-->

KARAKTERISTIK BATUGAMPING DAERAH SUMBERMANJING WETAN, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

Karakteristik Batugamping Daerah Sumbermanjing Wetan, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur


3.6Hasil Analisis
Dalam kajian ini menjelaskan data primer maupun data sekunder yang didapat kemudian dilakukan suatu analisis. Data primer melupakan data murni yang didapat langsung di lapangan dengan pengamatan secara langsung pada data permukaan, data yang didapat kemudian dipilah dan diambil untuk daerah penelitian beserta aspek yang menyertainnya. Data sekunder merupakan data pendukung meliputi penelitian yang dilakukan ileh peneliti terdahulu baik secara lokal maupun regional. Beberapa analisis yang dilakukan peneliti diantaranya adalah analisis variasi batugamping dengan menggunakan analisis petrografi berdasarkan contoh batuan yang diambil dari daerah penelitian, analisis umur batuan dengan menggunakan mikropaleontologi klasifikasi zonasi Blow (1969), analisis lingkungan pengendapan (Flugel 1982 dan Wilson 1975).
 3.6.1       Batugamping Daerah Penelitian
Pengambilan contoh batugamping daerah penelitian dilakukan dengan maksud untuk mengetahui variasi batugamping yang ada didaerah penelitian. Variasi batugamping diambil contohnya untuk kemudian dianalisis secara petrografi. Analisis batugamping ini mengambil contoh batuan pada satuan batugamping kalkarenit Punung dan satuan batugamping terumbu Punung (Tabel 3.11). Satuan kalkarenit Punung tersusun atas batugamping klastik, diantaranya kalsirudit, kalsilutit, kalsilutit berfosil, dan kalkarenit. Satuan batugamping terumbu Punung tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping terumbu berlapis dan batugamping kristalin.
Tabel 3.11    Kolom stratigrafi daerah penelitian, kotak merah merupakan pengambilan contoh batuan.
Contoh batuan diambil dari sepanjang jalur lintasan pengukuran stratigrafi terukur yaitu LP 29 dengan kode contoh batuan LP 29A, LP 29B, LP 29C, LP 29D, dan LP29, selain itu juga beberapa LP diantarannya LP 75 dan LP 77.


3.6.1.1  Kalsirudit
Kalsirudit secara megaskopis mempunyai warna segar coklat keputihan, warna lapuk coklat kehitaman, struktur berlapis, bentuk butir membulat - membulat tanggung, ukuran butir kerakal - brangkal, kemas terbuka, sortasi buruk, fragmen batugamping terumbu dengan warna segar putih, warna lapuk coklat, komposisi mineral karbonat, matrik kalsilutit dengan warna segar abu - abu, ukuran butir lempung, komposisi mineral karbonat, semen  karbonat (Gambar 3.4).
Secara mikroskopis matrik kalsilutit (Gambar 3.6) memiliki warna merah muda, dengan ukuran butir 0.075 mm, bentuk butir well rounded, kemas sutured, komposisi mikrit 80%, sparit 12%, mineral opak 5% dan fosil 3% dengan nama petrografi mudstone (Dunham, 1962). Secara mikroskopsis fragmen batugamping terumbu (Gambar 3.7) memiliki warna coklat keabu - abuan dengan ukuran butir 0.025 - 0.825 mm, bentuk butir sub-rounded, kemas long, komposisi fosil 65% meliputi pecahan alga, dan ooids, sparit 20%, dan mikrit 15% dengan nama petrografi packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971).


Gambar 3.6 Petrografi matrik kalsirudit berupa kalsilutit
Gambar 3.7 Petrografi fragmen kalsirudit berupa batugamping terumbu
3.6.1.2  Kalsilutit
Kalsilutit secara megaskopis memiliki warna abu - abu keputihan, struktur berlapis, tekstur klastik, ukuran butir lempung, komposisi mineral karbonat (Gambar 3.6). Secara mikroskopis kalsilutit (Gambar 3.7) memiliki warna merah muda, dengan kemas long, mud-suported komposisi mikrit 80%, sparit 15%, mineral feldspar 2% dan fosil 3% dengan nama petrografi mudstone (Dunham, 1962).
Gambar 3.8 Petrologi kalsilutit
Gambar 3.9 Petrografi kalsilutit
3.6.1.3  Kalsilutit Berfosil
Kalsilutit berfosil secara megaskopis mempunyai warna segar hitam, struktur berlapis, tekstur klastik, ukuran butir lempung, komposisi mineral karbonat, sisipan lignit, dan melimpah pecahan - pecahan cangkang pelecypoda (Gambar 3.10). Secara mikroskopis kalsilutit berfosil (Gambar 3.11) memiliki warna merah muda dengan kemas long, mud-suported komposisi mikrit 80%, sparit 18%, mineral orthoclas 2% dengan nama petrografi mudstone (Dunham, 1962).
Gambar 3.10 Kalsilutit berfosil mempunyai kenampakan fisik melimpahnya pecahan– pecahan cangkang dan keterdapatan sisipan lignit.
Gambar 3.11 Petrografi kalsilutit berfosil
3.6.1.4  Kalkarenit
Kalkarenit secara megaskopis mempunyai warna segar abu - abu kecoklatan, warna lapuk coklat tua, struktur berlapis dan laminasi, tekstur klastik ukuran butir pasir halus - pasir kasar, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi mineral karbonat dan cangkang fosil (Gambar 3.12). Secara mikroskopis kalkarenit (Gambar 3.13) memiliki warna merah muda, kemas point, mud-suported  komposisi mikrit 80%, sparit 8%, dan fosil 12% dengan nama petrografi wackestone (Dunham,1962) dan floatstone (Embry & Klovan, 1971).
Gambar 3.12 A. Kalkarenit; B. Struktur laminasi; C. Keterdapatan cangkang pelecypoda pada kalkarenit; D. Cangkang gastropoda
Gambar 3.13 Petrografi kalkarenit
3.6.1.5  Batugamping Terumbu
Batugamping terumbu terbagi menjadi 2 yaitu batugamping terumbu massif (framestone) dan batugamping terumbu berlapis (bafflestone) penamaan oleh Embry & Klovan (1971). Secara megaskopsis mempunyai warna abu - abu keputihan, warna lapuk coklat kehitaman, struktur masif dan lapies, terkstur non klastik, komposisi  koral, moluska, dan mineral kalsit dibeberapa tempat ditemukan batugamping terumbu dengan struktur berlapis (Gambar 3.14). Secara mikroskopis batugamping terumbu (framestone) (Gambar 3.15)  memiliki warna abu - abu kecoklatan dengan kemas point, grain supported komposisi berupa fosil 95% terdiri dari skeletal grains dan cortoids, mikrit 3% dan sparit 2% dengan nama petrografi packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971).
Gambar 3.14   Petrologi batugamping terumbu, A. Batugamping terumbu berlapis (bafflestone), B. Batugamping terumbu masif (framestone)
Secara mikroskopis (Gambar 3.16) batugamping terumbu berlapis (bafflestone) memiliki warna abu - abu dengan dengan kemas point, grain supported komposisi berupa fosil 86% terdiri dari skeletal grains dan cortoids, mikrit 10% dan sparit 4% dengan nama petrografi packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971).
Gambar 3.15 Petrografi batugamping terumbu masif (framestone)
Gambar 3.16 Petrografi batugamping terumbu berlapis (bafflestone)
3.6.1.6  Batugamping Kristalin
 Batugamping kristalin secara megaskopsis warna segar putih kemerahan, warna lapuk coklat kemerahan, struktur masif, tekstur non klastik, komposisi mineral karbonat (Gambar 3.17). Secara mikroskopis (Gambar 3.18) memiliki warna abu – abu, dengan komposisi kristal kalsit 90%, dan mikrit 2% dengan nama petrografi crystalline (Dunham, 1962).
Gambar 3.17 Petrologi batugamping kristalin
Gambar 3.18 Petrografi batugamping kristalin
3.6.2       Analisis Mikropaleontologi
 Analisis mikropaleontologi pada batugamping di daerah penelitian dengan maksud untuk mengetahui umur batugamping yang ada didaerah penelitian. Sampel batuan yang diambil untuk analisis mikropaleontologi dengan cara memperhatikan bagian bawah, tengah dan atas dari penyusun batugamping tersebut. Dari analisis mikropaleontologi didapatkan umur (Tabel 3.12)

Tabel 3.12 Umur batugamping di daerah penelitian (Zonasi Blow, 1969)

Berdasarkan analisis foraminifera bentonik didapatkan  lingkungan pengendapan (Tabel 3.13). Dari analisis tersebut batugamping di daerah penelitian mempunyai umur N12 - N16 dan diendapkan pada lingkungan transisi sampai neritik tepi.
Tabel 3.13 Lingkungan pengendapan batugamping di daerah penelitian (Tipsword,   1966)

3.6.3       Penampang Stratigrafi Terukur
Pengukuran penampang stratigrafi terukur dilakukan pada lintasan Kali Bangbang dengan jarak lintasan 75 m. Lintasan dilakukan dari batuan yang tertua yang tersingkap pada Kali Bangbang mengarah ke lintasan yang paling muda. Lintasan ini dipilih karena memiliki variasi batugamping dan sangat mewakili untuk dilakukannya perbandingan dengan Formasi Wonosari tipe lokasi Wonosari, maupun Formasi Punung dengan tipe lokasi Punung. Setelah meneliti variasi batugamping yang ada pada daerah penelitian, peneliti melakukan analisis mengenai lingkungan pengendapan atau microfacies dari batugamping tersebut. Microfacies pada lintasan ini menggunakan standart microfacies model menurut Flugel 1982 (Gambar 3.19), dikombinasikan dengan zona fasies menurut Wilson (1975). Berdasarkan pembagian menggunakan Standard Microfacies Types (SMF) Batugamping di jalur lintasan penampang stratigrafi terukur mempunyai standart microfacies types berjumlah tiga SMF; yaitu SMF 5; SMF 8 dan SMF 10, yang kesemuannya mempunyai ciri dan karakteristik masing masing (Gambar 3.20) dengan facies zone menurut Wilson (1975) FZ 7 (Gambar 3.20).
SMF 5 (Flugel, 1982) mempunyai arti allochthonous bioclastic grainstone, rudstone, packstone, floatstone, or breccia, dengan karakteristik batugamping pada jalur lintasan penampang stratigrafi terukur berada pada kalsirudit contoh batuan LP 29 A yang secara megaskopis memiliki ukuran butir lebih dari 2 mm atau ukuran breksi yang memiliki struktur menghalus kearah atas. Penamaan secara petrografi untuk fragmen dari kalsirudit adalah packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971). Sedangkan penamaan secara petrografi untuk matriks dari kalsirudit adalah mudstone (Dunham, 1962).
Gambar 3.19 Penampang stratigrafi terukur lintasan Kali Bangbang
Gambar 3.20 Facies zone (FZ) (Wilson, 1975) batugamping 
Tabel 3.14 Standart Microfacies Types (SMF) (Flugel, 1982) pada lintasan penampang stratigrafi terukur
SMF 8 mempunyai arti wackestones or floatstones with whole fossils, dengan karakteristik batugamping pada jalur lintasan penampang stratigrafi terukur berada pada litologi kalkarenit contoh batuan LP 29 D yang secara megaskopis memiliki ukuran arenit 1/16 – 2 mm (Grabau 1904) yang mempunyai nama kalkarenit. Penamaan secara petrografi untuk batuan ini adalah wackestone (Dunham, 1962) dan floatstone (Embry & Klovan, 1971) dicirikan tipe grain suported adanya fosil dengan kelimpahan lebih kurang 12%.
  SMF 10 mempunyai arti Bioclastic packstone or wackestone with worn skeletal grains, dengan karakteristik batugamping pada jalur lintasan penampang stratigrafi terukur berada pada litologi batugamping terumbu berlapis contoh batuan LP 29 E yang secara megaskopis memiliki ciri – ciri berlapis yang mengindikasikan penyusun batugamping terumbu berlapis (bafflestone) ini juga terdapat material klastiknya, tidak murni penyusunnya adalah koral. Sehingga penamaan petrografi batugamping terumbu ini adalah packstone (Dunham, 1962). Batuan ini termasuk kedalam standart microfacies types (SMF 18) dikarenakan secara petrografi memiliki komposisi berupa skalatel grain dan pecahan dari alga.
Berdasarkan tabel standart microfacies types (Flugel, 1982), didapatkan facies zone (Wilson, 1975) FZ 7 – FZ 8 yang mempunyai arti laut terbuka. Penciri dari zona fasies ini adalah terdapatnya batuan yang secara petrografi (Dunham 1962) bernama packestone dan wackestone. Penciri lain adalah adanya batugamping berukuran lumpur atau lempung dan hadirnya foraminifer bentik alga (Gambar 3.21) pada kalsirudit (L P29 A) dan keterdapatan sisipan lignit (LP 29 C) yang mengindikasikan terbentuk pada lingkungan pengendapan transisi. 
Gambar 3.21 Keterdapatan alga pada kalsirudit sebagai penciri laut terbuka
3.7           Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan batugamping daerah penelitian dengan Formasi Wonosari tipe lokasi Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta dan Formasi Punung tipe lokasi Punung, Pacitan, Jawa Timur berdasarkan data penampang stratigrafi terukur oleh peneliti sebelumnya. Batugamping daerah penelitian dan pengukuran penampang stratigrafi terukur pada lintasan Kali Bangbang didapatkan analisis data berupa analisis petrografi, analisis mikropaleontologi, dan analisis lingkungan pengendapan batugamping khususnya pada jalur pengukuran stratigrafi terukur.
Variasi batugamping yang ada didaerah penelitian secara megaskopis dan petrografi adalah kalsirudit secara petrografi mempunyai nama packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971), kalsiutit secara petrografi mempunyai nama mudstone (Dunham, 1962), kalsilutit berfosil dengan sisipan lignit kalsiutit secara petrografi mempunyai nama mudstone (Dunham, 1962), kalkarenit secara petrografi mempunyai nama wackestone (Dunham, 1962) dan floatstone (Embry & Klovan, 1971), batugamping terumbu berlapis (bafflestone) secara petrografi mempunyai nama packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971), batugamping terumbu masif (packstone) secara petrografi mempunyai nama packstone (Dunham, 1962) dan rudstone (Embry & Klovan, 1971) dan batugamping kristalin secara petrografi mempunyai nama crystalline (Dunham, 1962). Dari variasi batugamping yang ada di daerah penelitian dapat dikesebandingkan dengan variasi batugamping pada Formasi Punung dengan tipe lokasi Punung, Pacitan, Jawa Timur penampang stratigrafi terukur oleh Sundawa, 2012 (Gambar 3.22), kesebandingan tersebut berdasarkan keterdapatan kalsirudit dan sisipan lignit atau komposisi lignit pada batugamping ukuran pasir sampai lempung.
Berdasarkan analisis mikropaleontologi, dengan pengambilan contoh batuan bawah, tengah dan atas didapatkan umur batuan pada batugamping daerah penelitian berumur Miosen Tengah sampai awal Miosen Akhir (N12 – N16). Perbandingan umur batugamping pada daerah penelitian dengan batugamping Formasi Wonosari dan batugamping Formasi Punung mempunyai umur yang sama yaitu kisaran awal Miosen Tengah sampai awal Miosen Akhir. Sehingga dapat dikatakan bahwa, Formasi Punung di Pegununungan Selatan Jawa Timur dapat di setarakan dengan Formasi Wonosari di Pegunungan Selatan Jawa Tengah.
Gambar 3.22 Kesebandingan antara A. Penampang stratigrafi terukur Formasi Punung (Sundawa, 2012); B. Penampang stratigrafi terukur jalur lintasan Kali Bangbang di daerah penelitian.
Berdasarkan lingkungan pengendapan facies zone (Wilson, 1975), batugamping pada lintasan penampang stratigrafi terukur termasuk kedalam FZ 7 sampai FZ 8 antara open marine sampai ploatform interior restriced. Menandakan bahwa lingkungan terbentuknya batugamping pada lintasan penampang stratigrafi terukur berada pada laut terbuka. Penciri laut terbuka lainnya adalah keterdapatan lignit sebagai penciri zona transisi – laut terbuka. Pada Formasi Wonosari dan Formasi Punung lingkungan pengendapan juga sama yaitu antara FZ 3 – FZ 8 antara toe of slope sampai ploatform interior restriced. Berdasarkan analisis mikropaleontologi lingkungan pengendapan dari batugamping daerah penelitian dengan batugamping Wonosari dan batugamping Punung adalah sama yaitu lingkungan transisi sampai lingkungan neritik tepi.  
Berdasarkan litostratigrafi atau ciri fisik batuan pada Sandi Stratigrafi Indonesia BAB II (Soejono Martodjojo dan Djuhaeni, 1976) batugamping didaerah penelitian terdapat kesamaan ciri fisik dan kesamaan asosiasi batuan dengan dengan batugamping yang berada pada Formasi Punung di daerah Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah (Sundawa, 2012). Kesamaan fisik tersebut terdapat pada sisipan lignit dan komposisi lignit pada batugamping ukuran pasir – ukuran lempung (Gambar 3.23) yang terdapat pada masing masing jalur lintasan penampang stratigrafi terukur. Sehinga dapat ditarik kesimpulan bahwa, batugamping di daerah penelitian termasuk kedalam batugamping Formasi Punung. Pada Formasi Punung di daerah Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah sisipan lignit berada pada batuan kalkarenit sedangkan pada daerah penelitian berada pada batuan kalsilutit berfosil.
Gambar 3.23   A. Singkapan kalkarenit Punung (Sundawa, 2012); B. Foto jarak dekat keterdapatan lignit dan pecahan cangkang moluska pada Formasi Punung (Sundawa, 2012); C. Singkapan kalsilutit berfosil daerah penelitian; D. FOto jarak dekat keterdapatan lignit; E. Foto jarak dekat keterdapatan pecahan cangkang pelecypoda.
4.1 Kesimpulan
Batugamping di daerah penelitian termasuk kedalam batugamping Formasi Punung dengan kesebdandingan penampang stratigrafi terukur daerah Giriwoyo, Wonogiri, Jawa Tengah (Sundawa, 2012). Peneliti meyakini dari variasi batugamping inilah bahwa formasi tersebut adalah Formasi Punung. Batuan penciri dari Formasi Punung adalah berurutan dari tua ke muda, kalsirudit – kalsilutit sampai kalkarenit dengan sisipan lignit atau mempunyai komposisi lignit, kalkarenit, dan batugamping terumbu berlapis. Keterdapatan lignit tersebut menjadi penciri utama dari Formasi Punung. Dari analisis umur batugamping daerah penelitian memiliki kesamaan umur dengan Formasi Punung, yaitu berumur tengah Miosen Tengah sampai awal Miosen Tengah (N12 – N16). Dari lingkungan pengendapan memiliki kesamaan yaitu lingkungan transisi sampai neritik atau lingkungan pengendapan laut terbuka dengan standart microfacies types dibagi menjadi 3 yaitu SMF 5, SMF 8 dan SMF 18 dengan facies zone 7 sampai facies zone 8.

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya
1.     Full Draft

klik link di bawah ini jika belum mengetahui cara Download
(LANGSUNG KE LANGKAH NO 7)


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KARAKTERISTIK BATUGAMPING DAERAH SUMBERMANJING WETAN, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel