-->

Study Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Karangkamiri Dan Sekitarnya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat


Study Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Karangkamiri Dan Sekitarnya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat



5.1 Latar Belakang
            Proses-proses geologi baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar bumi (eksogen) dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi kehidupan manusia. Bahaya yang ditimbulkan oleh proses- proses geologi disebut dengan bencana geologi. Tanah longsor, erupsi gunung berapi, gempa bumi, banjir, erosi, salinasi, kekeringan adalah beberapa contoh dari proses geologi yang dapat berdampak pada aktivitas manusia di berbagai wilayah di muka bumi.
Gerakan tanah adalah perpindahan masa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari gerakan semula, yang terjadi apabila terdapat gangguan kesetimbangan masa tanah atau batuan saat itu (Purbo Hadiwijoyo, 1965). Hal ini terjadi pada lokasi dengan keadaan geologi dan morfologi serta iklim yang kurang menguntungkan. Gerakan tanah ini dapat terjadi secara alami seperti menurunnya kemantapan lereng akibat degradasi tanah atau batuan dan karena aktivitas manusia berupa pemotongan dan penggalian pada lereng sehingga mengganggu kemantapan dan keseimbangan lereng. Litologi penyusun daerah penelitian termasuk batuan dengan tingkat resistensi rendah namun kondisi di daerah penelitian yang memperlihatkan proses eksogen yang sangat tinggi,  maka sangat memungkinkan terjadinnya gerakan tanah. Dari hasil penelitian dilapangan banyak ditemukan gerakan tanah pada satuan breksi andesit Jampang, satuan  tuf Jampang, satuan batupasir Pamutuan. Hal inilah yang melatar belakangi penelitian tentang gerakan tanah dan sebab terjadinya untuk mengantisipasi terjadi bencana gerakan tanah daerah tersebut.
5.2  Maksud dan Tujuan
Maksud dari pemetaan gerakan tanah pada daerah penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi yang rentan terhadap bahaya gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang bisa terjadi pada daerah penelitian. Sedangkan, tujuan dari identifikasi gerakan tanah ini yaitu untuk memberikan informasi data tentang daerah yang berpotensi mengalami gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang dapat terjadi di daerah penelitian yang disajikan dalam bentuk peta zonasi kerentanan gerakan tanah dengan skala 1 : 25.000, sehingga dapat dipergunakan dalam usaha penanggulangan dan upaya pencegahan bahaya gerakan tanah.
5.3  Batasan Masalah
Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa lokasi dengan litologi dan kemiringan lereng yang berpotensi mengalami gerakan tanah, oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan yang dapat mengidentifikasi zona kerentanan gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang terdapat pada daerah penelitian. Pengamatan tentang gerakan tanah yang perlu diperhatikan adalah faktor dan penyebab dari gerak tanah tersebut baik yang disebabkan oleh kondisi geologi, kestabilan lereng akibat aktivitas manusia, bahkan pemanfaatan lahan yang kurang tepat. Batasan masalah dari penelitian ini hanya mengidentifikasi zona potensi gerakan tanah dan tingkat kerentanannya menurut kriteria daerah berdasarkan kemiringan sudut lereng, kondisi litologi, dan tata guna lahan pada daerah penelitian.
5.4   Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survei pada daerah atau lahan yang mengalami gerakan tanah di daerah penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan langsung pada permukaan tanah yang mengalami pergerakan dan pergeseran baik akibat proses alam maupun karena kegiatan manusia, dengan pengambilan data geologi, serta data morfologi dari daerah penelitian berdasarkan kelerengannya dan pembobotan untuk memperoleh peta tingkat kerentanan bencana gerakan tanah.



5.5   Dasar Teori
Berikut ini adalah uraian dasar mengenai pengertian, faktor penyebab, klasifikasi dan penanggulangan gerakan tanah.
5.5.1   Tanah dan Kerentanan Gerakan Tanah
Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana komposisinya terdiri atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari tumbuhan.  Bagi geologi awal studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih dipusatkan pada tanah purba, dimana akan membantu untuk mengetahui perkembangan sejarah geologi pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah hasil pelapukan sangat erat hubungannya dengan batuan asal, iklim (curah hujan dan temperatur), kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri. Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona (Gambar 5.1). Pembagian zona ini berdasarkan kerentanan gerakan dan perpindahan material tanah juga batuan terhadap kedudukan mula serta berkaitan erat dengan pelapukan dari batuan asal, yaitu:

  1. Zona A
Zona A merupakan bagian paling atas pada umumnya berwarna gelap karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama oksidasi) dan biologi berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung) dicuci dan terbawa ke bawah lewat di antara butiran.

Gambar 5.1 Pembagian zona tanah (Selley, 1988).


2. Zona B
Zona B (iluvial) merupakan material halus (lempung) yang tercuci dari zona A akan terperangkap pada lapisan ini.  Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit jasad hidup.
3. Zona C
Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat dibandingkan pelapukan jenis yang lain. Semakin ke bawah zona C ini berubah secara berangsur menjadi batuan induk yang belum lapuk. Ketebalan setiap zona sangat bervariasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan setiap zona tidak selalu dijumpai.  Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan pelapukan, iklim, komposisi dan topografi batuan induk. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelapukan, iklim, komposisi, dan topografi batuan induk menyebabkan suatu batuan mengalami proses penghancuran menjadi serpihan dan larutan kimia.

5.5.2   Longsor dan Tipe Longsoran.
            Longsor merupakan perpindahan masa tanah secara alami, lonsor terjadi dalam waktu singkat dan dengan volume besar ( Djauhari Noor, 2006). Pengangkutan masa tanah terjadi sekaligus, sehingga tingkat kerusakan yang ditimbulkan besar. Suatu daerah dinyatakan memiliki potensi longsor  apabila memenuhi tiga syarat, :
Ø  Lereng cukup curam
Ø  Memiliki bidang luncur berupa lapisan dibawah permukaan  tanah yang semi permeable dan lunak.
Ø  Terdapat cukup air untuk menjenuhi tanah diatas bidang luncur.
Bencana alam tanah longsor dapat terjadi karena pola pemanfaatan lahan yang tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan, seperti gundulnya hutan sehingga infiltrasi air hujan berjalan lancar Hujan lebat pada awal musim dapat menyebabkan tanah longsor. Penyebab longsor  tersebut dipacu oleh adanya hujan lebat yang dating tiba-tiba, sehingga tanah tidak mampu lagi menahan hantaman air hujan dan tergelincir ke bawah.
Salah satu upaya untuk meminimalkan resiko longsor adalah  dengan melakukan pemetaan daerah- daerah rentan gerakan tanah. Penerapan langkah- langkah minimalisir resiko  akibat kelongsoran harus didahului dengan penelitian penentuan lokasi rentan longsor sehingga dengan adanya peta  juga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan. Pemetaan daerah rentan longsor dapat dilakukan dengan menggunakan satuan medan sebagai satuan pemetaan. Medan meliputi unsur – unsur fisik yang mencakup iklim, relief, proses geomorfologi, batuan, struktur, tanah hidrologi, dan vegetasi.
5.5.3. Definisi Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut yang bergerak ke arah bawah dan keluar dari lereng. Gerakan tanah terutama terjadi pada lokasi dengan keadaan geologi dan morfologi serta iklim yang kurang menguntungkan. Gerakan tanah merupakan gerakan material tanah/batuan pada suatu lereng, sedangkan longsoran tidak harus mempunyai kemiringan. Gerakan tanah secara alami terjadi antara lain karena menurunnya kemantapan lereng dan akibat degradasi tanah atau batuan. Aktifitas tanah seperti pemotongan dan penggalian tanpa perhitungan sering menyebabkan terganggunya kemantapan lereng, sehingga terjadi gerakan tanah yang dapat merusak sarana dan prasarana umum, bahkan harta dan jiwa manusia. Beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli mengenai definisi dari gerakan tanah, antara lain :
1.   Purbo Hadiwijoyo (1965)
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, yang terjadi apabila
terdapat gangguan kesetimbangan massa tanah atau batuan pada saat itu.
2. Thornbury (1969)
Gerakan tanah adalah proses akibat gaya gravitasi secara langsung dan modifikasinya dapat diamati di permukaan.
3. Rangers (1975)
Gerakan tanah adalah proses yang terjadi dibawah pengaruh gravitasi tanpa adanya media transportasi dan merupakan bagian dari pergerakan menuruni lereng disamping erosi.
4. Van Zuidam (1983)
Gerakan tanah adalah semua proses dimana dari material bumi bergerak oleh gravitasi bumi, baik lambat atau cepat dari suatu tempat ke tempat lain.

5.5.4       Faktor Penyebab Gerakan Tanah
Potensi gerakan tanah dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor geologi dan faktor non geologi.
1.     Faktor Geologi Meliputi :
  1. kemiringan lereng yang curam, akan mempengaruhi gerakan tanah lebih besar
  2. Faktor struktur geologi retakan-retakan pada batuan akibat struktur akan membuat air lebih mudah masuk kedalam batuan atau tanah.
  3. Faktor jenis batuan, yaitu : batuan sedimen lebih mudah lapuk bila
dibandingkan batuan beku.
2.     Faktor non geologi, meliputi :
a.      Vegetasi, yaitu dengan akarnya akan menambah sistem kekuatan lereng, sedangkan pengaruh penambatan akan menambah beban yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng.
b. Curah hujan dapat meningkatkan kadar air, penurunan kohesi dan sudut geser dalam maupun kenaikan berat isi tanah.
5.5.5   Klasifikasi Gerakan Tanah
Klasifikasi gerakan tanah menurut United State Highway Research Board Landslides Committee (USHRBLC) (1976, vide Soekardi, 1987, dalam Sukartono, 2007) dapat dibagi menjadi 5 macam tipe, yaitu :
1.     Tipe Runtuhan (falls)
  Tipe Runtuhan (falls) adalah gerakan secara tiba-tiba dari bongkahan batu atau tanah  yang jatuh dari lereng yang curam atau tebing. Pemisahan terjadi di sepanjang kekar dan perlapisan batuan. Gerakan ini dicirikan dengan terjun bebas,dan menggelinding. Sangat dipengaruhi oleh gravitasi, pelapukan, dan keberadaan air pada batuan (Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Runtuhan Batuan (Suharyadi, 1984

2.    
Tipe Luncuran
Tipe Luncuran adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-tanda awal gerakan berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian permukaan lereng yang mulai bergerak. Bidang gelincir ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi), seperti ditunjukkan pada (Gambar 5.3).
Gambar 5.3. a).Rotasi Batuan, b).Luncuran Batuan (Suharyadi, 1984)

Kedalaman bidang gelincir pada longsoran jenis translasi lebih dangkal daripada kedalaman
bidang gelincir longsoran rotasi. Material yang bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock block slide). Longsoran yang bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir lengkung disebut nendatan (slump). Nendatan umumnya terjadi pada lereng yang tersusun oleh material yang relatif homogen.
3.     Aliran (flows)
Aliran (flows) yaitu aliran massa yang berupa aliran fluida kental, seperti ditunjukkan (Gambar 5.4.) Aliran pada bahan rombakan dapat dibedakan menjadi aliran bahan rombakan (debris), aliran tanah (earth flow) apabila massa yang bergerak didominasi oleh material tanah berukuran butir halus (butir lempung) dan aliran lumpur (mud flow) apabila massa yang bergerak jenuh air. Jenis lain dari aliran ini adalah aliran kering yang biasa terjadi pada endapan pasir (dry flow).
Gambar 5.4 . Aliran Batuan (Suharyadi, 1984

4.    
Tipe Rayapan
Gerakan tanah tipe ini mempunyai kecepatan sangat lambat sehingga dapat diamati dengan mata telanjang. Gerakan tanah ini dicirikan  adanya pohon yang miring, tembok bangunan yang retak, tiang listrik yang miring, seperti ditunjukkan (Gambar 3.5). Rayapan ini merupakan gerakan pendahuluan dari gerakan tanah tipe aliran atau luncuran.
Gambar 5.5 Gerakan tanah tipe rayapan (Suharyadi, 1984)

5.    
Tipe kombinasi atau kompleks
Tipe ini merupakan gabungan dari bermacam-macam gerakan tanah dan meliputi daerah yang luas. Pada tipe ini terdapat beberapa gerakan yang saling mempengaruhi, biasanya satu macam gerakan tanah lalu diikuti oleh gerakan tanah yang lain.
5.6      Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data
5.6.1 Pengumpulan Data
Gerakan tanah di daerah penelitian merupakan faktor penting yang memperkecil dan mengurangi aktivitas warga di sekitar daerah penelitian. Hal ini teramati melalui kegiatan-kegiatan yang sering di kerjakan warga setempat, seperti bertani dan berkebun, namun faktor gerakan tanah lagi-lagi menjadi pengganggu aktivitas-aktivitas tersebut. Berdasarkan pada kondisi diatas, maka penulis menjadikan hal ini sebagai faktor pengambilan data tugas akhir guna melihat faktor penyebab dari perubahan tanah tersebut untuk di analisa selanjutnya. Hal ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar serta menghindari jatuhnya korban jiwa. Adapun data-data yang diambil yaitu :

5.6.1.1      Data Primer
Data-data yang terdapat pada daerah penelitian yang memungkinkan terjadinya gerakan tanah, antara lain :
A.    Faktor Internal
1. Parameter Litologi
Muh. Rusli (2013), litologi dapat tersusun oleh batuan atau soil yang merupakan hasil dari pelapukan batuan tersebut. Litologi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya gerakan tanah. Litologi dengan tingkat resisten yang tinggi seperti batuan beku mempunyai kemungkinan yang kecil untuk terjadinya gerakan tanah. Sedangkan litologi dengan resistensi yang rendah seperti Soil lebih berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah. Proses erosi dan pelapukan juga sangat berperan dalam mengontrol tingkat resistensi suatu litologi. Untuk setiap parameter mempunyai nilai/ Bobotnya sendiri- sendiri.(Tabel 5.1)
Tabel 5.1 Parameter litologi ( Muh.Rusli A, 2013)

Parameter Litologi
Intensitas Kepentingan
Derajat Nilai
Skor/bobot
Batuan Vulkanik atau soil
Sangat Tinggi
4
Batuan Sedimen
Tinggi
3
Batuan Metamorf
Cukup Tinggi
2
Batuan Beku
Rendah
1

B.    Faktor Eksternal
1.     Kemiringan lereng

Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor yang berkaitan langsung dengan bahaya pergerakan tanah. Daerah dengan topografi lereng yang curam akan memiliki potensi pergerakan tanah yang lebih besar dibanding daerah yang topografi lerengnya landai. Hal ini disebabkan karena perbandingan antara gaya penahan dan gaya pendorong pada lereng yang curam relatif lebih kecil dibanding lereng yang lebih landai. Klasifikasi dan pemberian bobot kemiringan lereng didasarkan pada persentase kemiringan lereng (Van Zuidam, 1983) (tabel 5.2).
Tabel 5.2. Klasifikasi Kemiringan Lereng  (Van Zuidam, 1983)
Kemiringan %
Kelas Lereng
Bobot
0-8
Datar
1
9-15
Landai
2
16-25
Agak Curam
3
26-45
Curam
4
>45
Sangat Curam
5

2.     Tataguna Lahan
Penggunaan lahan pada suatu wilayah akan mempengaruhi tingkat kerentanan gerakan tanah disuatu wilayah. Wilayah tataguna lahan hutan yang memiliki vegetasi cukup banyak akan memiliki tingkat erosi yang rendah dan kemungkinan pergerakan tanahnya lebih sedikit dibanding daerah yang peka terhadap erosi seperti wilayah terbuka yang tidak memiliki vegetasi. Data peta tataguna lahan yang digunakan pada penelitian kali ini didapatkan dari Peta tata guna lahan keluaran RBI, yang kemudian dilakukan pembobotan sesuai tingkat erosi sesuai dengan klasifikasi. (Tabel 5.3)
Tabel. 5.3 Klasifikasi Tataguna Lahan (Karnawati,2003)
Kelas Tataguna Lahan
Tingkat Erosi
Bobot
Hutan tidak sejenis
Tidak peka terhadap erosi
1
Hutan sejenis
Kurang peka terhadap erosi
2
Perkebunan
Agak peka terhadap erosi
3
Permukiman,sawah,
Peka terhadap erosi
4
Tegalan, tanah terbuka
Sangat peka terhadap erosi
5

5.6.1.2  Data Sekunder
Data-data sekunder yang mendukung penelitian gerakan tanah pada daerah penelitian antara lain:
1.     Peta topografi, dari kenampakan peta topografi yang mencerminkan morfologi lereng yang curam pada daerah penelitian yang memungkinkan terjadinya potensi gerakan tanah.
2.     Peta geologi regional lembar Karangnunggal menurut (Supriatna,dkk, 1992), yang melakukan penelitian penyebaran satuan batuan secara regional dengan skala 1 : 100.000, sehingga dapat diketahui jenis litologi dan tingkat resistensi batuan yang memungkinkan terjadinya gerakan tanah pada daerah penelitian.
3.     Peta penggunaan lahan pada daerah penelitian untuk mengetahui penggunaan lahan dan vegetasi yang ada di daerah penelitian serta dilakukan pembobotan terkait nilai dari penggunaan lahan terhadap potensi gerakan tanah.
4.     Peta kemiringan lereng, dengan peta kemiringan lereng dapat diketahui sebaran tingkat kelerengan sehingga didapatkan hasil tingkat kerentanan untuk memperkuat nilai pembobotan.
5.6.1.3   Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Zona kerentana gerakan tanah yang dimaksud dalam kajian ini didasarkan pada permen PU No.22/PRT/M/2007, yaitu :
1. Zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi , merupakan daerah dengan perjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 24-29.

2. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi , merupakan daerah dengan perjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 19-23.

3. Zona kerentanan gerakan tanah sedang , merupakan daerah dengan perjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 13-18.

4. Zona kerentanan gerakan tanah rendah , merupakan daerah dengan perjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 6-12.
5.6.1.4   Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan  Indeks Stories atau pembobotan indicator tingkat kerentanan untuk zona potensi gerakan tanah. Metode ini merupakan suatu cara analisis data dengan memberikan nilai pada masing- masing karakteristik variabel agar dapat diketahui nilainya serta dapat ditentukan peringkatnya, sehingga akan diketahui masing- masing parameter berdasarkan perhitungan harkatnya (Suharyono, dalam Mayasari. D., 2013). (Gambar 5.6 ).
Gambar 5.6  Skema teknik analisis data (Suharyono, dalam Mayasari. D., 2013)
5.7          Hasil dan Pembahasan
     Adapun pembahasan yang di jelaskan pada sub bab ini meliputi faktor
penyebab gerakan tanah pada daerah penelitian, dan tipe gerakan pada daerah penelitian.
5.7.1.  Pengamatan Lapangan
Indikasi gejala gerakan tanah pada dasarnya merupakan tanda awal akan terjadinya gerakan tanah pada suatu tempat. Gejala yang dapat diamati dilapangan berupa penurunan tanah, munculnya rembesan air pada lereng dan retakan tanah pada tebing lereng. Dari hasil pengamatan dilapangan maka dapat diketahui lokasi-lokasi yang ditemukan adanya suatu gerakan tanah. Pada lokasi penelitian ditemukan gejala gerakan tanah pada daerah yang memiliki morfometri bergelombang lemah - kuat memiliki kemiringan lereng kisaran 12,11 %  dan daerah yang memiliki morfometri perbukitan – tersayat kuat memiliki kemiringan lereng kisaran 40,67%.
Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah penelitian salah satu parameter terjadinya gerakan tanah dikarenakan air akan lebih banyak menyusup kedalam batuan atau tanah sehingga proses pelapukan akan semakin cepat dan terjadi jenuh air pada batuan atau tanah. Akibat curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya dijumpai dilapangan tanah pelapukan yang tebal dan ini memicu sebagai bidang gelincir. Untuk data curah hujan daerah penelitian, peneliti mencoba mengambil data curah hujan dari website (id.climate-data.org) informasi kabupaten daerah pangandaran, dengan satuan jumlah curah hujan mm perbulan (Tabel 5.4). Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 3322 mm, pada data tersebut didapati curah hujan relatif hampir disetiap bulannya, namun dari satuan curah hujan mm perbulan terdapat paling tinggi pada bulan Oktober dan curah hujan terrendah terdapat pada bulan September.
      Tabel 5.4. Data curah hujan dan suhu udara pada kabupaten Pangandaran  
Kondisi tanah pada daerah penelitian bila mengacu pada zona pembagian zona tanah (Selley,1988) relatif sama, mulai dari zona A,B, dan C hampir disemua daerah penelitian ketebalan tanah relatif tebal, yang menyimpulkan daerah tersebut telah mengalami proses pelapukan yang cukup intensif. variasi litologi yang terdapat pada daerah penelitian  berupa batuan yang tidak resisisten seperti tuf formasi  Jampang, batupasir formasi Pamutuan, batugamping formasi Kalipucang, kemudian terdapat juga batuan yang kurang resisten seperti breksi andesite pada satuan breksi formasi Jampang dimana matriknya dilapangan sebagian sudah lapuk- lapuk menjadi soil. Kemudian untuk Struktur geologi pada terdapat  struktur lipatan yaitu  antiklin Karangkamiri dan sinklin Karangkamiri yang relative berada dibagian barat - timur daerah penelitian. 

5.7.2.  Tipe Gerakan Tanah pada Daerah Penelitian
Kenampakan-kenampakan gerakan tanah pada daerah penelitian terjadi hampir pada semua satuan litologi pada daerah penelitian. hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat pelapukan pada hampir setiap satuan batuan daerah penelitian.Pengaruh pelapukan yang tinggi ditambah lagi kemiringan lereng, litologi,vegetasi serta pengaruh struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian yang menjadi pemicu sering terjadinya gerakan tanah pada daerah penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan identifikasi jenis gerakan tanah yang mengacu pada klasifikasi gerakan tanah menurut (USHRBLC) (1976, vide Soekardi, 1987, dalam Sukartono, 2007) yang terdapat pada daerah penelitian meliputi Desa Cimanggu, dan Desa Karangkamiri  yang menunjukan adanya kenampakan tipe gerakan tanah Tipe Luncuran atau Longsoran. Sedangkan  Desa Bojong, , Desa Jadikarya, Desa Jadimulya, dan Desa Karangkamiri menunjukan adanya kenampakan tipe gerakan tanah Tipe Rayapan.
5.7.2.1.  Tipe Luncuran atau Longsoran.
            Luncuran atau Longsoran (Slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-tanda awal gerakan berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian permukaan lereng yang mulai bergerak. Bidang gelincir ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi).
Kedalaman bidang gelincir pada longsoran jenis translasi lebih dangkal dari pada kedalaman bidang gelincir longsoran rotasi. Material yang bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock block slide). Luncuran atau Longsoran yang bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir lengkung disebut nendatan (slump). Nendatan umumnya terjadi pada lereng yang tersusun oleh material yang relatif homogen.       
Berdasarkan hasil pengamatan pada Desa Cimanggu, dan Desa Karangkamiri yang mengacu pada klasifikasi gerakan tanah oleh (USHRBLC) (1976, Vide Soekardi, 1987, dalam Sukartono, 2007), dapat disimpulkan bahwa gerakan tanah yang terjadi pada daerah penelitian merupakan gerakan tanah tipe trasnlasi dengan bidang gelincir relative lurus (Gambar 5.7) dan tipe rotasi (Gambar 5.8) dengan bidang gelincir berbentuk lengkung memanjang.
Gambar 5.7. Gerakan tanah tipe luncuran pada daerah penelitian, arah longsoran N 140 E, lensa mengahdap N 320 E, Lp 04 Desa Cimanggu.

Tipe gerakan tanah luncuran dan rotasi ini membentuk material longsor yang bergerak berupa tanah hasil dari pelapukan dari batuan vulkanik dan batuan beku dengan kenampakan dilapangan berupa tuf dan breksi andesit yang juga berperan sebagai bidang gelincir longsoran. Sehingga pada saat turun hujan kondisi ini mengakibatkan tanah sangat mudah meresap air hujan ke dalam lereng, hal tersebut mengakibatkan kondisi tebing yang akan mengganggu kestabilan diatasnya dan air yang tertahan dan terakumulasi dalam lereng cenderung berusaha mengalir ke bawah lereng sambil menekan (mendesak) tanah pada lereng. . Karena lerengnya cukup curam, kecepatan aliran dan tekanan air menjadi relatif tinggi. Semakin lama hujan deras berlangsung, semakin bertambah tinggi pula desakan air dalam tanah pada lereng. Akhirnya lereng tidak sanggup mempertahankan tanah untuk tetap stabil pada lereng, sehingga tanah tersebut bergerak atau meluncur mengikuti kemiringan lereng. Dari penjelasan di atas di ambil suatu kesimpulan bahwa gerakan tanah tipe luncuran dan tipe rotasi ini sangat dominan di kontrol oleh keadaan litologi yang telah mengalami pelapukan, faktor lain  yaitu air hujan dan kelerengannya.
Gambar 5.8. Gerakan tanah tipe rotasi pada daerah penelitian, arah longsoran N  255 E, lensa mengahdap N 60 E, Lp 72 Desa Karangkamiri.
5.7.2.2.  Tipe Rayapan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Desa Bojong, Desa Jadikarya dan Desa Jadimulya yang mengacu pada Klasifikasi gerakan tanah oleh (USHRBLC) (1976, vide Soekardi, 1987, dalam Sukartono, 2007), dapat disimpulkan bahwa gerakan tanah yang terjadi di daerah penelitian merupakan gerakan tanah tipe rayapan (Gambar 5.9). Tipe gerakan tanah ini pada daerah penelitian berada pada pinggir jalan serta perkebunan atau pertanian warga, daerah ini berpotensi mengalami gerakan tanah dimana litologi yang dominan adalah tuf Jampang dengan sudut lereng yang tidak terlalu berbahaya. Pada daerah ini batuannya sudah mengalami pelapukan yang sangat intensif sehingga sangat sulit mencari singkapan yang segar karena tertutupi oleh tanah hasil dari pelapukan batuan tersebut yang disusun oleh produk-produk vulkanik sehingga sangat mendukung akan terjadinya gerakan tanah tipe rayapan.
Gambar 5.9  Gerakan tanah tipe rayapan pada daerah penelitian , arah gerakan tanah N 265 E, lensa menghadap N 70 E, Desa Jadikarya berada disekitar Lp. 86.
Tipe rayapan ini melibatkan tubuh tanah, karena pemuaian dan pengkerutan, dapat juga karena tanah jenuh air, daya kohesinya berlangsung, sehingga tanah mudah bergerak ke lereng. Pada daerah penelitian tipe ini cukup banyak dijumpai dilapangan, akibat dari tipe rayapan ini yaitu pohon yang tumbuhnya miring dan jalan yang bergelombang dan adapula jalan yang mengalami retakan. Gerakan tanah tipe ini mempunyai pergerakan sangat lambat sehingga dapat diamati dengan mata telanjang. Rayapan ini merupakan gerakan pendahuluan dari gerakan tanah tipe aliran atau luncuran.
5.7.3.  Tingkat Kerentanan
Berdasarkan hasil identifikasi maka, tingkat kerentanan gerakan tanah di daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga (3) zona kerentanan didasarkan pada tiga parameter utama  yaitu litologi, kelerengan, dan tataguna lahan perhitungan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap faktor – faktor tersebut. Perhitungan skor pembobotan dilakukan dengan menggunakan formula menurut M. Rusli, A (2013) sebagai berikut:
·       H = (3 x A) + (2 x B) + (1 x C)
·       Keterangan :
H = Bobot
A = Faktor Kemiringan lereng
B = Faktor Litologi
C = Faktor tataguna lahan


1.     Zona Tinggi
Zona Tinggi menepati 30% pada daerah penelitian yang memiliki bobot total rata-rata 19.6 berada pada lereng  curam pada  dengan sudut lereng rata-rata 40,67%, litologi batupasir Pamutuan dan tuf Jampang yang meliputi Desa Bojong, Desa Jadikarya, Desa Jadimulya, Desa Karangkamiri, dan Desa Sidamulih. Tingkat pelapukan pada litologi tuf sangat dominan sehingga banyak dijumpai soil hasil dari pelapukan batuan tersebut dengan ketebalan rata-rata 2-4 meter. Daerah ini dijumpai gerakan tanah tipe Luncuran dan tipe Rayapan.
Kelerengan
Bobot 4 (A)
Litologi Tuf
Bobot 4(B)
Tataguna lahan
Bobot 3(C)


Perhitungan : H (Bobot) = (3 x A) + (2 x B) + (1 x C)
= (3 x 4) + (2 x 4) + (1 x 2)
= 22
Kelerengan
Bobot 4 (A)
Litologi Batupasir dan Batugamping
Bobot 3 (B)
Tataguna lahan
Bobot 1 (C)




Perhitungan : H (Bobot) = (3 x A) + (2 x B) + (2 x C)
= (3 x 4) + (2 x 3) + (1 x 1)
= 19
2.     Zona Sedang
Zona Sedang menepati 48% pada daerah penelitian yang memiliki bobot total rata-rata 14.5 berada pada lereng curam dengan sudut lereng rata-rata 40,67%  dan pada lereng landai dengan sudut lereng rata-rata 12,11%, dengan litologi breksi andesit Jampang, dan tuf Jampang yang meliputi Desa Bojong, Desa Jadikarya, Desa Cimanggu, Desa Karangkamiri dan Desa Sidamulih. Tingkat pelapukan daerah penelitian cukup tinggi yang terlihat dari ketebalan  soil hasil dari pelapukan batuan dengan ketebalan rata-rata 3-5 meter. Daerah dijumpai gerakan tanah tipe Rotasi,tipe Luncuran dan tipe Rayapan.
Kelerengan
Bobot 4 (A)
Litologi Breksi Andesit
Bobot 1 (B)
Tataguna lahan
Bobot 1 (C)

 
Perhitungan : H (Bobot) = (3 x A) + (2 x B) + (1 x C)
= (3 x 4) + (2 x 1) + (1 x 1)
= 15
Kelerengan
Bobot 2 (A)
Litologi Tuf
Bobot 4 (B)
Tataguna lahan
Bobot 2 (C)
  

Perhitungan : H (Bobot) = (3 x A) + (2 x B) + (1 x C)
= (3 x 2) + (2 x 4) + (1 x 2)
= 16


3.     Zona Rendah
Zona Rendah menepati 22% pada daerah penelitian yang memiliki bobot total 10 berada pada lereng landai dengan sudut lereng rata-rata 12.11%   tersusun oleh litologi breksi andesit Jampang yang telah banyak mengalami pelapukan, zona ini berada di Desa Cimanggu, Desa Karangkamiri dan Desa Margajaya. Daerah penelitian  ini banyak dijumpai soil hasil dari pelapukan batuan tersebut dengan ketebalan rata-rata 2-4 meter. Daerah ini terindikasi gerakan tanah tipe Luncuran.
Kelerengan
Bobot 2 (A)
Litologi  Breksi Andesit
Bobot 1 (B)
Tataguna lahan
Bobot 2 (C)

Perhitungan : H (Bobot) = (3 x A) + (2 x B) + (1 x C)
= (3 x 2) + (2 x 1) + (1 x 2)
= 10
Berdasarkan hasil zonasi tingkat kerentanan gerakan tanah yang dihasilkan dari pengolahan data sebelumnya, secara umum suatu daerah rentan terhadap longsor jika memiliki faktor – faktor yang mendukung, diantaranya nilai kemiringan lereng yang tinggi, jenis batuan yang kurang resisten, tingkat kerapatan struktur tinggi, dan ditunjang oleh faktor-faktor lain seperti tingkat pelapukan yang tinggi dan tataguna lahan.
Selain faktor – faktor tersebut terdapat faktor lain yang berperan sebagai pemicu dari gerakan tanah yaitu iklim. Iklim bersifat global dan menyeluruh. Keberadaan iklim sangat berpengaruh pada tingkat curah hujan yang ada. Sebagian besar longsor yang terjadi di daerah tersebut terjadi pada saat hujan atau sesaat setelah hujan berhenti. Hal ini menunjukan penambahan air yang menyusup ke dalam tanah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya gerakan tanah. Selain itu iklim juga berpengaruh kepada tingkat pelapukan dari litologi yang ada di daerah tersebut. Iklim tropis yang ada cukup berperan dalam proses pelapukan yang terjadi. Namun untuk daerah Karangkamiri dan sekitarnya, pelapukan batuan/tanah penyusun dan curah hujan serta tataguna lahan menjadi penyebab utama terjadinya longsor.
5.8   Saran
            Adapun saran untuk kedepannya terhadap potensi gerakan tanah pada daerah penelitian ialah perlu adanya peningkatan dalam upaya mitigasi khususnya pada zonasi kerentanan gerakan tanah secara rinci, karena dari sudut pandang peneliti masih kurangnya upaya mitigasi dari daerah tersebut.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemetaan zonasi kerentanan gerakan tanah pada daerah penelitian menggunakan parameter-parameter yang telah dijelaskan pada bab 5 berdasarkan metode pembobotan masalah khusus, maka didapati 3 zonasi kerentanan gerakan tanah, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kerentanan gerakan tanah pada daerah penelitian tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja, melain disebabkan oleh beberapa faktor mulai dari geologi sampai non geologi.

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya



JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LING DIBAWAH INI


CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "Study Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Karangkamiri Dan Sekitarnya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat"

  1. Terimakasih author kontennya sangat membantu, tapi kok ga bisa didownload yah min versi fulldraftnya? This AdF.ly account has been suspended. mohon bantuannya min :) semoga berkah min

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel