-->

Tinjauan Pustaka Sedimen dan Batuan Sedimen

Sedimen dan Batuan Sedimen
Sedimen  adalah  setiap  partikel  yang  dapat ditransport  oleh  aliran  fluida  yang   kemudian diendapkan sebagai sedimen. Pada umumnya, sedimen diangkut dan dipindahkan oleh air (proses fluvial), oleh angin (proses aeolian) dan oleh es (glacier). Endapan pasir pantai dan endapan pada saluran sungai adalah contoh-contoh dari pengangkutan dan pengendapan fluvial, meskipun sedimen dapat juga mengendap pada aliran yang sangat lambat atau pada air yang relatif diam seperti di danau atau di lautan. Endapan “sand dunes” dan endapan “loess” yang terdapat di gurun merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan oleh proses angin, sedangkan endapan “moraine” yang terdapat di daerah yang beriklim dingin merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan proses gletser.

Sedimen merupakan bahan atau partikel yang terdapat di permukaan bumi (di daratan ataupun lautan), yang telah mengalami proses pengangkutan (transportasi) dari satu tempat (kawasan) ke tempat lainnya. Sedimen ini apabila mengeras (membatu) akan menjadi batuan sedimen. Ilmu yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju/gletser. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan.
Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu:
1.      Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.
2.      Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.
3.      Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya grafitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction), sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi. Ciri-ciri batuan sedimen adalah: 1). Berlapis (stratification); 2) Umumnya mengandung fosil; 3) Memiliki struktur sedimen; dan 4). Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.
Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua cara, yaitu:
1.      Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan atau dengan kata lain tidak mengalami proses pengangkutan. Sedimen ini dikenal sebagai sedimen autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok batuan autochhonous antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan batugamping.
2.      Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau dengan kata lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah Batupasir, Konglomerat, Breksi, Batuan Epiklastik.


3.5.1.   Klasifikasi batuan sedimen
Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan atas ukuran butir dan atau komposisinya.
1. Ukuran Butir
Ukuran butir atau ukuran partikel diukur dengan mengacu pada diameter dari butiran material, seperti sedimen atau partikel yang telah mengalami pembatuan pada batuan klastik. Material yang berbutir dapat berukuran mulai dari ukuran koloid, lempung, lanau, pasir, kerakal hingga bongkah (boulder). Sebaliknya, ukuran kristal adalah ukuran dari satu Kristal, sedangkan didalam butiran dapat tersusun dari beberapa kristal. Ukuran butir sedimen diukur berdasarkan atas 2 skala logaritma, yang dikenal dengan skala "Phi", dimana ukuran partikel dibagi mulai dari "colloid" hingga "boulder". Skala Wentworth dipakai di Amerika Serikat, dimana ukuran butir diukur dengan satuan inci. Modifikasi dari skala Wentworth dibuat oleh W.C Krumbein, yaitu dengan nama skala phi, yaitu suatu skala logaritma yang didasarkan atas rumus :
D = D02 − φ
dimana:
D = adalah diameter partikel
D0 = adalah suatu diameter rujukan yang setara dengan 1 mm
φ = adalah skala phi
Tabel 3.1 dibawah memperlihatkan hubungan antara skala “Phi” dengan ukuran butir dalam metrik dan kelas agregat menurut Wentworth sebagai berikut:

Tabel  3-6
Kesebandingan antara Skala Φ dalam satuan


metrik, inci dan kelas agregat Wentworth.







Skala φ



Ukuran Partikel
Kelas Agregat




(metrik)
(Wentworth)
< -8



> 256 mm
Boulder
-6 to -8



64–256 mm
Cobble
-5 to -6



32–64 mm
Very coarse gravel
-4 to -5



16–32 mm
Coarse gravel
-3 to -4



8–16 mm
Medium gravel
-2 to -3



4–8 mm
Fine gravel
-1 to -2



2–4 mm
Very fine gravel
0 to -1



1–2 mm
Very coarse sand
1 to 0



0.5–1 mm
Coarse sand
2 to 1



0.25–0.5 mm
Medium sand
3 to 2



125–250 µm
Fine sand






4 to 3



62.5–125 µm
Very fine sand
8 to 4



3.9–62.5 µm
Silt






> 8



< 3.9 µm
Clay
>10



< 0.1 µm
Colloid
2. Komposisi
Pada dasarnya, komposisi sedimen dapat diketahui dari litologi batuan asalnya, komposisi mineral dan susunan kimiawinya. Kondisi ini menjadikan lempung dapat bermakna dua, yaitu disatu sisi lempung dipakai sebagai ukuran besar butir dan disisi lain digunakan sebagai komposisi mineral penyusun batuan.
3.5.2. Pengangkutan Sedimen
1.      Pergerakan Partikel. Sedimen dapat terangkut oleh kekuatan dari alirannya dan hal ini sangat tergantung pada ukuran butir, volume, densitas dan bentuknya. Aliran air yang lebih kuat akan meningkatkan dalam mengangkat dan menyeret partikel partikel sehingga menyebabkan partikel-partikel terangkat terutama partikel yang ukurannya lebih besar dan lebih berat dan terangkut mengikuti gerakan aliran. Kekuatan aliran akan meningkatkan daya angkat dan daya dorong terhadap partikel partikel yang dapat mengakibatkan partikel-partikel tersebut terangkat, sedangkan partikel yang lebih besar atau partikel yang lebih berat akan terlihat seperti bergerak kearah bagian bawah disepanjang aliran.
Sungai dan saluran air mengangkut sedimen didalam alirannya. Sedimen ini dapat berada di berbagai lokasi dimana aliran tersebut berada, pengangkutan sedimen sangat tergantung pada keseimbangan antara kecepatan pergangkatan partikel-partikel (daya angkat dan daya seret), dan kecepatan pengendapan (settling) dari partikel-partikel sedimen yang diangkutnya. Hubungan keseimbangan ini dikenal sebagai bilangan Rouse, yaitu perbandingan antara kecepatan pengendapan dengan kecepatan pengangkatan. Bilangan Rouse adalah suatu bilangan non-dimensional yang ada didalam suatu aliran fluida yang bergerak (dinamis), dan Bilangan Rouse dipakai untuk menentukan bagaimana sedimen dapat ditransport di dalam suatu aliran fluida. Perbandingan antara kecepatan pengendapan (ws ) dan kecepatan pengangkatan butiran sebagai hasil dari konstanta von Kármán (κ) dan kecepatan gerusan (u * ).


Kecepatan Pemadatan


ws
Rouse   =-------------------------------------------------------------------

=  ----------


κ u *

Kecepatan gerakan keatas dari pengangkatan dan seretan
dimana :




ws adalah kecepatan penurunan partikel




κ adalah konstanta von Karman




u * adalah kecepatan geser (shear velocity)









Bentuk Pengangkutan Sedimen
Bilangan Rouse








Bed load
> 2.5



Suspended load: 50% Suspended
>1.2 <2.5



Suspended load: 100% Suspended
>0.8 <1.2



Wash load
< 0.8



Apabila kecepatan gerakan partikel keatas hampir sama dengan kecepatan pengendapan, maka sedimen akan terangkut kearah hilir sungai sebagai “suspended load”. Jika kecepatan dari gerakan partikel keatas lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan pengendapan (pemadatan), akan tetapi masih cukup kuat untuk sedimen berpindah, maka partikel akan berpindah disepanjang lapisan sebagai “bed load” yaitu dengan cara menggelinding, meluncur dan saltasi (meloncat masuk kedalam aliran, sehingga terangkut pada jarak dekat kemudian mengendap kembali). Jika kecepatan gerakan keatas lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengendapan, sedimen akan tertransport dalam aliran sebagai wash load. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran partikel yang berbeda beda dapat berpindah disetiap lokasi dimana air mengalir.


Gambar 3-19 Sifat pergerakan partikel partikel dalam media air, pada partikel lempung dan lanau (suspended-load) serta partikel pasir dan kerikil (bed-load): menggelinding, meluncur, saltasi


2.      Pembentukan perlapisan sungai (Fluvial bedforms). Pergerakan sedimen dapat membentuk struktur yang teratur dengan sendirinya seperti struktur-struktur riak (ripple), gumuk (dunes), antidunes pada sungai atau perlapisan sungai. Bentuk perlapisan seringkali terawetkan dalam batuan sedimen dan dapat dipakai untuk memperkirakan arah dan besarnya aliran saat sedimen diendapkan. Bentuk lapisan (bedform) adalah kenampakan suatu endapan diatas lapisan suatu sungai (proses fluviatil) atau masa aliran air yang terbentuk oleh perpindahan dari material yang disebabkan oleh aliran. Bentuk lapisan dicirikan oleh parameter aliran dan terutama terhadap kedalaman aliran dan kecepatan, yang dinyatakan sebaga bilangan Froude.
3.      Pembentukan perlapisan Vs Aliran. Jenis jenis keseragaman arah dari bentuk perlapisan dapat merepresentasikan dari kecepatan aliran, anggapan bahwa jenis-jenis sedimen (pasir dan lanau) dan kedalaman air, diperlihatkan dalam tabel dibawah dan dapat dipakai untuk menafsirkan lingkungan pengendapan seiring dengan meningkatnya kecepatan aliran. Tabel dibawah dapat dipakai secara umum, karena perubahan didalam ukuran butir dan kedalaman aliran dapat merubah bentuk lapisan dalam skenario tertentu. Lingkungan dua arah seperti tidal flat (dataran pasang surut) akan menghasilkan bentuk lapisan yang sama, tetapi hasil kerja sedimen dan arah yang berlawanan dari struktur aliran yang komplek.
Tabel 3-7 Regim Aliran, Bentuk Lapisan dan Potensi Terawetkan

Regim


Bentuk Lapisan


Potensi


Identifikasi


Aliran





Terawetkan








Lapisan bidang


Tinggi


Laminasi datar, hampir tidak ada arus





bawah


















Bawah


riak gelombang


Tinggi


Kecil, skala undulasi dalam cm.




(Ripple marks)


















Gelombang pasir


Rendah sampai


Jarang, gelombang lebih panjang dibandingkan














(Sand waves)


sedang


dengan gelembur gelombang ripples





Dunes/Megaripples


Rendah


Besar, gelembur gelombang dalam skala meter





Lapisan bidang





Laminasi datar, +/- penjajaran butiran (sebagian





atas


Tinggi


laminasi)


Atas








Fasa air berbentuk lapisan, sudut rendah,





Antidunes


Rendah


laminasi bersifat lentur





Pool and chute


Sangat Rendah


Hampir semuanya ter erosi


3.5.3. Aliran permukaan (Surface runoff)
Aliran yang mengalir didaratan dapat mengerosi partikel-partikel tanah dan mengangkutnya kebagian bawah lereng. Erosi yang terjadi pada aliran yang mengalir di daratan kemungkinan terjadi secara berbeda-beda melalui cara/metoda yang berbeda tergantung pada iklim dan kondisi alirannya.
1.      Erosi “rainsplash” akan terjadi sebagai dampak awal dari jatuhnya butiran-butiran air hujan yang mengenai permukaan tanah.
2.      Erosi berlembar “sheet erosion” akan terjadi apabila air mengalir di daratan dan secara langsung juga berperan sebagai pembawa sedimen tetapi aliran ini tidak akan membentuk “gullies”.
3.      Erosi “gully” akan terjadi apabila aliran yang membawa material sedimen mengalir dalam suatu saluran.


3.5.4. Pembentukan Batuan Sedimen
Batuan sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan melalui air, angin, gayaberat, atau es/glasial yang mengalir membawa partikel-partikel dalam bentuk suspensi. Sedimen sedimen ini seringkali berasal dari proses pelapukan dan erosi hasil penghancuran batuan menjadi partikel-partikel lepas. Partikel-partikel ini kemudian diangkut dari sumbernya ketempat tempat pengendapannya. Jenis sedimen yang terangkut kesuatu tempat tergantung pada kondisi geologi yang ada di daerah sumber sedimennya. Beberapa batuan sedimen, seperti batuan evaporit, tersusun dari material yang berasal dimana sedimen diendapkan. Batuan sedimen secara alami tidak hanya tergantung pada pasokan sedimen, tetapi juga pada lingkungan sedimen dimana sedimen terbentuk.
1. Lingkungan Pengendapan/Sedimentasi
Tempat dimana batuan sedimen terbentuk dikenal sebagai lingkungan pengendapan. Setiap lingkungan pengendapan mempunyai karakteristik masing-masing yang dipengaruhi oleh kombinasi antara proses proses geologi dengan lingkungan sekitarnya. Jenis jenis sedimen yang diendapkan tidak hanya tergantung pada sedimen yang diangkut akan tetapi juga tergantung pada lingkungan dimana sedimen itu diendapkan.
Batuan yang diendapkan di dalam laut dikenal sebagai lingkungan pengendapan laut. Seringkali lingkungan laut dibedakan antara lingkungan pengendapan laut dangkal dan lingkungan pengendapan laut dalam. Biasanya lingkungan pengendapan laut dalam berada pada kedalaman diatas 200 meter dibawah muka air laut, sedanghkan lingkungan pengendapan laut dangkal berada pada garis pantai dan berlanjut hingga ke batas tepi benua. Pada lingkungan ini biasanya air berada dalam kondisi energi yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan laut dalam, karena aktifitas gelombang. Oleh karena energi yang besar maka partikel partikel sedimen yang kasar dapat diangkut sehingga endapan sedimennya dapat lebih kasar dibandingkan yang berada di lingkungan laut dalam.
Ketika ketersedian sedimen di daratan diangkut kelingkungan laut maka perselingan pasir, lempung dan lanau akan diendapkan. Apabila daratannya berada jauh, maka jumlah sedimen yang diangkut kemungkinan hanya sedikit dan proses biokimia akan mendominasi dari jenis batuan yang akan terbentuk. Terutama di daerah yang beriklim hangat, pada lingkungan laut dangkal yang jauh dari lepas pantai akan dijumpai endapan batuan karbonat. Air yang hangat dan dangkal merupakan tempat yang ideal bagi habitat dari organisme kecil yang membangun cangkangnya dengan karbonat. Ketika organisme ini mati maka cangkangnya akan tenggelam kedasar laut membentuk lapisan lumpur karbonat yang apabila mengalami pembatuan (litifikasi) akan berubah menjadi batugamping. Lingkungan laut dangkal yang hangat juga merupakan tempat ideal bagi terumbu karang dan apabila mati dan mengendap akan berubah menjadi sedimen yang kaya akan cangkang dari organisme besar.
Pada lingkungan laut dalam, arus air biasanya kecil. Hanya partikel-partikel halus yang dapat diangkut ke tempat semacam ini. Jenis sedimen yang diendapkan didasar laut adalah lempung atau cangkang-cangkang kecil dari mikro-organisme. Pada kedalaman 4 kilometer dibawah laut, solubilitas dari karbonat meningkat secara signifikan. Sedimen karbonat yang tenggelam pada kedalaman ini tidak akan membentuk batugamping. Cangkang cangkang mikro-organisme membentuk silika, seperti radiolarite. Apabila dasar dari lautannya membentuk sudut, seperti di lereng benua, maka sedimen yang berada pada lereng benua dapat mengalami longsoran kearah bagian dasar samudra membentuk arus turbidit. Sekuen dari batuan sedimen yang terbentuk oleh arus turbidit disebut sebagai endapan turbidit.
Pantai adalah suatu lingkungan yang didominasi oleh kerja gelombang. Di pantai, pengendapan umumnya didominasi oleh sedimen berbutir kasar seperti pasir, kerikil dan sering bercampur dengan fragmen frgamen cangkang. Daerah pasangsurut merupakan tempat dimana kadang - kadang kering dan kadang-kadang berair sebagai akibat dari pasangsurut air laut. Daerah ini seringkali terpotong oleh alur-alur, ketika arus sangat kuat dan ukuran butiran dari endapan sedimen sangat luas. Aliran sungai yang masuk kelaut akan mengendapkan sedimen disekitar pantai membentuk endapan delta. Dengan demikian endapan delta didominasi oleh sedimen klastik.
Batuan sedimen yang terbentuk di daratan dikenal dengan lingkungan pengendapan daratan (benua). Contoh dari lingkungan pengendapan benua adalah laguna, danau, dataran banjir, dan kipas aluvial sungai. Pada air yang tenang didaerah rawa, danau, dan laguna endapan sedimen umumnya berbutir halus biasanya bercampur dengan material organik yang berasal dari tanaman atau binatang yang telah mati. Disamping pengangkutan oleh air, sedimen di daratan dapat diangkut oleh angin atau glasial. Sedimen yang diangkut oleh angin umumnya pemilahannya baik sedangkan yang diangkut oleh es dicirikan oleh pemilahan yang buruk.
2. Cekungan Sedimentasi
Cekungan sedimentasi adalah suatu tempat yang sangat luas dimana sedimen terakumulasi. Jumlah sedimen yang dapat diendapkan dalam suatu cekungan sangat tergantung pada kedalaman cekungan tersebut, dan tempat ini disebut juga sebagai ruang akomodasi sedimen. Kedalaman, bentuk dan ukuran suatu cekungan ditentukan oleh posisi tektoniknya. Apabila litosfir bergerak kearah atas (tectonic uplift) maka daratan akan naik melewati ketinggian muka air laut, maka erosi akan mulai bekerja dan daerah tersebut akan menjadi sumber material dari sedimen yang baru. Tempat tempat dimana litosfir bergerak turun, maka akan terbentuk suatu cekungan dimana sedimentasi akan terjadi ditempat ini dan ketika litosfir tetap mengalami penurunan, maka ruang akomodasi yang baru akan terus terbentuk.
Pada dasarnya pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan batas-batas lempeng, yaitu pada batas lempeng divergen yaitu pembentukan cekungan akibat berpisahnya 2 benua yang membentuk rift kemudian diisi oleh air laut yang kemudian membentuk rift basin. Cekungan juga dapat terjadi apabila sebagian litosfir terpanaskan dan kemudian mengalami pendinginan kembali sehingga menyebabkan densitasnya meningkat yang menyebabkan amblesan isostatik (isostatic subsidence). Apabila amblesan ini berlanjut maka akan terbentuk cekungan yang dikenal dengan cekungan kantong (sag basin). Contoh cekungan kantong adalah daerah tepi benua yang pasif, tetapi cekungan kantong dapat juga dijumpai di bagian dalam benua. Total ketebalan sedimen yang dapat mengisi cekungan kantong dapat mencapai 10 km.
Cekungan sedimen juga terjadi pada batas lempeng konvergen, dimana kedua lempeng yang saling bertabrakan menghasilkan cekungan busur depan (fore-arc basin) sebagai hasil pembubungan lempeng yang berbentuk cekungan memanjang asimetri yang dalam. Cekungan busur muka diisi oleh endapan laut dalam dengan sekuen turbidit yang tebal. Pengisian sedimen ini dikenal sebagai flysch. Cekungan dapat terbentuk juga dibagian belakang dari busur gunungapi yang dikenal sebagai cekungan belakang busur (back-arc basin). Cekungan belakang busur biasanya diisi oleh sedimen laut dangkal dan molasse.
3. Pengaruh Siklus Astronomi
Dalam banyak kasus perubahan facies dan kenampakan sekuen batuan dari suatu siklus batuan sedimen akan terlihat secara alami. Siklus ini disebabkan oleh perubahan dalam pasokan sedimen dan lingkungan pengendapannya. Kebanyakan dari perubahan siklus disebabkan oleh siklus astronomi. Siklus astronomi yang pendek dapat terjadi antara pasangsurut atau pasang setiap 2 minggu. Dalam skala yang lebih besar, perubahan pada iklim dan muka air laut yang disebabkan oleh berubahnya orientasi dan atau posisi rotasi bumi dan orbit bumi mengelilingi matahari. Terdapat sejumlah siklus dari rotasi bumi yang diketahui terakhir antara 10000 dan 200000 tahun. Perubahan kecil dalam orientasi sumbu bumi atau lamanya musim merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan iklim dimuka bumi. Sebagai contoh umur es 2,6 juta tahun yang lalu (Jaman Kuarter), diasumsikan sebagai pengaruh dari siklus astronomi. Perubahan iklim dapat mempengaruhi kenaikan muka air laut dan akan menambah ruang akomodasi pada cekungan sedimen serta pasokan sedimen dari wilayah tertentu. Begitu juga, perubahan yang kecil dapat menyebabkan perubahan yang besar dalam lingkungan pengendapan dan sedimentasi.
4. Kecepatan Sedimentasi
Pada hakekatnya kecepatan pengendapan sedimen berbeda beda tergantung lokasi dimana sedimen itu diendapkan. Suatu saluran yang berada pada dataran pasangsurut akan megendapkan sedimen dengan ketebalan hingga beberapa meter dalam satu hari, sedangkan di dasar lautan yang sangat dalam setiap tahunnya hanya beberapa milimeter saja sedimen yang terakumulasi. Suatu perbedaan yang sangat jelas antara pengendapan yang normal dengan pengendapan yang disebabkan oleh proses katatrofisme. Proses pengendapan katatrofis dapat terjadi karena proses yang bersifat tiba-tiba seperti gerakan tanah (longsoran tanah), luncuran batuan atau banjir bandang. Pada proses katatrofis dapat disaksikan pengendapan dari sejumlah besar sedimen dan terjadi secara tiba-tiba dalam satu satuan waktu yang cepat. Pada beberapa lingkungan pengendapan, kebanyakan dari total kolom batuan sedimen yang terbentuk oleh proses katatrofis, meskipun lingkungannya seringkali merupakan lingkungan yang tenang. Lingkungan pengendapan yang lainnya adalah lingkungan pengendapan yang didominasi oleh lingkungan yang normal serta pengendapan yang sedang berlangsung hingga saat ini.
Pada beberapa lingkungan pengendapan, sedimentasi hanya terjadi pada beberapa tempat. Sebagai contoh, di daerah gurun angin akan mengendapkan material silisiklastik (lanau atau pasir) di beberapa lokasi secara setempat setempat, atau banjir akibat katatrofis di suatu Wadi dapat memperlihatkan pengendapan secara tiba-tiba dari sejumlah besar material detritus, tetapi di kebanyakan tempat erosi yang didominasi oleh angin sangat dominan. Jumlah batuan sedimen yang terbentuk tidak saja tergantung pada jumlah material yang dipasok, tetapi juga tergantung pada bagaimana material berkonsolidasi dengan baik. Kebanyakan endapan sedimen akan dengan cepat terendapkan setelah pengendapan dipindahkan oleh proses erosi.
5. Diagenesa
Diagenesa adalah proses perubahan yang terjadi setelah sedimen diendapkan. Proses ini melibatkan semua perubahan selama dan setelah pembentukan menjadi suatu batuan dan proses pembentukan batuan dari sedimen dikenal sebagai litifikasi. Diagenesa terjadi melalui proses kompaksi, sementasi, rekristalisasi dan perubahan kimiawi dari sedimen. Kompaksi terjadi sebagai akibat berat sedimen yang terakumulasi dan butiran-butiran mineral secara bersamaan. Kompaksi akan mengurangi ruang pori dan menghilangkan kandungan air yang terdapat didalamnya.
Gambar 3-20 Proses kompaksi dan sementasi dari sedimen lumpu


Istilah diagenesa dipakai untuk menjelaskan semua perubahan kimia, fisika dan biologi termasuk sementasi yang terjadi pada sedimen setelah sedimen diendapkan. Beberapa proses yang menyebabkan sedimen terkonsolidasi yaitu menjadi kompak dan berbentuk padat. Batuan sedimen muda, terutama yang berumur Kuarter seringkali dijumpai dalam kondisi tidak terkonsolidasi. Sebagai endapan sedimen terbentuk karena tekanan litostatik meningkat dan terjadi proses pembatuan / litifikasi.


Gambar 3-21 Butiran dan rongga pori (kiri atas); butiran dan semen karbonat (kanan atas); fragmen pasir, lempung dan lanau dalam semen karbonat
Batuan sedimen seringkali jenuh oleh air laut atau air bawahtanah, sehingga mineral-mineral dapat larut atau mengalami penguapan. Penguapan mineral akan mengurangi ruang pori dalam batuan dan proses ini disebut proses sementasi. Berkurangnya ruang pori mengakibatkan larutan fluida keluar. Penguapan mineral mineral akan membentuk semen dan membuat batuan bertambah kompak dan padat. Apabila pengendapan berlanjut, lapisan batuan yang lebih tua akan semakin tertekan dan tekanan litostatik akan semakin meningkat dikarenakan beban yang terus bertambah. Kompaksi merupakan contoh yang penting dari proses diagenetik pada lempung, yang awalnya terdiri dari 60% air, selama kompaksi air akan tertekan keluar dari batuan. Kompaksi dapat juga berpengaruh pada proses kimiawi, seperti larutan yang tertekan akan menyebabkan material masuk kedalam larutan pada tekanan yang tinggi.
Beberapa proses biokimiawi, seperti aktivitas bakteri dapat berdampak pada mineral mineral dalam suatu batuan dan proses ini merupakan bagian dari proses diagenesa. Jamur dan tumbuhan (melalui akarnya) serta berbagai organisme lainnya yang hidup dibawah permukaan tanah dapat juga berpengaruh pada proses diagenesa. Batuan yang tertekan karena pengendapan terjadinya pengendapan yang terus menerus akan meningkatkan tekanan dan temperatur yang dapat menstimulasi reaksi kimia. Sebagai contoh adalah reaksi organik yang terjadi pada material/ bahan organik yang berubah menjadi lignit atau batubara.


3.5.5. Sifat Sifat Batuan Sedimen
1. Perlapisan
Pada umumnya batuan sedimen dapat dikenali dengan mudah dilapangan dengan adanya perlapisan. Perlapisan pada batuan sedimen klastik disebabkan oleh (1) perbedaan besar butir, seperti misalnya antara batupasir dan batulempung; (2) Perbedaan warna batuan, antara batupasir yang berwarna abu-abu terang dengan batulempung yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping itu, struktur sedimen juga menjadi penciri dari batuan sedimen, seperti struktur silang siur atau struktur riak gelombang. Ciri lainnya adalah sifat klastik, yaitu yang tersusun dari fragmen-fragmen lepas hasil pelapukan batuan yang kemudian tersemenkan menjadi batuan sedimen klastik. Kandungan fosil juga menjadi penciri dari batuan sedimen, mengingat fosil terbentuk sebagai akibat dari organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut diendapkan.
2. Tekstur
Pada hakekatnya tekstur adalah hubungan antar butir / mineral yang terdapat di dalam batuan. Tekstur yang terdapat dalam batuan sedimen terdiri dari fragmen batuan / mineral dan matrik (masa dasar). Adapun yang termasuk dalam tekstur pada batuan sedimen klastik terdiri dari: Besar butir (grain size), Bentuk butir (grain shape), kemas (fabric), pemilahan (sorting), sementasi, kesarangan (porosity), dan kelulusan (permeability).
1.   Besar Butir (Grain Size) adalah ukuran butir dari material penyusun batuan sedimen diukur berdasarkan klasifikasi Wenworth.
2.   Bentuk butir (Grain shape) pada sedimen klastik dibagi menjadi: Rounded (Membundar), Sub-rounded (Membundar-tanggung), Sub-angular (Menyudut-tanggung), dan Angular (Menyudut). Kebundaran (Sphericity): Selama proses pengangkutan (transportasi), memungkinan butiran butiran partikel yang diangkut menjadi berkurang ukurannya oleh akibat abrasi. Abrasi yang bersifat acak akan menghasilkan kebundaran yang teratur pada bagian tepi butiran. Jadi, pembulatan butiran memberi kita petunjuk mengenai lamanya waktu sedimen mengalami pengangkutan dalam siklus transportasi. Pembulatan diklasifikasikan dengan persyaratan relatif juga
Gambar 3-22 Kebundaran (Sphericity) pada butiran partikel sedimen
3.   Kemas (Fabric) adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen batuan / mineralnya. Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu : Kemas Terbuka, yaitu hubungan antara masa dasar dan fragmen butiran yang kontras sehingga terlihat fragmen butiran mengambang diatas masa dasar batuan. Kemas tertutup, yaitu hubungan antar fragmen butiran yang relatif seragam, sehingga menyebabkan masa dasar tidak terlihat).
4.   Pemilahan (sorting) adalah keseragaman ukuran butir dari fragmen penyusun batuan. Pemilahan adalah tingkat keseragaman ukuran butir. Partikel partikel menjadi terpilah atas dasar densitasnya (beratjenisnya), karena energi dari media pengangkutan. Arus energi yang tinggi dapat mengangkut fragment fragmen yang besar. Ketika energi berkurang, partikel partikel yang lebih berat diendapkan dan fragmen fragmen yang lebih ringan masih terangkut oleh media pengangkutnya. Hasil pemilahan ini berhubungan dengan densitas. Apabila partikel partikel mempunyai densitas yang sama, kemudian partikel-partikel yang lebih besar juga akan menjadi besar, sehingga pemilahan akan terjadi berdasarkan ukuran butirnya. Klasifikasi pemilahan ukuran butir didasarkan secara relatif, yaitu pemilahan baik hingga pemilahan buruk. Pemilahan memberi kunci terhadap kondisi energi media pengangkut dimana sedimen diendapkan.

Contoh: Endapan pantai dan tiupan angin umumnya memperlihatkan pemilahan yang baik dikarenakan energi media pengangkutan (kecepatan) pada umumnya tetap. Endapan sungai umumnya terpilah buruk karena energi (kecepatan alirannya) yang terdapat di sungai bervariasi tergantung posisi sungainya.


5.   Sementasi adalah bahan pengikat antar butir dari fragmen penyusun batuan. Macam dari bahan semen pada batuan sedimen klastik adalah : karbonat, silika, dan oksida besi.
6.   Kesarangan (Porocity) adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada pada batuan. Jenis porositas pada batuan sedimen adalah Porositas Baik, Porositas Sedang, Porositas Buruk.
7.   Kelulusan (Permeability) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat meloloskan air. Jenis permeabilitas pada batuan sedimen adalah permeabilitas baik, permeabilitas sedang, permeabilitas buruk.
3. Mineralogi
Hampir semua batuan sedimen tersusun dari mineral kuarsa (khususnya batuan silisiklastik) atau kalsit (khususnya batuan karbonat). Berbeda dengan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen umumnya berisi beberapa mineral-mineral utama yang berbeda. Meskipun demikian, asal dari mineral-mineral yang terdapat dalam batuan sedimen seringkali lebih komplek dibandingkan dengan mineral-mineral yang ada didalam batuan beku. Mineral-mineral didalam batuan sedimen dapat berasal dari pengendapan selama sedimentasi atau diagenesa.
Batuan karbonat umumnya didominasi dari mineral-mineral karbonat seperti kalsit, aragonite atau dolomit. Semen dan fragmen klastik termasuk fosil pada batuan karbonat dapat tersusun dari mineral karbonat. Mineralogi dari batuan klastik ditentukan oleh pasokan material dari sumbernya, pengangkutan ke tempat dimana material itu diendapkan serta kestabilan dari mineral-mineralnya. Kestabilan dari mineral-mineral pembentuk batuan dapat dilihat pada seri reaksi Bowen. Pada seri reaksi Bowen, mineral Kuarsa merupakan mineral yang paling stabil terhadap pelapukan sedangkan kearah mineral Olivine atau Ca-plagioklas merupakan mineral-mineral yang paling tidak stabil terhadap pelapukan. Banyaknya pelapukan tergantung terutama pada jarak dari batuan sumbernya, ilklim dan waktu yang diperlukan dalam pengangkutan sedimen. Kebanyakan batuan sedimen, mika, feldspar dan sedikit mineral stabil akan bereaksi dengan mineral lempung seperti kaolinite, illite atau smectite.
4.    Struktur Sedimen
·        Stratifikasi dan Perlapisan
a)     Rithem Layering (Ritme Perlapisan) Perulangan perlapisan sejajar pada dasarnya dikarenakan sifat yang berbeda. Kadang-kadang disebabkan oleh perubahan musim dalam pengendapan. Misalnya di danau, sedimen kasar akan diendapkan pada musim panas dan sedimen halus diendapkan pada musim dingin ketika permukaan danau membeku. 
b)     Cross Bedding (Silangsiur) Sekumpulan perlapisan yang saling miring satu sama lainnya. Perlapisan cenderung miring kearah dimana angin atau air mengalir pada saat pengendapan terjadi. Batas diantara sekelompok perlapisan umumnya diwakili oleh bidang erosi. Sangat umum dijumpai sebagai endapan pantai, sebagai sand dunes (gumuk pasir) dan endapan sediment sungai.
c.    Ripple Marks karakteristik dari endapan air dangkal. Penyebabnya oleh gelombang atau angin.
 
d.   Graded Bedding (Perlapisan bersusun) Terjadi sebagai akibat berkurangnya kecepatan arus, dimana partikel partikel yang lebih besar dan berat akan mengendap paling awal diikuti kemudian oleh partikel-partikel yang lebi kecil dan lebih ringan. Hasil pengendapannya akan memperlihatkan perlapisan dengan ukuran butir yang menghalus kearah atas.


e.    Mud cracks hasil dari pengeringan dari sedimen yang basah di permukaan bumi. Rekahan terbentuk oleh pengkerutan sedimen ketika sedimen mengering.
f.    Raindrop Marks - Sumuran (Krater kecil) yang terbentuk oleh jatuhan air hujan. Kehadirannya merupakan tanda sedimen tersingkap ke permukaan bumi.
5.    Kandungan Fossils sisa sisa kehidupan organisme. Umumnya sangat penting sebagai indikator lingkungan pengendapan.
a.      Spesies yang berbeda umumnya hidup pada lingkungan tertentu.
b.     Fosil digunakan sebagai kunci untuk umur relatif dari sedimen.
c.      Dapat juga berperan penting dalam indikator iklim purba.
6.    Warna Sedimen – oksida besi dan sulfida selama terendapkan dengan material organik akan memberikan warna gelap.
a.      Indikator pengendapan pada lingkungan reduksi.
b.      Endapan pada lingkungan oksidasi menghasilkan warna merah oleh oksida besi.
3.5.6.    Sistem Arus Traksi pada Struktur Sedimen
Pengangkutan dan pengendapan sedimen dari daerah sumber ke daerah pengendapannya tidaklah dikuasai oleh jenis-jenis mekanisme transport tertentu, misal hanya arus traksi saja, akan tetapi selalu merupakan suatu sistem dari berbagai mekanisme, bahkan bukan hanya bersifat mekanis, tetapi juga bersifat kimiawi (Koesoemadinata, 1981). Beberapa sistem transportasi dan sedimentasi:
a.      Sistem arus traksi dan suspensi.
b.      Sistem arus turbid dan pekat (density current).
c.      Sistem suspensi dan kimiawi.
Cara pengendapannya sendiri menurut Rubey (1935), pertikel mengendap dari suatu aliran berdasarkan dua hukum, yaitu:
a.      Hukum Stokes: Berat efektif suatu pola, hal ini berlaku untuk material halus.
b.      Hukum Impact: Reaksi benturan terhadap medium, hal ini berlaku untuk material kasar.
Dalam kenyataannya tiap-tiap hukum berlaku untuk besar butir tertentu. Lebih kasar besar butir yang dimiliki maka hukum Impact akan berlaku, sedang sebaliknya, makin halus besar butir yang ada maka hukum Stokes yang akan berlaku. Selain itu juga sifat-sifat transport dan pengendapan lainnya akan mengalami perubahan-perubahan, seperti: 1). Gerakan partikel/butir; 2). Konsentrasi sedimen transport: 3). Kecepatan aliran dekat dasar; 4). Koefisien kekasaran; 5). Struktur sedimen yang dibangun; 6). Kedalaman air; 7). Sifat permukaan air; 8). Turbulensi.
A. Sistem Arus Traksi
Sebenarnya sistem ini terdiri dari 2 faktor, yaitu bed load dan suspended load, dimana diendapkan dari sistem tersendiri. Cara pengendapan bed load berhubungan erat dengan pembentukan struktur sedimen dan aliran. Konsep yang ada pada dasarnya dalam berbagai kekuatan arus (stream power) transport sedimen, pengendapan dan bentuk dasar (forms of bed roughness), berubah-ubah dan memiliki karateristik tersendiri. Bentuk dasar juga tergantung dari besar butir, 0,6 mm sebagai batas.
Arus traksi merupakan salah satu mekanika transportasi dan pengendapan. Mekanika transport dan pengendapan sendiri memuat beberapa bagian, antara lain:
a.      Muatan, yaitu jumlah total sedimen yang diangkut oleh suatu aliran (Gilbert, 1914).
b.     Kapasitas aliran (stream capacity), yaitu muatan maksimal yang dapat diangkut oleh aliran (Gilbert, 1914).
c.      Kompetensi aliran (stream competence), yaitu kemampuan aliran untuk mentransport sedimen dalam pengertian dimensi partikel (Twenhofel, 1950).
Traksi atau gaya gesek kritis juga dipengaruhi oleh hidraulica lift, yaitu pengangkatan yang disebabkan oleh perbedaan tekanan diatas dan dibawah aliran, diukur oleh kecepatan radien dekat dasar aliran. Berdasarkan cara/gaya mengangkut partikel ini maka transport sedimen secara massal terdapat sebagai berikut (Koesoemadinata, 1981):
a.      Rayapan permukaan (surface creep): menggelundung.
b.     Saltasi (rolling, skipping): meloncat dan meluncur.
c.      Suspensi.
Dari segi muatan, maka ini dibagi menjadi:
a.      Bed load (surface creep dan saltasi)
b.     Suspended load (wash load)
B.  Struktur yang terbentuk dari arus traksi
Arus traksi yang berlangsung mengakibatkan terbentuknya struktur sediment. Struktur sediment yang terbentuk sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Rezim aliran bawah (lower flow regim), yaitu gaya tarikan lebih berpengaruh. Hal ini mengakibatkan :
a.   Terbentuk onggokan-onggokan dan scour
b.   Cara transport diseret dan jatuh bebas ke dalam scour.

    1. Struktur sedimen sangat ditentukan sebagai akibat dari jatuhan partikel-pertikel kedalam lubang-lubang.
d.   Sudut kemiringan dari cross laminae adalah searah dengan arah arus.
7.      Rezim aliran atas (upper flow regime). Hal ini mengakibatkan:
a.   Onggokan-onggokan lebih disebabkan karena penumpukan pada endapan-endapan yang lebih awal.
b.   Cara transport menerus, karena momentum air dan secara massal.
c.    Struktur sedimen acretion terbentuk pada punggung onggokan-onggokan.
d.   Kadang-kadang mengakibatkan terbentuknya :
·       Horizontal stratification (transition)
·       Low angle cross stratification < 100. Sudut kemiringan berbanding terbalik dengan arah arus.
·       Imbricated pebbles
Dalam sistem traksi dan suspensi, maka sedimentasi terjadi dari muatan suspensi dan muatan dasar, berselang-seling atau sering pula dalam kombinasi. Kombinasi pengendapan traksi dan suspensi terutama terjadi di bagian bawah dari lower flow regim.
3.5.7.   Pembagian struktur sedimen menurut Pettijohn
1.      Struktur Sedimen Primer: Struktur pada batuan sedimen yang terjadi pada saat proses sedimentasi sehingga dapat di gunakan untuk mengidentifikasi mekanisme pengendapan.
2.      Struktur Sedimen Sekunder: struktur sedimen yang terjadi pada batuan sedimen pada saat sebelum dan sesudah proses sedimentasi yang juga dapat merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar permukaan, lereng,dan kondisi permukaan.
3.      Struktur Sedimen organik: Struktur sedimen yang terbentuk akibat dari proses organisme pada saat dan sesudah terjadi proses sedimentasi.
Struktur Sedimen Primer: Struktur pada batuan sedimen yang terjadi pada saat proses sedimentasi sehingga dapat di gunakan untuk mengidentifikasi mekanisme pengendapan.
           
Struktur Sedimen Sekunder
Struktur sedimen yang terjadi pada batuan sedimen pada saat sebelum dan sesudah proses sedimentasi yang juga dapat merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar permukaan, lereng,dan kondisi permukaan. Struktur Erosional; terbentuk oleh karena arus atau materi yang terbawa oleh arus. contoh : struktur Load Cast dan struktur Flute Cast.
 
Struktur Cetakan beban (Load Cast) dan Struktur Flute Cast
3.5.8. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis batuan atas dasar ukuran butirnya. Batulempung adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya ukuran lempung; batulanau adalah batuan sedimen klastik yang berukuran lanau; batupasir adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya pasir, sedangkan konglomerat dan breksi adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya mulai dari lempung hingga bongkah. Konglomerat dan breksi dibedakan berdasarkan perbedaan bentuk butirnya, dimana bentuk butir konglomerat membundar sedangkan breksi memiliki bentuk butir yang menyudut. Klasifikasi ukuran butir yang dipakai dalam pengelompokkan batuan sedimen klastik menggunakan klasifikasi dari Wentworth seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3-8.
Tabel 3-8
Skala Ukuran Butir (Wenworth)
SKALA WENWORTH

Tabel dibawah adalah daftar nama-nama Batuan Sedimen Klastik (berdasarkan ukuran dan bentuk butir) dan Batuan Sedimen Non-klastik (berdasarkan genesa pembentukannya).
Tabel 3-9 Klasiikasi Batuan Sedimen Klastik
Batu gamping dan Batulempung
Gambar 3-23 dua gambar di bawah bernama batugamping dan batulempung

3.5.9. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari proses kimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan batuan rijang sebagai proses kimiawi. Batuan sedimen non-klastik dapat juga terbentuk sebagai hasil proses organik, seperti batugamping terumbu yang berasal dari organisme yang telah mati atau batubara yang berasal dari sisa tumbuhan yang terubah. Batuan ini terbentuk sebagai proses kimiawi, yaitu material kimiawi yang larut dalam air (terutamanya air laut). Material ini terendapkan karena proses kimiawi seperti proses penguapan membentuk kristal garam, atau dengan bantuan proses biologi (seperti membesarnya cangkang oleh organisme yang mengambil bahan kimia yang ada dalam air).
Dalam keadaan tertentu, proses yang terlibat sangat kompleks, dan sukar untuk dibedakan antara bahan yang terbentuk hasil proses kimia, atau proses biologi (yang juga melibatkan proses kimia secara tak langsung). Jadi lebih sesuai dari kedua-dua jenis sedimen ini dimasukan dalam satu kelas yang sama, yaitu sedimen endapan kimiawi / biokimia. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sedimen evaporit (evaporites), karbonat (carbonates), batugamping dan dolomit (limestones and dolostone), serta batuan bersilika (siliceous rocks), rijang (chert).

1. Batuan Sedimen Evaporit
Batuan evaporit atau sedimen evaporit terbentuk sebagai hasil proses penguapan (evaporation) air laut. Proses penguapan air laut menjadi uap mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia yang pada akhirnya akan menghablur apabila hampir semua kandungan air manjadi uap. Proses pembentukan garam dilakukan dengan cara ini. Proses penguapan ini memerlukan sinar matahari yang cukup lama.
1.      Batugaram (Rock salt) yang berupa halite (NaCl).
2.      Batuan gipsum (Rock gypsum) yang berupa gypsum (CaSO4.2H20)
3.      Travertine yang terdiri dari calcium carbonate (CaCO3), merupakan batuan karbonat. Batuan travertin umumnya terbentuk dalam gua batugamping dan juga di kawasan air panas (hot springs).
Tabel 3-10 Klasifikasi Batuan Non-Klastik
2. Batuan Sedimen Karbonat
Batuan sedimen karbonat terbentuk dari hasil proses kimiawi, dan juga proses biokimia. Kelompok batuan karbonat antara lain adalah batugamping dan dolomit.
a.      Mineral utama pembentuk batuan karbonat adalah:
                                                    i.     Kalsit (Calcite) (CaCO3)
                                                  ii.     Dolomit (Dolomite) (CaMg(CO3)2)

b.     Nama-nama batuan karbonat:
A)    Mikrit (Micrite) (microcrystalline limestone), berbutir sangat halus, mempunyai warna kelabu cerah hingga gelap, tersusun dari lumpur karbonat (lime mud) yang juga dikenali sebagai calcilutite.
B)    Batugamping oolitik (Oolitic limestone) batugamping yang komponen utamanya terdiri dari bahan atau allokem oolit yang berbentuk bulat
C)    Batugamping berfosil (Fossiliferous limestone) merupakan batuan karbonat hasil dari proses biokimia. Fosil yang terdiri dari bahan / mineral kalsit atau dolomit merupakan bahan utama yang membentuk batuan ini.
D)    Kokina (Coquina) cangkang fosil yang tersimen
E)    Chalk terdiri dari kumpulan organisme planktonic seperti coccolithophores; fizzes readily in acid
F)     Batugamping kristalin (Crystalline limestone)
G)    Travertine terbentuk dalam gua batugamping dan di daerah air panas hasil dari proses kimia
H)    Batugamping intraklastik (intraclastic limestone), pelleted limestone
3.Batuan Sedimen Silika
Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini terhasil dari proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan organisme yang berkomposisi silika seperti diatomae, radiolaria dan sponges. Kadang-kadang batuan karbonat dapat menjadi batuan bersilika apabila terjadi reaksi kimia, dimana mineral silika mengganti kalsium karbonat. Kelompok batuan silika adalah:
1)     Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi dengan asam. Berasal dari organisme planktonic yang dikenal dengan diatoms (Diatomaceous Earth).
2)     Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap proses lelehan, masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap. Rijang dapat terbentuk dari hasil proses biologi (kelompok organisme bersilika, atau dapat juga dari proses diagenesis batuan karbonat.
4.Batuan Sedimen Organik
Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik yang akhirnya mengeras menjadi batu. Contoh yang paling baik adalah batubara. Serpihan daun dan batang tumbuhan yang tebal dalam suatu cekungan (biasanya dikaitkan dengan lingkungan daratan), apabila mengalami tekanan yang tinggi akan termampatkan, dan akhirnya berubah menjadi bahan hidrokarbon batubara.

Sumber : Djauhari Noor, 2012, Pengantar Geologi. 

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya
Jika teman-teman masih bingung cara download silahkan klik link di bawah ini (CATATAN : LANGSUNG KE LANGKAH NO.7):


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Tinjauan Pustaka Sedimen dan Batuan Sedimen"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel