-->

GEOLOGI DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT



GEOLOGI DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT






Penelitian ini dilakukan oleh :
1.         Nama            : Agung Yudi Marfa, S.T.
2.         Alumni         : STTNAS Yogyakarta
3.         Koordinat    : 174200 – 183200 mE dan 9177100 – 9183100 mN
4.         Tahun           : 2018


Interpretasi awal geologi pada daerah penelitian merupakan tahap interpretasi peneliti pada daerah penelitian meliputi aspek-aspek geologi yang berkembang di daerah penelitian. Pada tahapan awal ini dilakukan suatu analisis serta sintesa awal ada daerah penelitian. Interpretasi awal tersebut didasarkan pada hasil data penelitian awal (reconnaissance) dan data sekunder yang diperoleh sehingga peneliti memiliki gambaran awal terhadap aspek-aspek geologi yang terdapat pada daerah penelitian. Aspek-aspek geologi tersebut meliputi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan geologi gunung api dari daerah penelitian.


4.1. Geomorfologi
Aspek-aspek yang dikaji dalam bahasan geomorfologi pada daerah penelitian berupa : satuan geomorfologi, pola pengaliran, proses geomorfologi (morfogenesis), dan stadia daerah. Masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
4.1.1       Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian ditentukan melalui analisis pada peta topografi dengan melihat pola-pola kontur yang mencerminkan bentuk bentang alam (topografi). Dalam pembagian tersebut memperhatikan kerapatan dan kerenggangan kontur serta pola-pola kontur yang khas seperti pola melingkar dan sebagainya. Analisis pembagian satuan bentang alam tersebut didasarkan oleh dua aspek penting yaitu aspek morfometri dan morfogenesis.Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri) pada peta topografi dan data lapangan serta melihat morfogenesa yang ada di daerah penelitian, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi :
1.     satuan geomorfologi Denudasional slopes and hills (D1)
2.     Satuan geomorfologi Denudasional slopes and hills (D2)


Satuan Geomorfologi Denudasional slopes and hills (D1)
            Satuan geomorfologi ini Bergelombang Lemah – Sedang Denudasional meliputi ± 52 % dari keseluruhan daerah penelitian yaitu dari seluruh daerah penelitian meliputi daerah Desa Tanjungjaya, Desa Sukarasa, Desa margalaksana dan Desa Serang yang mempunyai pelamparan relatif barat  - timur pada bagian utara. Morfologi pada satuan ini berupa bergelombang lemah (Van Zuidam – Cancelado, 1979), secara morfoganesa terbentuk akibat proses denudasional yang berlansung pada daerah penelitian. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata 31,03 m dan sudut lereng rata - rata 13,46 %. Satuan ini tersusun oleh litologi berupa breksi andesit tuf dan kalkarenit. Litologi ini sebagian besar sudah mengalami pelapukan dan sebagian singkapan tertutupi oleh vegetasi, satuan geomorfologi ini dimanfaatkan penduduk sebagai pemungkiman persawahan, ladang dan perkebunan. (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Satuan geomorfologi bergelombang lemah – sedang denudasional (D1) Lensa menghadap ke arah timur (foto di ambil dekat LP 06, Desa Margalaksana)

Satuan Geomorfologi Denudasional slopes and hills (D2)
            Satuan geomorfologi ini bergelombang lemah – kuat Denudasional meliputi ± 48% dari seluruh daerah penelitian meliputi Desa Puspajaya, Desa Puspahiang, Desa Sukasenang dan Desa Sukanagara, yang mempunyai pelamparan relatif barat  - timur pada bagian selatan. Morfologi pada satuan ini berupa bergelombang lemah, secara morfoganesa terbentuk akibat proses denudasional yang berlansung pada daerah penelitian. Satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata 35,33 m dan sudut lereng rata - rata 19,96%. Satuan ini tersusun oleh litologi berupa Tuf, breksi andesit, kalkarenit dan Andesit porfiri. Satuan ini dimanfaatkan sebagai pemungkiman, dan perkebunan manggis. (Gambar 4.2)
Gambar 4.2 Satuan geomorfologi bergelombang lemah – kuat denudasional (D2)  Lensa menghadap ke arah selatan  (foto di ambil dekat LP 41 , Desa Puspajaya)

4.1.2        Pola Pengaliran
Pola pengaliran di daerah penelitian berdasarkan jenis - jenis pola aliran sungai menurut Howard (1967), Pembagian jenis pola pengaliran didasarkan pada pengamatan peta topografi, analisis pola pengaliran maupun pengamatan lapangan (Gambar 4.3). pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari pola pengaliran Subdentritik.
Gambar 4.3 Peta pola pengaliran daerah penelitian.
Pola pengaliran SubDendritik
Pola pengaliran ini meliputi keseluruhan dari daerah penelitian. Sungai-sungai yang termasuk ke pola pengaliran ini adalah Sungai Ci Mawate, Ci panojer dan anak sungainya. Pola pengaliran ini berkembang di satuan geomorfologi bergelombang lemah - sedang - kuat denudasional (D1 dan D2) dan berkembang di satuan batuan breksi andesit gunung api tua dan satuan tuff bentang. Pola Subdentritik dapat mengindikasikan bahwa daerah penelitian berada pada proses-proses struktur yang mulai berkembang. Pola aliran ini merupakan pola ubahan dari pola utama yaitu Dentritik, pada umumnya berkembang pada morfologi dengan kemiringan menengah (Howard, 1967, dalam Soeroto, 2012).
4.1.3       Proses Geomorfologi
Proses geomorfologi adalah semua proses fisika, kimia dan biologi yang mengakibatkan perubahan kepada bentuk bumi. Proses fisika ada yang berasal dari dalam bumi (seperti penerobosan batuan beku, dan deformasi tektonik pada kerak bumi) dan yang berasal dari luar bumi (seperti penyinaran oleh matahari, hujan, salju dan juga jatuhan meteorit ke permukaan bumi). Proses kimia seperti proses pembentukan topografi karst yang melibatkan berbagai proses kimiawi. Proses biologi seperti aktifitas hewan dan akar tumbuhan.
Media geomorfologi mempunyai kemampuan untuk memperoleh dan mengangkut material lepas di permukaan bumi. Jika media berasal dari luar bumi, tetapi masih dalam lingkungan atmosfir, disebut proses eksogen. Jika media berasal dari dalam bumi, disebut proses endogen. Media yang datang dari luar bumi seperti meteorit, disebut proses luar bumi (extraterestrial).
Bentuklahan dari proses geomorfologi dapat berupa bentuklahan hasil (yang bersifat) membangun (constructional landform) atau bentuklahan hasil (yang bersifat) merusak (detructional landform). Proses dan media dapat menghasilkan bentuklahan berbeda di satu kawasan dengan kawasan lainnya, contoh: erosi oleh aliran sungai menghasilkan lembah (pengrusakan) dan juga dapat mewujudkan delta (membangun).
Proses - proses geomorfologi yang berada pada daerah penelitian yaitu proses eksogen, yang mana dicirikan oleh proses pelapukan dan erosi yang cukup intensif pada daerah penelitian.
4.1.4       Stadia Sungai
Stadia sungai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : tingkat erosi, baik erosi vertikal maupun erosi horizontal, jenis batuannya, kemiringan lereng, kedalaman, iklim, aktivitas organisme dan waktu. Menurut Thornbury (1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi menjadi tiga stadia yaitu stadia muda, dewasa dan tua. Stadia sungai di daerah penelitian memperlihatkan stadia sungai muda - dewasa.
Stadia muda, dicirikan oleh bentuk lembah sungai V, proses erosi vertikal lebih intensif, serta kecepatan aliran sungai relatif lebih cepat, Umumnya tidak memiliki dataran banjir dan batas antar sungai susah untuk dipisahkan, Kemungkinan muncul air terjun, biasanya pada litologi yang resisten. Hal ini merupakan ciri khas pada stadia muda. (Gambar 4.4)
 Stadia dewasa, dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, gradien sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, Beberapa litologi pada dasar dan tebing sungai mungkin muncul akibat erosi oleh arus sungai, Relief atau topografi tertinggi kemungkinan akan muncul pada stadia ini, erosi kesamping lebih kuat dibanding erosi vertikal pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar, serta lembah berbentuk U. (Gambar 4.5).
Gambar 4.4 Aliran sungai stadia muda, foto di ambil dekat LP 62 Desa Sukanagara, pada sungai Ci Panjoer (lensa menghadap ke arah barat laut).

Gambar 4.5 Aliran sungai stadia Dewaa, foto di ambil dekat LP 11 Desa Tanjungjaya, pada sungai Ci Mawate (lensa menghadap ke arah barat).

4.1.5       Stadia Daerah
Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Tingkat kedewasaan daerah atau stadia daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam dan kondisi sungai yang terdapat di daerah tersebut. Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi, dan morfologi (proses) baik proses endogen maupun proses eksogen.
Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Menurut Lobeck (1939), stadia daerah dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu muda, dewasa, tua dan peremajaan ulang (rejuvenasi). Kondisi bentang alam di daerah penelitian secara dominan telah dipengaruhi oleh proses eksogenik yang sangat intensif, sehingga memperlihatkan adanya soil (Gambar 4.6).
Gambar 4.6 Soil tebal. Lensa menghadap ke arah tenggara (Foto diambil dekat LP 6, Desa Sukarasa).

Berdasarkan hasil perbandingan terhadap model tingkat stadia menurut Lobeck (1939), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian termasuk dalam stadia dewasa (Gambar 4.7) Penggolongan stadia daerah ini sebagai data yang digunakan untuk membantu peneliti dalam menginterpretasi lebih jauh terhadap aspek-aspek geologi yang ada di daerah penelitian, hal ini dikarenakan tingkatan dalam stadia daerah di daerah penelitian di kontrol oleh proses eksogen yaitu berupa erosi dan pelapukan yang menunjukan stadia daerah di daerah penelitian menggambarkan morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya.
Gambar 4.7 Stadia daerah menurut Lobeck (1939)



4.2     Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan geologi regional lembar Tasikmalaya (Budhitrisna, 1986) termasuk ke dalam dua formasi dan satu anggota dari tua ke muda yaitu Formasi Bentang (Tmpb), Anggota sukaraja Formasi bentang (Tmbs), dan Formasi hasil Gunungapi Tua (Qtv).
Berdasarkan hasil Pemetaan detail, dijumpai variasi litologi dari tua ke muda yaitu satuan batuan Tuf Bentang, satuan batuan batugamping kalkarenit Bentang, satuan Intrusi Andesit dan satuan batuan breksi gunungapi tua. Penamaan satuan batuan tersebut mengacu pada Martodjojo dan Djuhaeni (1996) berdasarkan litostratigrafi tidak resmi. Penamaan satuan batuan didasarkan pada litologi yang dominan pada setiap penyusun satuan dan diikuti dengan nama formasinya.
4.2.1       Satuan Tuf Bentang
Satuan Batuan Tuf Bentang merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Satuan ini disusun dominan Tuf berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi dan berdasarkan pada geologi regional juga litostratigarfi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996) maka satuan ini diberi nama satuan Tuff Bentang.
4.2.1.1  Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan batupasir Bentang ini menempati ± 40% dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran batuan relative barat – timur ke selatan dengan wilayah yaitu meliputi Desa Puspahiang, Desa Pusparahayu, Desa Puspajaya, Desa Desa Cimanggu, Desa Layabakti, Desa Sukasenang, Desa Sukanagara, Desa dan Desa Linggaraja. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah - kuat Denudasional (D2). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang geologi A – B, satuan ini mempunyai ketebalan ±850 meter.
4.2.1.2  Litologi Penyusun
Satuan ini tersusun secara dominan oleh Tuf lithik, secara megaskopis berwarna segar putih keabu-abuan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, tekstur piroklastik, ukuran butir <2mm, kebundaran sub-angular sampai sub-rounded, mudah patah, terpilah sedang, komposisi terdapat gelas vulkanik, kuarsa dan litik. secara mikroskopis dalam pengamatan PPL berwarna abu-abu terang dan XPL berwarna abu-abu gelap, tekstur dengan ukuran butir <2mm, bentuk butir angular, kemas terbuka, pemilahan sedang, terusun oleh Litik 52%, Feldspar 10%, Gelas Vulkanik 31%, dan Mineral Opaq 7%, sehingga nama petrografisnya adalah Tuf Lithik (Klasifikasi Schmid, 1981), (Gambar 4.8). (Tabel 4.1) (Lampiran analisis petrografi).
Gambar 4.8 Singkapan Tuf (A, B dan C). Lensa menghadap ke arah barat (Foto diambil di LP 66, Desa Sukanagara)
Tabel 4.1. Kolom litologi satuan Tuf Bentang (tidak dalam skala sebenarnya).
4.2.1.3  Umur
Identifikasi umur relatif pada satuan Tuff Bentang ini tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan analisis paleontologi, hal ini dikarenakan
berdasarkan pada pengamatan ciri fisik batuan di lapangan maupun analisis di
laboratorium. Berdasarkan asumsi tersebut, maka analisis umur relatif satuan Tuf Bentang ini hanya melakukan kesebandingan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini terhadap ciri fisik batuan maka penentuan penentuan umur pada satuan Tuf Bentang ini dilakukan oleh peneliti terdahulu serta mengacu pada stratigrafi regional yang tedapat pada peta geologi lembar Tasikmalaya (T. Budhitrisna, 1986), merupakan bagian dari Formasi Bentang yang berumur Miosen Akhir.
4.2.1.4  Lingkungan pengendapan
Pada satuan ini tidak ditemukannya fosil yang dapat mengidentifikasikan penentuan lingkungan pengendapan maka berdasarkan dari data lapangan dan hasil analisa petrografi satuan ini terendapkan di lingkungan darat.
4.2.1.5  Hubungan Stratigrafi
Hubungan satuan Tuf ini terhadap satuan batuan yang berada di
bawahnya tidak diketahui dikarenakan tidak ditemukan kontak dengan satuan
yang berada di bawahnya.
4.2.2       Satuan Batuan Kalkarenit Bentang
Satuan batuan Kalkarenit Bentang merupakan satuan batuan yang umur nya sama dengan satuan Batupasir Bentang, karena satuan Kalkarenit Bentang ini hubungannya melensa pada satuan Tuf Bentang. Satuan ini disusun secara dominan oleh Kalkarenit, umumnya dapat dikorelasikan dengan Formasi Bentang, sehingga berdsarkan pada litostratigrafi dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996), maka satuan ini diberi nama satuan Kalkarenit Bentang Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional.
4.2.2.1  Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan Kalkarenit Bentang ini menempati ± 17% dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif pada bagian barat-timur, daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Salawu Desa Cimanggu dan Desa Puspajaya, Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah – menengah Denudasional (D1). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang A-B, satuan ini mempunyai ketebalan ± 100 meter.
4.2.2.2  Litologi Penyusun
Litologi penyusun pada satuan ini berupa Kalkarenit, secara megaskopis berwarna segar kuning gelap, wanra lapuk abu abu kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir pasir sedang-pasir halus, kemas tertutup, struktur berlapis, breaksi kuat dengan HCL, tersusun oleh komposisi mineral karbonat, fosil, secara mikroskopis dalam pengamatan PPL berwarna abu-abu kehitaman, XPL berwarna abu-abu, tekstur meliputi ukuran 1/16 - 2 mm, kemas tertutup, bentuk butir membulat tanggung - menyudut tanggung, sortasi sedang, tersusun oleh Kalsit 7%, Micrite 15%, Fosil 74%, mineral opaq 4%, sehingga nama petrografisnya adalah Packestone (Dunham, 1962).
satuan ini juga mengandung mikrofosil plangtonik berupa Globigerinoides immaturus, Globorotalia acostaenis, Globigerinoides conglobatus, Globigerinoides trilobus, sedangkan untuk mikrofosil bentonik terdapat Bolivina sp, cibicides sp, elphidium sp, amphistegina sp, quincueloculina sp, cibicides alazanensis. (Gambar 4.9) (Tabel 4.2) (Lampiran analisis petrografi dan paleontologi)


 
Gambar 4.9 Singkapan Kalkarenit Bentang, lensa menghadap ke arah utara (Foto diambil di LP 40, Desa Cimanggu)
Tabel 4.2. Kolom litologi satuan Kalkarenit Bentang (tidak dalam skala sebenarnya).
4.2.2.3  Umur
Penentuan umur pada satuan Kalkarenit Bentang ini dilakukan berdasarkan pada hasil analisis paleontologi terhadap kandungan fosil foraminifera plangtonik yang terdapat pada lapisan atas dengan nomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi), lapisan tengah dengan nomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi), dan lapisan bawah tidak dijumpai fosil foraminifera plangtonik dengan nomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi). Berdasarkan pada hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa satuan batugamping kalkarenit Bentang ini mempunyai kisaran umur N16 (Miosen Akhir) yang didasarkan atas kehadiran Globigerinoides immaturus (Brady, 1877), Globorotalia acostaensis (Blow, 1959), Globigerina prabuloidess (Blow, 1959), Globigerinoides trilobus (Reuss, 1850), (Tabel 4.3). (Lampiran paleontologi).
Tabel 4.3. Kisaran umur foraminifera plangtonik pada satuan Kalkarenit Bentang berdasarkan zonasi Blow (1969).
4.2.2.4  Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan Kalkarenit Bentang ini dilakukan berdasarkan dari hasil analisis paleontologi terhadap kandungan fosil foraminifera bentonik yang terdapat pada lapisan bawah dengan nomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi), lapisan tengah dengan nomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi), dan lapisan atas dengannomor sampel AG-40 (Lampiran analisis paleontologi). Berdasarkan dari hasil analisis paleontologi tersebut, maka dapat diketahui bahwa satuan Kalkarenit Bentang ini terendapkan di kedalaman sekitar 100-130 meter pada lingkungan laut neritik luar (Tipsword, 1966) yang didasarkan atas kehadiran foraminifera bentonik berupa Bolivina sp ( d’Orbigny, 1839 ), Cibicides cognatus ( Galloway and Morrey, 1931), Cibicides fletcheri (Galloway & Wissler, 1927 ), Cibicidoides floridanus (Cushman, 1918), Cibicides sp, Cibicidoides sp, Amphistegina sp, Elphidium sp, Quincueloculina sp, (Tabel 4.4). (Lampiran paleontologi).
Tabel 4.4. Lingkungan pengendapan pada satuan Kalkarenit Bentang berdasarkan kandungan foraminifera Bentonik, Tipsword (1969).

4.2.2.5  Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan pada hasil pengamatan di daerah penelitian, hasil rekonstruksi
penampang geologi A-B, hasil analisis umur relatif yang menunjukkan satuan ini memiliki umur N16 (Miosen Akhir), dan mengacu pada stratigrafi regional daerah penelitian (Budhitrisna, 1986), maka peneliti memiliki kesimpulan bahwa hubungan stratigrafi pada satuan Kalkarenit Bentang ini dengan satuan yang di atas nya tidak selaras dengan satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua memiliki kisaran umur Kuarter sedangkan hubungan dengan di bawahnya yaitu satuan Tuf Bentang memiliki umur kisaran miosen akhir adalah selaras melensa.
4.2.3       Satuan Batuan Intrusi Andesit Porfiri
Satuan batuan Intrusi Andesit porfiri merupakan satuan batuan lebih muda dari satuan Batugamping Bentang dan Tuf Bentang, hubungan antara satuan ini yaitu dimana satuan Andesit Porfiri ini menerobos satuan Tuf Bentang, satuan ini disusun secara dominan oleh Andesit. Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional maka satuan ini diberi nama satuan Intrusi Andesit Porfiri.
4.2.3.1  Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan Intrusi Andesit Porfiri ini menempati ± 5 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran di selatan daerah penelitian, daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Tanjungjaya Desa Sukasenang. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah - kuat Denudasional (D2). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang A - B, satuan ini mempunyai ketebalan ± 100 meter.
4.2.3.2  Litologi Penyusun
Satuan ini tersusun secara dominan oleh Intrusi Andesit, secara megaskopis berwarna abu-abu gelap, warna lapuk coklat kemerahan, tekstur porfiritik, struktur masif, komposisi kuarsa dan plagioklas, masa dasar mineral mafik dan felsik. Secara mikroskopis pada pengamatan PPL berwarna coklat dan XPL berwarna abu-abu kehitaman, hipokristalin, bentuk kristal subhedral-anhedral, inequigranular, tektur porfiritik tekstur khusus pilotaksitik, tersusun oleh plagioklas 41%, hornblede 7%, kuarsa 5%, mineral opaq 3%, dan Gelas Vulkanik 10% massa dasar berupa mikrolit feldspar 34%, sehingga nama peetrografisnya adalah Andesit Porfiri (Streckeisen, 1976). (Gambar 4.10) (Tabel 4.4) (Lampiran analisa Petrografi).
Gambar 4.10 Singkapan Intrusi Andesit Porfiri Lensa menghadap ke arah utara (Foto diambil di LP 72, Desa Sukasenang)


Tabel 4.5. Kolom litologi satuan Andesit Porfiri, (tidak dalam skala sebenarnya)

4.2.3.3  Umur
Identifikasi umur relatif pada satuan Intrusi Andesit Porfiri ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis paleontologi, hal ini dikarenakan berdasarkan pada pengamatan ciri fisik batuan di lapangan maupun analisis di laboratorium yang menunjukkan bahwa karakter batuan pada satuan ini tidak memungkinkan untuk terawetkannya fosil. Berdasarkan asumsi tersebut, maka analisis umur relatif satuan Intrusi Andesit Porfiri ini hanya dilakukan dengan cara melakukan kesebandingan pada data geologi regional. Berdasarkan kesebandingan ciri fisik batuan pada stratigrafi regional menurut Budhitrisna (1986), maka satuan Intrusi andesit porfiri ini merupakan bagian dari Formasi Bentang yang berumur Miosen akhir.
4.2.3.4  Lingkungan Pengendapan
Identifikasi lingkungan pengendapan satuan Intrusi Andesit Porfiri ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis paleontologi, hal ini dikarenakan berdasarkan pada pengamatan ciri fisik batuan di lapangan maupun analisis di laboratorium menunjukkan bahwa karakter batuan pada satuan ini tidak memungkinkan untuk terawetkannya fosil, sama halnya dengan analisis terhadap umur relatif dari satuan batuan ini, maka penentuan lingkungan pengendapan pada satuan lava andesit Jampang ini dilakukan berdasarkan pada data geologi regional yang menyatakan bahwa satuan Intrusi Andesit Porfiri ini terbentuk pada kondisi lingkungan darat.
4.2.3.5  Hubungan Statigrafi
hubungan antara satuan ini yaitu dimana satuan Andesit Porfiri ini menerobos satuan Tuf Bentang yang berumur yaitu Miosen akhir, sedangkan dengan satuan yang berada diatas nya satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua hubungannya tidak selaras.
4.2.4       Satuan Batuan Breksi andesit Gunungapi Tua
Satuan batuan Breksi andesit Gunungapi Tua merupakan satuan batuan lebih muda dari satuan intrusi Andesit, satuan kalkarenit bentang dan satuan Tuf bentang. Hubungan antara satuan batuan ini dengan satuan batuan Tuf Bentang dan satuan Kalkarenit bentang dan Intrusi Andesit porfiri yaitu hubungannya tidak selaras, Satuan ini disusun secara dominan oleh breksi andesit. Berdasarkan ciri fisik satuan batuan ini di lapangan, memperhatikan tata cara penamaan satuan tidak resmi, dan berdasarkan pada geologi regional dapat disebandingkan dengan Formasi hasil gunungapi tua maka satuan ini diberi nama satuan Breksi Andesit Gunungapi tua.
4.2.4.1  Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan Breksi Andesit Gunungapi Tua ini menempati ± 38 % dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relativ barat – timur ke utara, daerah penelitian dengan wilayah meliputi Kecamatan Salawu Desa Margalaksana, dan Kecamatan Tanjung Jaya Desa Tanjungjaya. Di daerah penelitian satuan ini menepati satuan geomorfologi berupa bergelombang lemah – menengah Denudasional (D1). Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang A - B, satuan ini mempunyai ketebalan ± 200 meter.


4.2.4.2  Litologi Penyusun
Satuan ini tersusun secara dominan oleh breksi andesit, secara megaskopis berwarna segar abu-abu cerah, warna lapuk coklat kemerahan, tekstur piroklastik, ukuran fragmen > 64mm, bentuk butir menyudut, struktur fragmental dan masif, sortasi buruk, dengan komposisi fragmen Andesit dan matrik Tuf, secara mikroskopis fragmen dalam pengamatan PPL berwarna abu-abu kecoklatan dan XPL berwarna abu-abu gelap, tekstur porfiritik, hipokristalin, bentuk mineral subhedral- anhedral, relasi inequigranular porfiritik dimana fenokris tertanam pada massa dasar berupa mineral dengan ukuran yang lebih kecil, tersusun oleh plasgioklas 48%, Hornblende 7%, mineral opaq 3%,  mikrolit Plagioklas 34%, Gelas vulkanik 8%, sehingga nama petrografisnya adalah Andesit, sedangkan Matrik dalam pengamatan PPL berwarna coklat gelap dan XPL abu-abu gelap, tekkstur dengan ukuran butir 1/64 - 1/2, bentuk butir membulat tanggung - menyudut tanggung, kemas tertutup, pemilahan sedang, tersusun  oleh Feldspar 33%, mineral opaq 7%, dan Gelas Vulkanik 60%, sehingga nama petrografisnya adalah Vitrik Tuf (Schmid, 1981), (Gambar 4.11) (Tabel 4.5) (Lampiran analisa Petrografi).
Gambar 4.11 Singkapan Breksi Andesit Gunungapi Tua. (A,B,C, dan D) Lensa menghadap ke arah utara  (Foto diambil di LP 7, Desa Sukarasa).

Tabel 4.6. Kolom litologi satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua Bentang (tidak dalam skala sebenarnya).
4.2.4.3  Umur
Pada satuan ini tidak ada di temukannya indikasi fosil yang di gunakan sebagai penentuan kisaran umur maka penentuan umur pada satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua ini dilakukan berdasarkan korelasi dan kesebandingan dari penentuan umur yang dilakukan oleh peneliti terdahulu serta mengacu pada stratigrafi regional yang terdapat pada Peta Geologi Regional Lembar Tasikmalaya (T. Budhitrisna, 1986), dimana satuan batuan ini berumur Kuarter kala pleistosen.
4.2.4.4  Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan ini berdasarkan dari hasil data lapangan satuan Breksi Gunungapi Tua terbentuk di darat, dikarekan tidak di temukannya fosil maupun unsur karbonat yang terkandung dalam satuan ini.
4.2.4.5  Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi pada satuan Breksi Gunungapi Tua dengan satuan yang ada di bawahnya yaitu satuan Tuf Bentang dan satuan Kalkarenit Bentang serta Intrusi Andesit Porfiri hubungannya yaitu tidak selaras karena adanya perbedaan umur.
4.2.5       Korelasi Stratigrafi Regional dengan Stratigrafi Daerah Penelitian
Hasil korelasi antara stratigrafi regional menurut (Budhitrisna, 1986) dengan stratigrafi daerah penelitian berdasarkan litostratigrafi. Dapat diketahui bahwa satuan Tuf Bentang termasuk kedalam Formasi Bentang, satuan Kalkarenit Bentang masuk ke dalam Formasi Anggota Sukaraja Formasi Bentang, satuan intrusi Andesit termsuk ke dalam Formasi Bentang, dan satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua termasuk ke dalam Formasi Hasil Gunungapi Tua. (Gambarl 4.12).
Gambar 4.12  Korelasi statigrafi regional lembar Tasikamla (Budhitrisna, 1986) dengan stratigrafi daerah penelitian (tidak dalam sekala sebenarnya)
4.3     Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan berdasarkan pada pengamatan dan pengkajian data citra SRTM, interpretasi peta topografi dan yang paling utama adalah data hasil penelitian lansug dilapangan yang berupa catatan, foto, dan pengukuran dari data-data struktur dan unsur unsur penyertanya yang ada pada daerah penelitian.
Di interpretasikan dari citra SRTM dan interpretasi peta topografi, bahwa arah kelurusan bagian A berarah barat - timur dan bagian B berarah barat laut – tenggara, C berarah utara selatan, dapat dilihat dari pola kelurusannya. (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Citra SRTM daerah penelitian serta hasil interpretasi pola kelurusan.
Gambar 4.15 Interpretasi Pola Kelurusan Kontur

Pada daerah penelitian sangat sulit dijumpai struktur geologi yang berkembang, banyak faktor yang menjadi alasannya, berupa akses dan medan pada daerah penelitian, juga dijumpai berupa soil yang sangat tebal akibat pelapukan yang sangat intensif, ataupun kemungkinan tertutup dan tertimbunnya struktur geologi yang berkembang oleh vegetasi yang tumbuh pada daerah penelitian.
Peneliti mencoba menginterpretasikan struktur Geologi pada daerah penelitian, dimana interpretasi citra SRTM pada kelurusan C ditemukan adanya indikasi pola struktur sesar yang ditunjukan oleh blok yang bergerak ke arah selatan. Kemudian pada peta topografi dijumpai adanya kelurusan kontur dan keluruan sungai dari hal tersebut peneliti menginterpretasikan adanya struktur sesar mendatar mengkiri.


4.4     Geologi Sejarah Daerah Penelitian
Dalam merekontruksu sejarah geologi daerah penelitian, data-data yang digunakan meliputi data lapangan, interprestasi dan penafsiran, data sekunder berupa ciri litologi, umur satuan litologi, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi serta pola struktur dan mekanisme pembentukannya sesuai dengan konsep ruang dan waktu. Selain data tersebut juga dilakukan pencocokan terhadap data geologi regional dari peneliti terdahulu. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dari stratigrafi tertua ke muda yang ada didaerah penelitian yaitu mulai sejak kala Miosen sampai kala Pleistosen.
4.4.1 Kala Miosen Akhir
Sejarah Geologi daerah penelitian di perkirakan berawal pada masa kenozoikum zaman Tersier kala Miosen Akhir, ditunjukan dengan diendapkan nya formasi Bentang berupa satuan Tuf Bentang yang merupkan prodak aktifitas vulkanisme  dimana formasi ini diendapkan pada lingkungan darat satuan ini secara berangsur berubah menjadi lingkungan laut dangkal yang di tunjukan dengan diendapkannya satuan kalkarenit Bentang dimana berdasarkan hasil analisis mikrofosil menunjukan umur miosen akhir (N16) berdasarkan kehadiran fosil foraminifera planktonik berupa Globigerinoides immaturus (Brady, 1877), Globorotalia acostaensis (Blow, 1959), Globigerina prabuloidess (Blow, 1959), Globigerinoides trilobus (Reuss, 1850), satuan kalkarenit ini di endapkan pada lingkungan neritik luar berdasarkan kehadiran fosil foraminifera bentonik berupa Bolivina sp ( d’Orbigny, 1839 ), Cibicides cognatus ( Galloway and Morrey, 1931), Cibicides fletcheri (Galloway & Wissler, 1927 ), Cibicidoides floridanus (Cushman, 1918), Cibicides sp, Cibicidoides sp, Amphistegina sp, Elphidium sp, Quincueloculina sp, dimana hubungan antara Tuf Bentang dengan Kalkarenit Bentang adalah melensa, kemudian setelah satuan batuan Tuf Bentang diendapakan satuan ini di terobos oleh satuan intrusi andesit porfiri.
4.4.2 Kala Pleitosen
Kemudian pada kala plesitosen di endapkan formasi Hasil Gunungapi Tua berupa satuan Breksi Andesit Hasil Gunungapi Tua yang merupakan hasil produk dari aktifitas vulkanisme. Satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua ini menutupi secara tidak searas di atas formasi Bentang, satuan ini terbentuk pada lingkungan darat. Kemudian pada kala sekaranag (resen) terjadi proses pelapukan yang sangat intensif didaerah penelitian.
4.5     Geologi Tata Lingkungan Daerah Penelitian
Geologi lingkungan merupakan salah satu disiplin ilmu geologi terapan yang membahas pemanfaatan sumber kekayaan bumi oleh manusia dan berhubungan erat dengan masalah – masalah perencanaan fisik, pengembangan wilayah dan usaha pengendalian lingkungan hidup dengan melihat aspek - aspek geologi yang ada di suatu daerah. Geologi lingkungan dalam pengembangan dan peruntukan suatu wilayah mempertimbangkan reaksi lingkungan dan benturan – benturan yang mungkin timbul sebagai akibat peruntukan tersebut.
Menurut (Sampurno, 1979), keadaan lingkungan dikontrol kuat oleh beberapa aspek geologi yang mencakup sifat keteknikan, tanah dan batuan terhadap kemantapan lereng, letak dan potensi batuan untuk bahan galian, letak endapan potensial dan potensi bencana alam akibat pengaruh kondisi geologinya.
Pengaruh aspek geologi terhadap lingkungan dapat menciptakan masalah yang berakibat pada tata kehidupan manusia yang bermukim di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk suatu daerah seharusnya selaras dengan kemajuan sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhan hidup. Alam menyediakan segala kebutuhan hidup manusia, namun demikian dalam pengelolaan sumberdaya alam perlu suatu perencanaan yang tidak hanya melihat segi pertumbuhan yang menghasilkan pertumbuhan pendapatan atau materi, akan tetapi mempertimbangkan juga aspek peningkatan kualitas hidup sehingga dalam penetapan suatu daerah sebagai kawasan tertentu sesuai dengan potensi dan fungsi sebenarnya daerah tersebut. Perencanaan dengan tinjauan geologi lingkungan akan membantu dalam pemanfaatan lingkungan seoptimal mungkin dan membantu mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin pengaruh negatif dari pemanfaatan lingkungan.
Dalam usaha peningkatan potensi yang dimiliki daerah Sukasenang dan sekitarnya, Kecamatan Tanjungjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat, khususnya yang berkaitan dengan potensi geologi yang berhubungan dengan lingkungan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumberdaya geologi yang ada. Dari sumber ini diharapkan dapat diketahui potensi geologi yang ada baik berupa sesumber maupun yang berupa bencana alam.
Pemahaman mengenai perencanaan lingkungan diharapkan dapat menciptakan keseimbangan hidup antar manusia dan alam serta mencegah akumulasi masalah yang dapat menimbulkan akibat kesalahan dalam perencanaan pemanfaatan lahan. Pembahasan mengenai masalah geologi lingkungan pada daerah penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu: sesumber yang bersifat positif dan bencana alam yang bersifat negatif.
4.5.1       Sesumber
Sesumber merupakan sesuatu yang ada di alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungannya baik yang bersifat kebutuhan primer maupun sekunder, termasuk yang digunakan pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Sesumber yang ada pada daerah penelitian antara lain: sumber daya tanah, sumber daya air, dan sumberdaya bahan galian.
4.5.1.1  Sumber Daya Tanah
Tanah merupakan hasil dari pelapukan batuan yang ada di bawahnya ataupun yang ada di sekitar tanah tersebut berada. Pada daerah penelitian tanah berasal dari pelapukan Breksi Andesit dan Tuf. Pemanfaatan tanah pada daerah penelitian sebagian besar digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai lahan pertanian rakyat yang meliputi pertanian lahan sawah, ladang dan lahan kering (Gambar 4.15).
Gambar 4.16 Tataguna lahan persawahan di Desa Margalaksana (foto diambil dari LP 3 dengan arah lensa barat laut).

4.5.1.2      Sumber Daya Air
Air merupakan komponen utama sebagai sumber kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan semua makhluk hidup. Bagi masyarakat di daerah penelitian, air mempakan kebutuhan yang sangat vital dalam mendukung aktifitas sehari-hari misalnya untuk memenuhi kebutuhan mmah tangga seperti : minum, memasak, mandi, mencuci dan digunakan juga sebagai kebutuhan lain seperti membuat penampungan dan bendungan untuk mengairi sawah dan ladang dan juga untuk memandikan hewan ternaknya.
Sumber daya air di daerah penelitian dapat dijumpai berupa air bawah permukaan dan air permukaan. Air bawah permukaan di daerah penelitian berupa sumur yang digali oleh penduduk setempat yang umumnya terdapat di daerah sekitar pemukiman penduduk. Sedangkan, pada air permukaan di daerah penelitian berupa air yang terdapat pada sungai-sungai baik itu pada sungai besar maupun sungai kecil yang di manfaatkan oleh penduduk setempat untuk kebutuhan pengairan ladang dan persawahan.
4.5.1.3      Sumber Daya Bahan Galian
Bahan galian yang terdapat pada daerah penelitian merupakan bahan galian Batugamping Kalkarenit Bentang khususnya pada litologi batugamping dengan kondisi batuan yang kompak memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan galian dengan nilai yang cukup ekonomis, karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bangunan. Juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk mendirikan bangunan ataupun sebagai bahan pengerasan jalan (Gambar 4.17)
Gambar 4.17 Pemanfaatan batugamping sebagai bahan  bakubangunan, bahan pengerasan jalan, dan bahan pembuat dinding terasering (foto diambil di Desa Cimanggu di dekat LP 41 lensa mengahadap Utara).

4.5.2       Bencana Alam
Bencana alam merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh alam, manusia atau oleh kedua-duanya (Sampoerno, 1979). Jika batas kesetimbangan ekosistem telah dilampaui, dapat menimbulkan suatu kerugian bagi makhluk hidup di alam tersebut terutama bagi manusia, seperti : korban jiwa, harta benda, kerusakan sarana prasarana dan kerusakan lingkungan, sehingga dapat  menimbulkan gangguan terhadap tatanan kehidupan dan penghidupan baik hewan, tumbuhan maupun manusia itu sendiri, seperti terjadi kekeringan di musim kemarau dan terjadi erosi pada jalan dan tebing di musim hujan. Bencana geologi meliputi bencana yang diakibatkan oleh : tanah longsor, gempa bumi, letusan gunungapi, dan banjir. Bencana alam yang dapat diamati di daerah penelitian berupa gerakan tanah (longsoran) seperti pada (Gambar4.17).
Gambar 4.18 Longsoran di Desa Layabakti (foto diambil di dekat Lp 27, lensa menghadap ke arah barat).

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya




JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LINk DIBAWAH INI



CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "GEOLOGI DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel