade, menurun secara intensif dan progresif dari zona upflow menuju zona aliran keluar dari kontrol litologi secara tertekan menuju ke bawah intrusi andesit (Gambar 5.42). Pirit yang tumbuh (intergrown) bersamaan dengan kaolinit pada akhir fase ketiga dan awal fase keempat menjadi pirit dengan butir yang lebih halus dan menjadi framboidal pyrite  dan secara kuantitas lebih banyak di bandingkan fase-fase kehadiran mineral pirit sebelumnya. Pendinginan yang begitu cepat setelah proses mineralisasi utama, cubanite (CuFe2S3) menjadi tahap awal dan memulai fase sulfidasi kembali dimana bersamaan dalam pengisian rekahan pada stage kedua dan stage ketiga yang merupakan kuarsa vein dan calcite vein pada zona yang lebih dangkal ataupun zona peripheral menuju tubuh bijih utama.
Fase terakhir yaitu pengkayaan (Supergene) dari tipe High State Sulphidation kehadiran mineral Bornit (Cu5 FeS4) dan mineral covellite (CuS).
Gambar 5.42 Konseptual Proses alterasi dan pergantian (replacement) mineralisasi daerah Penelitian (Corbett and Leach, 1998b pp 99)
B.    Mineralisasi
Mineralisasi yang terdapat pada daerah penelitian (Foto 5.4) relatif berasosiasi terhadap urat kuarsa (vein ataupun veinlets), pada satuan batupasir Halang, serta pada tubuh intrusi yang ada pada daerah penelitian. Mineralisasi bijih yang terdapat pada daerah penelitian berupa mineral-mineral sebagai berikut:
1.     Pirit (FeS2)
2.     Kalkopirit (CuFeS2)
3.     Galena (Pbs)
4.     Bornit (Cu5FeS4)
5.     Magnetit (Fe3O4)
6.     Emas (Au)
Foto 5.4 Foto sampel mineralisasi bijih pada Daerah Paningkaban dan Sekitarnya, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.20 Stage Mineralisasi daerah penelitian

C.    Zonasi Tekstur Urat Daerah Penelitian
Endapan urat di daerah penelitian secara umum memiliki arah baratlaut-tenggara (Isyqi, 2014). Mengacu pada model hubungan struktur dan alterasi - mineralisasi oleh Corbett dan Leach (1997), pola urat yang ada di daerah penelitian adalah pola en echelon. Pola en echelon ini terbentuk karena adanya dua buah sesar geser sinistral  yang  terletak bersebelahan  yaitu  Sesar Mendatar Kiri Naik Babakan dan Sesar Mendatar Kiri Naik Cogrek. Kedua sesar geser tersebut memiliki arah tegasan baratdaya- timurlaut dan diinterpretasikan sebagai sesar antitetik dari sesar besar regional Pamanukan- Cilacap yang teraktifkan kembali pada kala Miosen akhir (Agusto, 2014). Selanjutnya terjadilah proses pengisian rekahan berpola en echelon oleh larutan hidrotermal sehingga menghasilkan endapan urat epitermal di daerah penelitian. Menurut (Indarto et al., 2014) terbentuknya mineralisasi emas dan logam dasar di  daerah  penelitian  disebabkan  oleh  beberapa hal. Pertama, karena pengaruh terobosan batuan andesit-basaltik Formasi Kumbang berbentuk Sill ataupun dyke dan kedua karena pengaruh terobosan urat-urat kuarsa-kalsit yang membawa logam (Idrus, 2013). klasifikasi tekstur urat oleh (Morrison et al., 1990) tekstur urat di daerah penelitian dikelompokkan menjadi empat yaitu kelompok Lattice Bladed, kelompok Cockade, kelompok Saccharoidal, dan kelompok Sulfide Banded-Disseminated Sulfide. Masing-masing tekstur tersebut memiliki karakteristik tersendiri (Idrus, 2013) yang dapat dikenali baik secara megaskopis maupun mikroskopis. Karakteristik tersebut juga tercermin dari mineral pembentuknya serta kandungan bijih yang hadir bersama masing- masing tekstur.
1.               Tekstur Lattice Bladed
Tekstur urat Lattice Bladed merupakan tekstur yang paling banyak dijumpai di daerah penelitian.  Secara megaskopis, tekstur ini dicirikan dengan kehadiran mineral kalsit atau kuarsa berbentuk pipih dan menjarum (acicular) yang saling berpotongan satu sama lain (Foto 5.5). Menurut Morisson et al. (1990) tekstur Lattice Bladed tergolong tekstur penggantian (replacement). Di daerah penelitian, tekstur Lattice Bladed yang dijumpai dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaan komposisi penyusunnya. Jenis pertama adalah tekstur Lattice Bladed yang hanya tersusun oleh kalsit (Lattice Bladed kalsit), sedangkan jenis lainnya adalah tekstur Lattice Bladed yang tersusun dari mineral kalsit yang tergantikan (replaced) sebagian oleh kuarsa. Perbedaan komposisi tersebut dapat diketahui baik secara megaskopis maupun secara mikroskopis. Kenampakan tekstur Lattice Bladed di bawah mikroskop polarisasi akan memperlihatkan adanya rongga diantara perpotongan mineral kalsit atau kuarsa yang berbentuk menjarum (Foto 5.6). Mineral kalsit merupakan mineral yang umum dijumpai pada urat epitermal selain kuarsa. Deposisi mineral kalsit dari larutan hidrotermal akan terjadi jika unsur karbondioksida (CO2) terlepas dari larutan tersebut.  Menurut  Moncada  et  al  (2012) Morfologi kalsit yang pipih (bladed) pada tekstur Lattice Bladed erat kaitanya dengan kondisi boiling yang terjadi pada sistem geotermal. Tekstur urat Lattice Bladed merupakan tekstur yang paling banyak dijumpai di daerah penelitian.  Pada kondisi boiling, terjadi pelepasan karbondioksida menjadi fasa uap.  Proses lepasnya karbondioksida menjadi fasa uap tersebut berlangsung dengan cepat sehingga pertumbuhan kristal kalsit menjadi sangat cepat pula. Akibatnya, kristal kalsit tidak dapat terbentuk secara sempurna (hexagonal) melainkan berbentuk pipih. Sedangkan pada Lattice Bladed   kalsit yang terganti kuarsa hal tersebut   terjadi   karena   kalsit   memiliki sifat kelarutan yang retrograde yaitu sifat kelarutan yang meningkat ketika terjadi penurunan temperature serta pH   di   sekitarnya.   Dengan demikian, ketika larutan hidrotermal yang melewatinya mengalami pendinginan maka kalsit akan semakin larut dan terganti oleh silika yang terkandung dalam larutan hidrotermal. Berdasarkan analisis mineragrafi yang dilakukan mineral  bijih  yang  hadir  bersama  tekstur  ini antara  lain  adalah  galena,  pirit,  sfalerit, kalkopirit, arsenopirit, emas, dan perak (Foto 5.7).
Foto 5.5 Kenampakan tekstur Lattice Bladed secara megaskopis yang memperlihatkan mineral kalsit atau kuarsa berbentuk pipih dan menjarum (acicular) yang saling berpotongan satu sama lain
Foto 5.6 Kenampakan tekstur Lattice Bladed di bawah mikroskop polarisasi menunjukkan adanya rongga diantara mineral kalsit yang berbentuk menjarum.
Foto 5.7 Sayatan poles urat bertekstur Lattice Bladed menunjukkan adanya mineral pirit (py), kalkopirit (cp), sfalerit (sph), galena (gn), dan emas (au).
2.               Tekstur Cockade
Tekstur cockade secara megaskopis dicirikan dengan adanya suatu mineral yang tampak menyelimuti fragmen dalam tubuh urat (Foto 5.8) Tekstur cockade termasuk tekstur urat primer menurut klasifikasi Morisson et al., (1990). Di daerah penelitian mineral yang membentuk urat cockade tersebut adalah mineral kalsit. Fragmen yang diselimuti oleh kalsit tersebut umumnya adalah batuan samping (wall rock) urat. Tekstur cockade dibawah mikroskop polarisasi menunjukkan kenampakan yang sama seperti megaskopisnya yaitu adanya fragmen batuan samping yang diselimuti mineral kalsit (Foto 5.9) Tekstur cockade terbentuk ketika larutan hidrotermal melewati suatu tubuh breksi dalam lingkungan epitermal. Matriks breksi yang biasanya berpori menjadi salah satu jalan bagi larutan hidrotermal untuk menuju kepermukaan. Ketika sedang melewati matriks tersebut, terjadilah deposisi atau pengendapan kalsit diantara fragmen breksi. Deposisi kalsit terjadi karena larutan hidrotermal kehilangan kandungan karbondioksida (CO2) di dalamnya. Salah satu peristiwa yang dapat menyebabkan lepasnya karbondioksida tersebut adalah pendidihan atau boiling.   Sehingga dapat   diinterpretasikan   bahwa tekstur cockade yang ditemukan di daerah penelitian kemungkinan terbentuk di dekat zona boiling. Interpretasi ini dapat menjelaskan mengapa tekstur urat cockade yang ditemukan di daerah penelitian cenderung berkomposisi karbonat dan bukan silika. Mineral bijih yang berasosiasi dengan tekstur cockade antara lain adalah   pirit,   kalkopirit,   sfalerit,   dan   perak (Foto 5.10).
Foto 5.8 Kenampakan tekstur Cockade secara megaskopis yang memperlihatkan adanya fragmen batuan samping yang diselimuti urat kalsit
Foto 5.9 Kenampakan tekstur Cockade secara megaskopis yang memperlihatkan adanya fragmen batuan samping yang diselimuti urat kalsit
Foto 5.10 Sayatan poles urat bertekstur Cockade menunjukkan adanya mineral pirit (py), kalkopirit
3.               Tektur urat saccharoidal
Tektur urat saccharoidal termasuk tekstur primer (Morisson et al, (1990) dan dicirikan dengan adanya kristal mineral yang berbentuk kotak sehingga menyerupai gula (Foto 5.11). Tekstur saccharoidal yang ditemui di daerah penelitian memiliki dua komposisi yang berbeda yaitu berkomposisi karbonat dan karbonat yang terganti (replaced) menjadi silika. Pembentukan tekstur saccharoidal dengan komposisi karbonat terjadi karena kondisi yang ada lebih memungkinkan untuk mengendapkan kalsit dari pada kuarsa.  Terbentuknya kristal kalsit berbentuk euhedral namun berukuran halus dikarenakan kecepatan pengendapan dan kristalisasi kalsit. Tekstur saccharoidal dengan komposisi karbonat yang terganti silika menunjukkan bahwa terdapat larutan hidrotermal baru yang melewati tekstur saccharoidal kalsit sehingga kalsit larut dan terganti oleh silika.  Di bawah mikroskop polarisasi, tekstur saccharoidal menunjukkan kenampakan mineral kalsit atau kalsit terganti kuarsa yang berzona (zonal calcite/quartz) seperti pada (Foto 5.12). Mineral bijih yang berasosiasi dengan tekstur saccharoidal antara lain adalah pirit, galena, sfalerit, kalkopirit, perak (Foto 5.13).
Foto 5.11 Kenampakan tekstur saccharoidal secara megaskopis yang memperlihatkan adanya butiran mineral kalsit berbentuk gula
Foto 5.11 Kenampakan tekstur saccharoidal di bawah mikroskop polarisasi menunjukkan adanya kenampakan zoned calcite
Foto 5.12 Sayatan poles urat bertekstur saccharoidal menunjukkan adanya mineral pirit (py), kalkopirit (cp), sfalerit (sph), galena (gn), dan perak (ag).
4.     Tekstur Sulfide banded
Secara megaskopis, tekstur Sulfide banded dicirikan dengan adanya suatu layer sulfida berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu gelap yang berselingan dengan layer mineral lain (Foto 5.13). Di daerah penelitian, layer sulfida tersebut umumnya berselingan dengan layer kalsit. Sedangkan disseminated sulfide secara megaskopis ditunjukkan dengan adanya diseminasi (penyebaran) mineral sulfida secara acak pada tubuh urat (Foto 5.14).
Foto 5.13 Kenampakan tekstur Sulfide banded secara megaskopis yang memperlihatkan perselingan antara layer sulfida dengan layer kalsit.
Layer sulfida maupun sulfida yang menyebar umumnya mengandung mineral sulfida yang bervariasi dengan ukuran yang beragam pula mulai dari yang berukuran sangat halus (very fine grained sulfide) sampai yang berukuran kasar (coarse grained sulfide). Mineral sulfida yang teramati pada tekstur ini antara lain adalah pirit, sfalerit, galena, kalkopirit, dan arsenopirit, sedangkan logam mulia yang juga hadir adalah perak dan emas (Foto 5.15).
Foto 5.14 Sayatan poles urat bertekstur Sulfide banded dan Disseminated Sulfide menunjukkan adanya mineral pirit (py), arsenopirit (apy), sfalerit (sph), galena (gn), dan perak (ag) dan emas (au).
Foto 5.15 Sayatan poles urat bertekstur Sulfide banded dan Disseminated Sulfide menunjukkan adanya mineral pirit (py), arsenopirit (apy), sfalerit (sph), galena (gn), dan perak (ag) dan emas (au).
Berdasarkan model zonasi tekstur urat oleh (Morrison et al., 1990) zona super Crustiform – Colloform (CC) merupakan tempat akumulasi logam mulia seperti emas dan perak, sementara zona super Crystalline Quartz (X) merupakan tempat akumulasi logam dasar seperti galena, sfalerit dan kalkopirit.. Berdasarkan hasil análisis AAS diketahui bahwa urat di daerah penelitian memiliki kandungan logam mulia dan logam dasar yang cukup tinggi yaitu mencapai 52 ppb untuk kandungan emas dan mencapai 3055 ppb untuk kadar perak seperti ditunjukkan pada Dalam model zonasi tekstur urat dari (Morrison et  al.,  1990)  di atas, terdapat pula hubungan antara tekstur urat dengan temperatur pembentukan mineralisasi. Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa urat dari daerah  penelitian  memiliki  kadar  Au  terendah 52 ppb dan tertinggi 3055 ppb, sedangkan kadar  Ag  terendah  <5  ppm  dan  tertinggi  114 ppm. Tingginya kadar Au tersebut dapat menjadi bukti tambahan bahwa daerah penelitian termasuk zona super   Crustiform – Colloform (CC) yang terletak pada zona boiling. Zona tersebut merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi emas, sebab ketika boiling berlangsung maka akan terjadi pelepasan gas hidrogensulfida (H2S) dari larutan hidrotermal. Lepasnya gas hidrogen sulfida tersebut membuat emas yang dibawa oleh larutan hidrotermal mengendap. Hal ini dikarenakan gas hidrogen sulfida merupakan agen pembawa emas. Sehingga ketika tidak terdapat lagi agen yang membawanya, maka emas akan mengendap. Sedangkan melimpahnya kandungan logam dasar seperti galena, kalkopirit dan sfalerit menjadi bukti bahwa urat pada daerah penelitian masuk pada zona super Crystalline Quartz (X) yang terletak di bawah zona boiling dengan temperatur pembentukan yang lebih tinggi. Berdasarkan pengukuran inklusi fluida yang pernah dilakukan oleh peneliti lain menunjukkan bahwa temperatur mineralisasi daerah penilitian berkisar pada suhu 175º - 310ºC (Sudarsono et al.,  2010)  dan  165º  -  310ºC  (Yulianti  et  al.,2012). Jika mengacu pada model zonasi tekstur urat oleh (Morrison et al.,   1990) kisaran temperatur  tersebut  termasuk  pada  zona  super Chalsedonic  (CH)  bagian  bawah,    zona  super Crustiform  –  Colloform  (CC)  dan  zona  super Crystalline Quartz (X). Hal ini menunjukkan bahwa antara hasil pengukuran inklusi fluida dengan tekstur urat yang ditemukan di daerah penelitian ternyata masih menunjukkan hubungan yang relevan.  Periode mineralisasi derah penelitian menurut (Sudarsono et al. 2010) paling tidak terjadi selama 3 perioda mineralisasi yaitu: Kuarsa + kalsit + galena + sfalerit ±pirit, kalsit ± kuarsa + kalkopirit +pirit, dan kalsit ± kuarsa. Batuan pembawa bijih logam (ore bearing rocks) pada sistem mineralisasi daerah penelitian adalah batuan   andesit   basaltik   dan   basalt   anggota Formasi Kumbang serta sejumlah urat kalsit- adularia-kuarsa-berlogam (Indarto et al. 2014). Mengacu pada berbagai referensi kebumian (e.g Ansori  and  Puswanto  2009,  Sudarsono  et  al.,2010, Yulianti et al., 2012, Idrus et al., 2013, Indarto et al., 2014). Karakteristik alterasi dan mineralisasi di daerah Paningkaban (Tabel 5.21) ini secara umum menunjukkan adanya kesamaan dengan tipe endapan bijih epitermal sulfidasi rendah seperti yang dikemukakan oleh (White dan Hedenquist, 1995). Melimpahnya mineral karbonat serta tingginya kadar emas di daerah penelitian juga mengindikasikan bahwa daerah penelitian termasuk dalam tipe alterasi – mineralisasi (Sediment Hosted Replacement Gold Deposite berdasarkan Corbett and Leach, 1998b).
Tabel 5.21 Distribusi kandungan logam mulia dan logam dasar yang terdapat pada conto urat daerah Paningkaban (Idrus, 2013)
Gambar 5.43 Zonasi tekstur urat Derah Penelitian berdasarkan model Model zonasi tekstur urat dari Morisson, et al, (1990), yang merupakan modifikasi dari Buchanan (1981). Derah Penelitian masuk ke dalam zona super Crustiform Colloform (CC) yang merupakan tempat akumulasi logam mulia (Au, Ag) dan zona super Crystalline Quartz (X) yang merupakan tempat akumulasi logam dasar (Cu, Pb, Zn, As)

1.     Hasil Analisis Petrografi
Berdasarkan hasil 5 sampel urat kuarsa (quartz vein) pada sumur tambang emas rakyat pada daerah penelitian (Foto 5.16) untuk keperluan analisis petrografi, didapatkan hasil analisis, sebagai berikut:
Foto 5.16 Sampel analisa mineralgrafi pada daerah penelitian
Foto 5.17 (Kiri) Pengamatan XPL dan PPL, (kanan) pengamatan megaskopis, dijumpai batuan telah mengalami alterasi kuat dengan jenis alterasi calsite silica clay alteration pada zona vein zone - argillic, pada lokasi pengamatan 09
Foto 5.18 (Kiri) Pengamatan XPL dan PPL, dijumpai batuan telah mengalami alterasi kuat dengan jenis alterasi silica calcite alteration pada zona vein zone, pada lokasi pengamatan 25
Foto 5.19 (Kiri) Pengamatan XPL dan PPL, (kanan) pengamatan megaskopis, dijumpai batuan telah mengalami alterasi kuat dengan jenis alterasi calcite silica alteration pada zona vein zone , pada lokasi pengamatan 29
Foto 5.20 (Kiri) Pengamatan XPL dan PPL, (kanan) pengamatan megaskopis, dijumpai batuan telah mengalami alterasi kuat dengan jenis alterasi calcite sulphides silica alteration pada zona breccia zone , pada lokasi pengamatan 36
Foto 5.21 (Kiri) Pengamatan XPL dan PPL, (kanan) pengamatan megaskopis, dijumpai batuan telah mengalami alterasi kuat dengan jenis alterasi calcite silica alteration pada zona vein zone , pada lokasi pengamatan 47
2.     Hasil Analisis AAS masing-masing Mineral Bijih
Tabel 5.22 Hasil analisis AAS (Atomic Absorbtion Spectrometri) mineral bijih aurum/gold (Au) Daerah Paningkaban dan sekitarnya, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah.
Gambar 5.44 Diagram batang Hasil analisis AAS tertinggi pada mineral bijih aurum/gold (Au)
Berdasarkan data hasil analisis diatas, didapatkan nilai kadar mineral bijih aurum / gold (Au) tertinggi yang bernilai > 3000 ppb, ditemukan pada sample batuan:
  • LP 22 koordinat: (X: 279960, Y: 9179960, Elevasi 242 Mdpl), nilai kadar 4755 ppb, merupakan lubang sumur tambang produksi dengan kedalaman vertikal 25 meter, dan dijumpai keterdapatan mineral pirit, galena pada tubuh urat kuarsa (quatz vein) dengan kududukan urat N 340o E / 70o (Baratlaut – Tenggara).
  • LP 45 koordinat: (X: 279105, Y: 9180083, Elevasi 232 Mdpl), nilai kadar 4440 ppb, merupakan lubang sumur tambang produksi milik Bpk. Kuartono dengan kedalaman vertikal 35 meter, dan dijumpai keterdapatan mineral pirit, galena pada tubuh urat kuarsa (quatz vein) dikedalaman 12 meter dengan arah urat N 046o E (Baratdaya – Timurlaut).
  • LP 24 koordinat: (X: 279081, Y: 9180007, Elevasi 246 Mdpl), nilai kadar 3688 ppb, merupakan lubang sumur tambang produksi dengan kedalaman vertikal 15 meter dan horizontal 17 meter, serta dijumpai keterdapatan mineral pirit, galena, magnetit? pada tubuh urat kuarsa (quatz vein) dengan kududukan urat N 150o E / 64o dan N 349o E / 50o (Baratlaut – Tenggara).
  •  LP 51 koordinat: (X: 279109, Y: 9179960, Elevasi 242 Mdpl), nilai kadar 3225 ppb, merupakan lubang sumur tambang produksi milik Bpk. Karso dengan kedalaman vertikal 25 meter, serta dijumpai keterdapatan mineral pirit pada tubuh urat kuarsa (quatz vein) dengan arah urat N 180o E.

a.      Mineral Bijih Cuprum/ Copper (Cu)
Berdasarkan data hasil analisis diatas, didapatkan nilai kadar mineral bijih cuprum/copper (Cu) tertinggi, ditemukan pada sample batuan LP 51 koordinat: (X: 279052, Y: 9180103, Elevasi 227 Mdpl) dengan nilai kadar 1215 ppm atau tepatnya berada di lubang sumur produksi emas milik Bpk  Karso dengan kedalaman vertikal 25 meter (Foto 6.1.), dan mimiliki arah urat kuarsa (quartz vein) relatif berarah N 1800 E (Utara – Selatan).
b.      Mineral Bijih Timbal (Pb)


Berdasarkan data hasil analisis diatas, didapatkan nilai kadar mineral bijih plumbum/timbal  (Pb) tertinggi, ditemukan pada sample batuan LP 51 koordinat: (X: 279052, Y: 9180103, Elevasi 227 Mdpl) dengan nilai kadar 2560 ppm atau tepatnya berada di lubang sumur produksi emas milik Bpk  Karso dengan kedalaman vertikal 25 meter (Foto 6.1.), dan mimiliki arah urat kuarsa (quartz vein) relatif berarah N 1800 E (Utara – Selatan).
c.      Mineral Bijih Zinc (Zn)
Berdasarkan data hasil analisis diatas, didapatkan nilai kadar mineral bijih zinc (Zn) tertinggi, ditemukan pada sample batuan LP 51 koordinat: (X: 279052, Y: 9180103, Elevasi 227 Mdpl) dengan nilai kadar 8580 ppm atau tepatnya berada di lubang sumur produksi emas milik Bpk  Karso dengan kedalaman vertikal 25 meter, dan mimiliki arah urat kuarsa (quartz vein) relatif berarah N 1800 E (Utara – Selatan).
d.      Mineral Bijih Perak (Ag)
Berdasarkan data hasil analisis diatas, didapatkan nilai kadar mineral bijih argentum/perak  (Ag) tertinggi, ditemukan pada sample batuan LP 51 koordinat: (X: 279052, Y: 9180103, Elevasi 227 Mdpl) dengan nilai kadar 19,1 ppm atau tepatnya berada di lubang sumur produksi emas milik Bpk Karso dengan kedalaman vertikal 25 meter, dan mimiliki arah urat kuarsa (quartz vein) relatif berarah N 1800 E (Utara – Selatan).
A.    Hasil Keseluruhan Analisis Mineral Bijih pada Daerah Penelitian
Hasil keseluruhan analisis mineral bijih pada daerah penelitian berdasarkan 16 uji sampel analisa AAS (Atomic Absorbtion Spectrometri), didapatkan nilai ring (rata-rata) kandungan mineral bijihnya adalah:
B.    Analisis Domain Unsur Kimia Logam pada Daerah Penelitian
Berdasarkan  terhadap data keseluruhan analisis mineral bijih pada 16 uji analisis AAS (Atomic Absorbtion Spectrometri) pada daerah penelitian, didapatkan anomali domain persebaran unsur kimia logam pada daerah penelitian yang memiliki kreteria tidak stabil. Dalam hal ini, asumsi ketidaksetabilan dikarenakan:
1.     Pada area domain I, pola kehadiran unsur-unsur logam Au-Ag saling mempengaruhi, sedangkan unsur logam Pb dan Cu hasilnya kurang signifikan serta tidak menunjukan pola saling mempengaruhi terhadap kehadiran dari unsur-unsur logam Au dan Ag, hal ini dapat dilihat dari pola kehadiran pada kurva grafik yang menunjukan ketidaksamaan itensitas kehadiran. Sehingga, berdasarkan indikasi dari grafik tersebut dapat di interpretasikan area domain I merupakan zona mineralisasi emas-perak, sedangkan untuk timbal dan tembaga merupakan mineral penyerta dengan asosiasi urat mineralisasi (mineralization vein) yang realtip berarah Utara – Selatan dan Timurlaut – Baratdaya. Pada area domain I ini, unsur mineral logam Au dan Ag memiliki persamaan, yaitu bila unsur Au naik, maka unsur Ag relatif mengikuti naik, begitupula terhadap unsur Pb dan Cu yang memiliki pola persamaan, yaitu jika unsur Pb naik, maka unsur Cu juga relatif mengikuti naik. Sedangkan untuk unsur Zn pada area domain ini, tidak berkembang baik.
2.     Pada area domain II, pola kehadiran unsur-unsur logam Au mendominasi dari unsur-unsur mineral logam lainnya, ditandai dengan pola kurva grafik yang signifikan tetapi tidak lebih tinggi dari unsur logam Au pada area domain I. Sedangkan untuk unsur mineral logam Cu saling mempengaruhi kehadirannya ditandai dengan pola kurva grafik kehadiran yang menunjukan persamaan,. Sehingga, berdasarkan indikasi dari grafik dan penjabaran diatas dapat di interpretasikan area domain II merupakan zona mineralisasi emas, sedangkan untuk perak dan timbal merupakan mineral penyerta dengan asosiasi urat mineralisasi (mineralization vein) yang realtip berarah Utara Baratlaut – Tenggara. Pada area domain II ini, unsur mineral logam Au tidak memiliki persamaan terhadap unsur mineral lainnya dikarenakan kehadirannya yang lebih mendominasi, sedangkan untuk unsur mineral logam Ag dan Pb memiliki persamaan, yaitu bila unsur Ag naik, maka unsur Pb relatif mengikuti naik. Sedangkan untuk unsur Cu dan Zn pada area domain ini, tidak berkembang baik.
3.     Pada area domain III, pola kehadiran unsur-unsur logam Au-Ag-Pb saling mempengaruhi, sedangkan unsur logam Cu hasilnya kurang signifikan serta tidak menunjukan pola saling mempengaruhi terhadap kehadiran dari unsur-unsur logam Au, Ag dan Pb. Hal ini dapat dilihat dari pola kehadiran pada kurva grafik yang menunjukan ketidaksamaan itensitas kehadiran. Sehingga, berdasarkan indikasi dari grafik tersebut dapat di interpretasikan area domain III merupakan zona mineralisasi emas-perak-timbal, sedangkan untuk mineral logam tembaga merupakan mineral penyerta dengan asosiasi urat mineralisasi (mineralization vein) yang  realtip berarah Baratlaut - Tenggara. Pada area domain III ini, unsur mineral logam Au, Ag, dan Pb memiliki persamaan, yaitu bila unsur Au naik, maka unsur Ag dan Pb relatif mengikuti naik,  akan tetapi untuk unsur mineral logam Cu tidak menunjukan persamaan sifat kehadiran, dikarenakan mineral logam ini menunjukan pola grafik (intensitas) yang tidak terlalu signifikan. Sedangkan untuk unsur Zn pada area domain ini, tidak berkembang baik.
D. Hubungan Kontrol Struktur terhadap Karakteristik Alterasi dan Mineralisasi Daerah Penelitian
Pola patahan memiliki peranan penting dalam terbentuknya endapan mineral bijih (sediment hosted gold deposit) dimana pola kemelurusan struktur memiliki kearaban yang dekat dekat dengan terbentuknya pola ekstensional (delaasi) pada lingkungan endapan minerah bijih daerah penelitian (Turner et al 1994) dan dapat focus terhadap aliran fluida magmatisme. Hal ini terbukti pada penampang geologi (Sehah, 2014; Fahmi, 2015; Purwanto, 2016; Nukman, 2016; Kusdyantono, 2016). Lingkungan penghasil bijih emas sediment hosted gold replacement (Corbett & Leach, 1998b; Sillitoe, 2010) memiliki tubuh intrusi pada sumber yang lebih dalam (Hoschke, 2011). Dari asumsi tersebut dimungkinkan naiknya fluida magmatis dengan perubahan karbonat menjadi serisit dan di daerah lokal dengan patahan normal sudut tinggi (Turnet et al 1994) (Gambar 5.52) dan sebagai pergerakan sinistral patahan antitetik menjadi zona dengan pH kurang dari netral dengan masuknya air meteorik yang menyebabkan alterasi tahap awal.
            Data geologi permukaan menunjukkan adanya breksi diatrem yang tersebar secara dominan di daerah penelitian (LP 5, LP 6, LP 8 dan LP 9) terdiri atas breksi tuff dengan sifat basa (Silika <50%) serta mineral seperti ilmenite (FeTiO3) ( Head & Wilson, 2002) dan pada satuan batuan batupasir-batulanau telah mengalami alterasi yang sempurna, tetapi tidak menunjukkan mineral-mineral logam. Keberadaan satuan batupasi-batulanau ini dominan terhadap lingkungan alterasi sub-propilitik dan sub-propilitik lemah dengan mineral-mineral non-logam seperti mineral lempung, zeolit, dan karbonat. Wilayah timur daerah pertambangan (Darmakradenan) didominasi oleh litologi batupasir-batulanau, batu gamping, dan batupasir karbonatan dengan tingkatan alterasi sangat rendah ataupun belum mengalami alterasi.
            Struktur – struktur geologi yang menyebabkan distribusi fluida hidrotermal yang berasosiasi dengan sumber intrusi degan kandungan mineral logam yang menerobos naik akan membentuk akumulasi mineral ekonomis dengan kemungkinan adanya fase yang menghasilkan mineralisasi kualitas rendah (low grade mineralization) pada zona yang dianggap propek mineralisasi. 
E. Hubungan Kontrol Struktur Geologi terhadap Tipe Alterasi dan Mineralisasi Daerah Penelitian
1.     Deformasi Regime Tekanan (Stress Regime) daerah Penelitian
Struktur geologi yang didapat dibagi atas 4 Satuan Sesar yang diberi nama Sesar Lumbir 1, Sesar Lumbir 2, Sesar Gumelar dan Sesar Ajibarang , dengan jumlah sesar sebanyak 42 sesar (Gambar 5.52), pembagian satuan sesar di dasarkan untuk mengelompokan beberapa sesar dengan orientasi sesar serta mekanisme pembentukannya, guna mengetahui karakter deformasi dari sesar besar yang membentuk satuan sesar-sesar tersebut, pembagian ini pula ditujukan untuk mengetahui peran deformasi dari mekanisme pengaruh tektonik dan proses sedimentasi yang membentuk kompleksitas sesar-sesar di lokasi penelitian.
Struktur oleh pengaruh gaya stress regime didominasi oleh sesar-sesar mendatar dan sebagian sesar-sesar menanjak kiri (Sinistral) yang di identifikasikan merupakan kompleks dari struktur sesar mendatar, terdapat 2 sesar mendatar besar yang mengontrol dengan orientasi Baratdaya – Timurlaut (Sinistral) (Gambar 5.53) sebagai indikasi adanya pergerakan besar dikarenakan sesar sinistral Pulau Jawa dengan arahan Baratdaya – Tenggara. Sedangkan adanya identifikasi sesar dengan pergerakan mendatar besar dengan orientasi Baratdaya – Tenggara sebagai indikasi adanya sesar – sesar besar dengan arahan Utara – Selatan. 
a.      Sesar Lumbir 1
Sesar Lumbir 1 memiliki 2 karakteristik (Gambar 5.54) orientasi deformasi struktur antara lain pada fase pertama terjadinya Oblique compressive Strike-slip fault dengan arah tegasan Baratdaya – Timurlaut. Pembagian stress regime ini berdasarkan nilai R’ dengan penjabaran regim antara lain Pure Strike-Slip, dan Pure Compressive. Pergerakan Pure Strike – Slip mengakibatkan adanya orientasi sumbu dari arahan N 067 E/ 17°. Tahapan kedua terjadi dikarenakan adanya regime pergerakan Pure Strike-Slip mengakibatkan adanya compressive dengan arahan berlawanan yaitu pada Sesar Menanjak Kanan Lumbir pada daerah Tenggara Sesar Strike-Slip Lumbir 1 ataupun pada orientasi arahan tekanan Baratlaut – Tenggara dan adanya sesar tumbuh (grown fault) berupa reverse left fault (Lampiran 4A).  Pergerakan yang terakhir dari regime ini yaitu adanya tegasan dengan orientasi Baratlaut – Tenggara yang berada di sebelah Timur dari Sesar Lumbir 1 ini dengan jenis pergerakan Pure Strike-Slip   dengan pembentukan sesar – sesar oblique dengan tegasan yang sama.
b.      Sesar Lumbir 2
Sesar Lumbir 2 memiliki karakteristik regime tegasan antara lain berupa pure compressive, Transpressive dan Radial Compressive tingginya kompleksitas regime tekanan pada sesar ini dikarenakan adanya dorongan dari 2 arahan yang berbeda. Pada fase pertama adanya orientasi tegasan dengan arahan Baratlaut – Tenggara yang mengidentifikasikan adanya keterkaitan dengan Pure Strike-Slip regime yang berasal dari sesar Lumbir 1 yang berada di sebelah Baratlaut sesar Lumbir 2 ini. Pergerakan regime Transpressive mengakibatkan adanya sesar – sesar Strike Slip yang berlokasi pada daerah Selatan sesar Lumbir 2 ini sendiri. Fase kedua berupa adanya gaya pure compressive yang mengakibatkan adanya sesar – sesar dengan pergerakan oblique yang menghasilkan pergerakan ke kiri (sinistral) berupa reverse left slip fault (Rickard, 1972). Fase terakhir dari regime ini adalah pergerakan Radial Compressive dengan adanya pergerakan oblique extensive sebagai pergerakan anti-tetik dari sesar Lumbir 2 dengan arahan yang sama terhadap reverse slip fault, mekanisme kinematik ini terjadi dikarenakan adanya tegasan oblique dari sesar-sesar reverse slip tersebut.
c.      Sesar Gumelar
      Periode kedua regime struktur pada daerah penelitian dengan arahan Utara – Selatan (Gambar). Mengakibatkan adanya gaya tekanan pada arahan Baratlaut-Tenggara yang menyebabkan adanya pergerakan compressive dengan tegasan relatif Utara - Selatan ataupan Barat – Timur. Pada kelompok sesar Gumelar diidentifikasikan menjadi 3 regime pergerakan yang pertama merupakan pergerakan obique compressive dengan arahan release relatif Utara – Selatan. Pergerakan di dominasi oleh pergerakan ke kiri (sinistral) yang mengakibatkan regime pergerakan ke dua yaitu berupa pure compressive Thrust Fault dengan arahan Baratdaya – Timur laut yang kembali mendeformasi adanya antiklin Ajibarang. Disebelah Baratlaut sesar Gumelar terbentuk Sesar Normal dengan adanya zona extensive pada sesar Gumelar ini. Fase terakhir berupa Tranpressive dikarenakan adanya reverse slip di daerah utara nya dan mengakibatkan adanya tegasan sesar Strike-Slip dengan arahan extension Baratdaya – Timurlaut.
d.      Sesar Ajibarang
Sesar Ajibarang merupakan regime tekanan (stress regime) pada daerah penelitian. Tegasan Ajibarang merupakan kompleksitas dari masa periode struktur kedua (Gambar). Sesar Ajibarang memiliki 2 regime pergerakan yaitu berupa Pure Strike-Slip serta Transpressive. Pada pergerakan Pure Strike-Slip mengakibatkan adanya Oblique Compressive Oblique Fault sebagai sesar utama dan memotong antiklinal Ajiarang dengan arahan compressive relatif utara selatan. Adanya pergerakan oblique ini mengakibatkan adanya fase tekanan berikutnya yang berupa obique extensive di arah extensional dari oblique compressive ataupun dengan orientasi tegasan Timurlaut – Baratdaya berupa adanya pergerakan oblique Fault.  Dengan adanya Stress regime Ajibarang ini menjadi fase terakhir dari Periode Struktur daerah Penelitian dengan rincian periode struktur geologi pada penjelasan di bawah.
1.     Periode Kejadian Struktur Terhadap Mineralisasi
Pada daerah peneltian, hubungan struktur geologi memiliki peran aktif terhadap alterasi dan mineralisasi dikarenakan intensitas pengontrol dari stuktur geologi pada daerah penelitian adalah keberadaan struktur utama berupa sesar, lipatan, kekar, ataupun urat (vein). Dalam hal ini, proses mineralisasi yang terjadi pada daerah penelitian, diasumsikan adalah proses pengisian rongga rekahan (civity filling) oleh larutan hidrothermal, serta proses pergantian sifat fisik dan kimiawi mineral pada tubuh batuan samping (replacement).
Dasar penjabaran asumsi di atas adalah dengan bukti yang dijumpai di lapangan, berupa kehadiran mineral bijih logam pada zona urat kuarsa (quartz vein zone) serta kehadiran mineral-mineral bijih lainnya pada tubuh batuan samping zona urat yang juga memiliki kandungan mineral logam. Adapun unsur-unsur mineral logam yang dijumpai di lapangan, baik pada zona urat ataupun tubuh batuan samping adalah unsur-unsur mineral logam: kalkopirit, pirit, bornit, galena, serta emas dengan kehadiran setempat (spotted).
Dalam hal ini, alterasi dan mineralisasi pada daerah Paningkaban dan sekitarnya diinterpretasikan dimulai pada:
a.      Periode I (pertama), merupakan fase periode struktur yang terbentuk akibat deformasi dengan tegasan utama Baratdaya – Timurlaut. Periode ini menyebabkan keterbentukan struktur-struktur sesar, lipatan, kekar, serta urat pada daerah penelitian. Struktur geologi periode ini, diawali dengan keterbentukan lipatan-lipatan (lipatan antiklin Banyumas 1, lipatan sinklin Banyumas 1, dan lipatan antiklin Banyumas 2) dengan arah bidang lipatan yang relatif tegak lurus terhadap tegasan utama, yaitu N 3100 -  3280 E (Baratlaut – Tenggara). Selanjutnya, keterbentukan struktur geologi berupa sesar yang diawali dengan sesar berjenis  sesar menganan naik (sesar Lumbir 1 dan sesar Lumbir 2)  dengan kedudukan arah bidang sesar berarah N 2100 -  2400 E (Baratdaya – Timurlaut), selanjutnya dilanjutkan sesar yang lebih muda berjenis sesar mengiri naik (sesar Lumbir 3 dan sesar Lumbir 4) dengan kedudukan arah bidang sesar relatif berarah N 2740 - 2790 E (relatif Barat – Timur). Untuk produk pola struktur kekar pada fase periode awal ini berupa kekar-kekar yang memiliki arah bidang N 2350 - 2450 E (shear fracture 1), N 1650 - 1970 E (shear fracture 2), dan N 3050 - 3250 E (gash fracture), sedangkan untuk produk  urat (vein), memiliki arah bidang N 2450 - 2530 E (compress vein) yang relatif berjenis urat kalsit (calcite vein), serta N 3100 - 3150 E (tension vein) yang relatif berjenis urat kuarsa dan urat kuarsa termineralisasi (quartz vein and mineralization quartz vein) (Gambar 5.26).
b.      Periode 2 (kedua), merupakan fase periode struktur yang terbentuk akibat deformasi dengan tegasan utama relatif Utara – Selatan. Periode ini menyebabkan keterbentukan struktur-struktur sesar, lipatan, kekar, serta urat pada daerah penelitian. Struktur geologi periode ini, diawali dengan keterbentukan lipatan  (lipatan sinklin Ajibarang) dengan arah bidang lipatan yang relatif tegak lurus terhadap tegasan utama, yaitu N 0750 E (relatif Barat - Timur). Selanjutnya, keterbentukan struktur geologi berupa sesar yang diawali dengan sesar berjenis sesar mendatar kanan (sesar Ajibarang 1, sesar Ajibarang 2, sesar Gumelar 1, sesar Gumelar 2, dan sesar Karangpucung)  dengan kedudukan arah bidang sesar berarah N 2970 -  3350 E dan N 1630 E (Baratlaut – Tenggara), selanjutnya dilanjutkan sesar yang lebih muda berjenis sesar mendatar kiri (sesar Banyumas 1, sesar Banyumas 2, sesar Wangon 1, sesar Wangon 2) dengan kedudukan arah bidang sesar relatif berarah N 0040 - 0160 E dan N 2000 E (Timurlaut - Baratdaya) (Gambar 5.57).
Untuk produk pola struktur kekar pada fase periode awal ini berupa kekar-kekar yang memiliki arah bidang N 3350 – 3450 E (shear fracture 1), N 0300 - 0500 E (shear fracture 2), dan N 1250 – 1450 E (gash fracture), sedangkan untuk produk  urat (vein), memiliki arah bidang N 3550 - 0300 E (comprres vein) yang relatif berjenis urat kuarsa termineralisasi (quartz vein and mineralization quartz vein)., serta N 1100 – 1250 E (tension vein) yang relatif berjenis urat kalsit ataupun terkadang dijumpai berjenis kuarsa(quartz vein or calcite vein).
Dari penjabaran data diatas, periode struktur pada daerah penelitian, terjadi sebanyak 2 kali periode. Diasumsikan 2 kali fase periode struktur ini yang menyebabkan alterasi dan mineralisasi terjadi secara baik pada daerah penelitian. Hal didasarkan terhadap aspek salah satu faktor utama dari keterbentukan alterasi dan mineralisasi yang mebutuhkan zona lemah (chanel way) baik berupa sesar, kekar, urat, ataupun produk hasil dari proses pelipatan suatu lipatan. Selain itu diperkuat dengan dijumpainya bukti di lapangan, berupa kehadiran unsur mineral-mineral bijih logam berupa kakopirit, pirit, galena, bornit, serta unsur native element emas pada tubuh urat (vein) ataupun pada tubuh batuan samping (wallrock) di daerah penelitian.
2.     Struktur Urat pada Daerah Penelitian
A.    Urat Tekanan
Urat jenis tekanan (vein extension) yang dijumpai pada daerah peneltian, secara umum didominasi oleh urat yang berjenis urat kuarsa (quartz vein) yang telah mengalami/termineralisasi dengan keterdapatan unsur mineral bijih logam berupa galena, kalkopirit, pirit, serta unsur bijih logam emas. Secara umum, arah utama bidang urat ini adalah N 3550 - 0300 E. Diinterpretasikan urat yang berarah ini merupakan urat utama yang kaya atau mengandung unsur logam bijih ekonomis seperti emas, perak, timbal, tembaga.
B.    Urat Tarikan
Urat jenis tarikan (vein tension) yang dijumpai pada daerah peneltian, secara umum didominasi oleh urat yang berjenis urat kalsit dan urat kuarsa (calcite vein dan quartz vein) dan dibeberapa tempat telah mengalami/termineralisasi dengan keterdapatan unsur mineral bijih logam berupa galena, kalkopirit, pirit. Secara umum, arah utama bidang urat ini adalah N 1100 – 1250 E. Diinterpretasikan urat yang berarah ini merupakan urat bonus yang dapat dikejar untuk memperoleh unsur logam bijih ekonomis seperti emas, perak, timbal, tembaga.

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Studi Kontrol Struktur Geologi Terhadap Alterasi Dan Mineralisasi, Kecamatan Gumelar, Ajibarang dan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel