-->

Geologi Daerah Ujungjaya dan Sekitarnya, Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.


Geologi Daerah Ujungjaya dan Sekitarnya, Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. 

DEM Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh :
1.         Nama            : I Gusti Bagus W.Y.,S.T.
2.         Alumni         : STTNAS Yogyakarta
 3.           Koordinat   : 06o40'37.1" LS-06o43'53.4" LS 108o06'20.2" BT- 108o03'06.2" BT
4.         Tahun           : 2017
5. Asisten              : Syarwandi, S.T.



II.3. GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN
II.3.1.Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan melalui analisis peta topografi dengan melihat pola kontur, analisis pola pengaliran, proses geologi, stadia daerah dan dari data pendukung berupa peta zonasi kelerengan menurut Van Zuidam – Cancelado (1979). Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian mengacu pada klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Van Zuidam, 1983), berdasarkan proses geologi baik endogen maupun eksogen. Berdasarkan hasil analisis parameter di atas, serta memperhatikan aspek morfogenesa yang mengontrol morfologi pada daerah penelitian, maka satuan geomorfologi pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi :
A.      Hogback (S7)
Satuan ini meliputi luas kurang lebih 15% dari total luas daerah penelitian meliputi Desa Ungkal, Desa Cibuluh, Desa Sakurjaya dan Desa Cipelang yang mempunyai pelamparan relatif  Barat Laut - Tenggara dari daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk akibat struktur geologi pada daerah penelitian.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya, satuan ini mempunyai kemiringan lereng rata-rata 39,49% yang berupa Topografi perbukitan-tersayat kuat (Van Zuidam-Cancelado, 1979), dengan beda tinggi rata-rata 33,41m. Tersusun oleh batupasir karbonatan, batupasir, konglomerat, batupasir tufaan dan breksi.
Berdasarkan data – data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi Hogback (S7). Tata guna lahan digunakan sebagai kawasan permukiman, tambang galian C dan hutan jati (Gambar 2.5).
Gambar 2.5. satuan geomorfologi Floods Plains (F3) dan satuan geomorfologi Hogback (S7). Arah foto N 230E dan Foto di Ambil di Koordinat 10808’06.6” BT 641’23.1” LS.
B.      Perbukitan Sisa (S10)
Satuan ini meliputi luas kurang lebih 20% dari total luas daerah penelitian meliputi Desa Ungkal, Desa Cipelang, Desa Cacaban, Desa Babakan Asem dan Desa Ujung Jaya yang mempunyai pelamparan relatif  Barat Laut - Tenggara dari daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini, secara morfogenesa terbentuk akibat struktur geologi pada daerah penelitian yang kemudian mengalami proses eksogenik sehingga menyisakan morfologi berupa perbukitan.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya, satuan ini mempunyai kemiringan lereng rata-rata 23,44% yang berupa Topografi perbukitan-tersayat kuat (Van Zuidam-Cancelado, 1979), dengan beda tinggi rata-rata 27,84m. Tersusun batulempung nodul batugamping.
Berdasarkan data – data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi perbukitan sisa (S10). Tata guna lahan digunakan sebagai kawasan permukiman, pertanian dan hutan jati (Gambar 2.6).
Gambar 2.6. satuan geomorfologi Rivers Beds (F1), satuan geomorfologi Perbukitan sisa (S10) dan satuan geomorfologi Hogback (S7). Arah foto N 210E dan Foto di Ambil di Koordinat 108005’10.9’’BT 6042’40.5’’LS.
C.      Tubuh Sungai  (F1)
Satuan ini meliputi luas kurang lebih 10% dari total luas daerah penelitian meliputi Desa Ungkal, Desa Cipelang, Desa Babakan Asem, Desa Sakurjaya, Desa Palasah, dan Desa Ujung Jaya yang mempunyai pelamparan relatif  Timur Laut – Barat Daya dari daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk morfogenesa terbentuk akibat akumulasi sedimen pada daerah penelitian yang belum mengalami litifikasi.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya, satuan ini mempunyai kemiringan lereng rata-rata 13,08% yang berupa Topografi bergelombang lemah (Van Zuidam-Cancelado, 1979), dengan beda tinggi rata-rata 12,5m. Tersusun oleh batulempung caliche, konglomerat dan endapan krakal-lempung.
Berdasarkan data – data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi Tubuh Sungai (F1). Tata guna lahan digunakan sebagai kawasan pertanian dan irigasi (Gambar 2.7).
Gambar 2.7. satuan geomorfologi Tubuh Sungai (F1), satuan geomorfologi Floods Plains (F3) dan satuan geomorfologi Hogback (S7). Arah foto N 280E dan Foto di Ambil di Koordinat 108005’36’’BT 6042’31’’LS.
D.      Flood Plains (F3)
Satuan ini meliputi luas kurang lebih 45 % dari total luas daerah penelitian meliputi Desa Cibuluh, Sakurjaya, Desa Mekarjaya,  Desa Palasah, dan Desa Ujungjaya yang mempunyai pelamparan relatif  Barat Laut – Tenggara dari daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk morfogenesa terbentuk akibat akumulasi sedimen oleh proses fluvial  yang ada pada daerah penelitian.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya, satuan ini mempunyai kemiringan lereng rata-rata 9,09% yang berupa Topografi bergelombang lemah-kuat (Van Zuidam-Cancelado, 1979), dengan beda tinggi rata-rata 12,5. Tersusun oleh batulempung caliche dan konglomerat.
Berdasarkan data – data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi Flood Plains (F3). Tata guna lahan digunakan sebagai kawasan pertanian dan irigasi (Gambar 2.8).
Gambar 2.8. satuan geomorfologi Floods Plains (F3). Arah foto N 234E dan Foto di Ambil di Koordinat 108008’06.6”BT 6041’23.1”LS.
E.      Inactive Alluvian Fans (F8)
Satuan ini meliputi luas kurang lebih 5% dari total luas daerah penelitian meliputi Desa Sakurjaya, dan Desa Ujungjaya yang mempunyai pelamparan relatif  Barat Laut – Tenggara dari daerah penelitian. Morfologi pada satuan ini yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses sedimentasi yang sudah tidak aktif lagi pada daerah penelitian.
Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya, satuan ini mempunyai kemiringan lereng rata-rata 11,44 % yang berupa Topografi bergelombang lemah-kuat (Van Zuidam-Cancelado, 1979), dengan beda tinggi rata-rata 12,5. Tersusun oleh batulempung caliche.
Berdasarkan data – data di atas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi Inactive Alluvial Fans (F8). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, Hutan Karet, Hutan jati dan Irigasi (Gambar 2.9).
Gambar 2.9. satuan geomorfologi Inactive Alluvial Fans (F8), satuan geomorfologi Floods Plains (F3), satuan geomorfologi Hogback (S7). Arah foto N 230E dan Foto di Ambil di Koordinat 10808’06.6” BT 641’23.1” LS.
F.    Lava Flows (V11)
Satuan geomorfologi ini meliputi ±8% dari seluruh daerah penelitian, yang meliputi daerah Desa ungkal yang terletak pada bagian barat daerah penelitian. Morfologi ini yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses vulkanisme.
 Berdasarkan kenampakan morfologi dan morfometrinya Satuan ini mempunyai beda tinggi rata-rata 31,81 meter dan sudut lereng 26,05% yang berupa topografi perbukitan-tersayat kuat (Van Zuidam-Cancelado, 1979). Tersusun oleh satuan batuan lava basalt. Berdasarkan data-data diatas, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi Lava Flows (V11), satuan ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, hutan karet, dan hutan jati.
Gambar 2.9. satuan geomorfologi Lava Flows (V11), satuan geomorfologi River Beds (F1),. Arah foto utara

II.3.2. Pola Pengaliran
Sistem jaringan sungai akan membentuk suatu pola pengaliran, pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologi. Jenis pola pengaliran antara satu daerah dengan daerah lainnya cukup bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya.
            Pola pengaliran di daerah penelitian berdasarkan jenis pola pengaliran sungai berdasarkan Howard (1967) (Gambar 2.1) dapat di bagi menjadi 3 jenis pola pengaliran. Pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari pola pengaliran Dendritic, Sub-dendritik dan Sub-pararel (Gambar 2.10).
A.      Pola Pengaliran Sub-dendritik
Pola Pengaliran sub-dendritik merupakan ubahan dari pola pengaliran dasar dendritik yaitu pola aliran yang menyerupai struktur daun pohon, yang membedakan sub-dendritik adalah struktur yang bekerja pada pola pengaliran ini lebih dominan. Pola pengaliran ini meliputi kurang lebih 55% dari daerah penelitian. Sungai-sungai yang termasuk ke pola pengaliran ini adalah sungai Ci Pelang, sungai Ci Haur, sungai Ci Panassat, sungai musiman dan beberapa sungai kecil. Pola pengaliran ini berkembang di satuan geomorfologi Flood Plains dan Rivers beds, bagian relatip utara dari daerah penelitian.
     B.    Pola Pengaliran Sub-pararel
Pola Pengaliran subparalel merupakan ubahan dari pola pengaliran dasar parallel yaitu pola aliran yang mempunyai arah  relatif sejajar, yang membedakan yaitu subparalel mengalir pada daerah dengan kemiringan lereng sedang-landai dengan penyebaran area pengaliran yang luas . Pola pengaliran ini meliputi + 45 % dari daerah penelitian. Sungai-sungai yang termasuk ke pola pengaliran ini adalah sungai Ci Panasaat, sungai Ci Pelang, sungai Ci Lebaknunut, sungai Ci Kasamblan, sungai musiman dan beberapa sungai kecil. Pola pengaliran ini berkembang di satuan geomorfologi Hogback, Inactive Alluvial Fans, Flood Plains dan perbukitan sisa, relatif bagian barat dari daerah penelitian.
 
Gambar 2.11. Peta Pola Pengaliran di Daerah Penelitian
II.3.3. Stadia Sungai
Stadia sungai di daerah penelitian memperlihatkan stadia sungai dewasa. Stadia sungai dewasa dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, kemiringan sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih kuat dibanding erosi vertikal seperti di sungai Cipelang. Berdasarkan konsep Thornbury, 1969 (Gambar 2.2), maka stadia sungai daerah penelitian termasuk stadia sungai dewasa (Gambar 2.11).
Gambar 2.12. Sungai Cipelang memiliki bentuk “U” yang menunjukkan erosi ke arah vertikal masih berkembang tetapi dominan ke arah horizontal, bahkan sudah membentuk dataran banjir (garis kuning). A. Arah foto N 300E dan Koordinat 108006’43.2’’BT 6042’21.6’’LS. B. Arah foto N 345 0E dan Koordinat 108004’09.1’’BT 6044’99.6’’LS. C. Arah foto N 450E dan Koordinat 108005’05’’BT 7043’33.6’’LS.
II.3.4. Stadia Daerah
Stadia daerah penelitian dikontrol oleh beberapa faktor yaitu  litologi, struktur geologi dan morfologi (proses) baik proses endogen maupun proses eksogen.
Pengamatan litologi di lapangan hampir keseluruhan satuan batuan telah mengalami proses erosional dan pelapukan yang ditandai dengan tebalnya soil
pada daerah penelitian. Struktur geologi mempengaruhi bentuk dari suatu morfologi yang diakibatkan oleh proses endogen berupa pensesaran.
Berdasarkan keadaan morfologi di daerah penelitian, proses endogen dan eksogen yang berkembang, sungai dengan erosi ke arah vertikal dan horisontal, serta membandingkan terhadap model tingkat stadia menurut Lobeck (1939) (gambar 2.3), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian termasuk dalam stadia dewasa (Gambar 2.12).
Gambar 2.13. Stadia daerah penelitian menurut Lobeck, 1939

III.2. STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN

Berdasarkan ciri fisik batuan maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi beberapa satuan lithostratigrafi tidak resmi (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996), yang di sesuaikan dengan peneliti terdahulu. Berdasarkan hasil survei pendahuluan pengamatan singkapan batuan yang dilakukan di lapangan maka didapatkan hasil kolom stratigrafi daerah penelitian (Tabel 4.1), serta disesuaikan  dengan satuan batuan menurut penelitian terdahulu (Tabel 3.1).
Tabel 3.4. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian.
Stratigrafi daerah penelitian, secara berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1.       Satuan batuan batulempung Subang
Satuan batuan ini tersusun oleh batulempung dengan kenampakan di lapangan berwarna abu-abu kehitaman dengan warna lapuk abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, ukuran butir lempung, struktur masif, kekompakan sedang, ketebalan kurang lebih 10m, komposisi mineral ukuran lempung. Terdapat juga nodul batugamping, dan pirit.
Gambar 3.3. Kenampakan batulempung Subang. Arah foto N 2740E dan Foto pada LP 17. A. Nodul Batugamping dan B. Pirit
Secara mikroskopis berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis nomor sampel BL/S/45/24 (lampiran terikat 4 halaman 85). Secara mikroskopis, pada plane polarized light (PPL) batuan memperlihatkan warna putih hitam dan di cross polarized light (XPL) terlihat berwarna putih sampai coklat kemerahan, dengan ukuran butir <0,001 mm, terdiri atas dominan hematit dan mineral lempung dengan sedikit mineral kuarsa dan banyak terlihat sudah menjadi pori akibat proses penyayatan, yang terdiri atas kuarsa (1%), Lempung (76%), hematit (14%), pori (9%). Berdasarkan analisis didapatkan nama petrografi batuan yaitu Mudrock (Petijohn, 1975).
Satuan batuan batulempung Subang menempati 14% dari luas daerah penelitian dan tersebar di sebelah barat daya daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan sisa (S10). Berdasarkan pengukuran penampang satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 500 m.
Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan analisis mikropaleontologi tidak dapat dilakukan karena pada satuan batuan ini tidak dijumpai adanya fosil. Oleh sebab itu, untuk menentukan umur dilakukan kesebandingan dengan geologi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi ini. Berdasarkan pada stratigrafi peta menurut Djuri (1995) dan peneliti terdahulu menurut Djuhaeni dan Martodjojo (1989), dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan ini adalah Miosen Akhir.
Penentuan lingkungan pengendapan diperoleh dari data yang ditemukan di lapangan dan peneliti terdahulu. Pada satuan ini tidak dijumpai fosil maupun komposisi mineral karbonat, bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan laut dalam (Djuhaeni dan Martojodjo, 1989).
Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekuntruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan batulempung Subang dengan satuan batuan batupasir Kaliwangu adalah Selaras.
Tabel 3.5. Kolom litologi satuan batuan batulempung Subang (tidak dalam sekala yang sebenarnya)

2.       Satuan batuan batupasir Kaliwangu
Satuan batuan ini tersusun oleh batupasir dan batupasir karbonatan. Batupasir dengan kenampakan di lapangan berwarna abu-abu dengan warna lapuk coklat kehitaman kemerahan, tekstur klastik, bentuk butir sub-angular, sortasi buruk, kemas terbuka, ukuran butir pasir halus sampai sangat kasar, struktur berlapis dan beberapa ada yang gradasi mengkasar ke arah atas, kompak, ketebalan singkapan kurang lebih 100 cm , komposisi feldspar, dan mineral berukuran pasir. Batupasir karbonatan dengan kenampakan di lapangan berwarna abu-abu pucat, lapuk kecoklatan, bentuk butir sub-rounded, sortasi baik, kemas tertutup, tekstur klastik, struktur berlapis, kekompakan sangat kompak, ketebalan kurang lebih 4m dengan sisipan batulempung, komposisi mineral ukuran pasir dan kalsit, terdapat banyak urat-urat kalsit.
Gambar 3.4. Kenampakan satuan batuan batupasir Kaliwangu. Arah foto N 3200E dan Foto pada LP 39. A. Ukuran butir pasir sedang, B. Ukuran butir pasir halus dan C. Sisipan Batulempung.
Secara mikroskopis berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis nomor sampel BP/C/38/46 (Lampiran terikat 4 halaman 87). Secara mikroskopis, pada plane polarized light (PPL) batuan memperlihatkan warna putih sampai cokelat dan di cross polarized light (XPL) terlihat berwarna putih sampai cokelat, klastik, bentuk butir sub angular – sub rounded, tidak seragam, sortasi sedang, kemas terbuka, ukuran butir <1mm, terdiri atas mineral kuarsa (58%), feldspar (17%), lempung (2,3%), magnetit (0,7%), matriks (20%) dan sedikit pori (2%). Berdasarkan analisis didapatkan nama petrografi batuan yaitu Arkose Wacke (Petijohn, 1975).
Satuan batuan batupasir Kaliwangu menempati 4% dari luas daerah penelitian dan memiliki pelamparan berarah barat laut-tenggara di daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati satuan geomorfologi Hogback (S7). Berdasarkan pengukuran penampang satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 375 m.
Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan analisis mikropaleontologi tidak dapat dilakukan karena pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil. Oleh sebab itu, untuk menentukan umur dilakukan kesebandingan dengan geologi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi ini. Berdasarkan pada stratigrafi peta menurut Djuri (1995) dan peneliti terdahulu menurut Djuhaeni dan Martodjojo (1989), dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan ini adalah Pliosen.
Penentuan lingkungan pengendapan diperoleh dari data yang ditemukan dilapangan dan peneliti terdahulu. Pada satuan ini tidak dijumpai fosil tapi terdapat batupasir yang mengandung mineral karbonat dan struktur gradasi, hal ini menjadi acuan peneliti, bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan Neritik (Djuhaeni dan Martojodjo, 1989).
Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekuntruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan batupasir Kaliwangu dengan satuan batuan konglomerat Kaliwangu adalah Selaras.
Tabel 3.6. Kolom litologi satuan batuan batupasir Kaliwangu (tidak dalam sekala yang sebenarnya)

3.       Satuan batuan konglomerat Kaliwangu
Satuan batuan ini tersusun oleh konglomerat, breksi dan batupasir tufan. Konglomerat dengan kenampakan di lapangan berwarna segar coklat kehitaman, lapuk warna coklat orange, tekstur klastik, struktur berlapis, kompakan sedang, fragmen dari andesit (4 cm), matriks pasir tufaan, ketebalan singkapan kurang lebih 2 m dengan sisipan batupasir. Breksi dengan kenampakan dilapangan berwarna segar coklat pucat, lapuk kecoklatan, tekstur klastik, struktur masif, sangat kompak, fragmen andesit, matriks pasir dengan ketebalan singkapan kurang lebih 4 meter. Sedangkan batupasir tufaan dengan kenampakan di lapangan berwarna abu-abu dengan warna lapuk coklat kehitaman kemerahan, tekstur klastik, ukuran butir pasir sedang, struktur berlapis, kekompakan kompak, komposisi glas, feldspar, bijih besi, tuf dengan ketebalan singkapan kurang lebih 500 cm.
Gambar 3.5. Kenampakan Konglomerat selang seling dengan batupasir dan batulempung Formasi Kaliwangu. Arah foto N 1530E dan Foto pada LP 43.
Secara mikroskopis berdasarkan analisis petrografi sayatan tipis nomor sampel CGL/M/29/37 (matriks) (Lampiran terikat 4 halaman 90). Secara mikroskopis, pada plane polarized light (PPL) batuan memperlihatkan warna putih sampai cokelat kehitaman dan di cross polarized light (XPL) terlihat berwarna putih sampai warna warni, klastik, bentuk butir sub angular, tidak seragam, sortasi buruk, kemas terbuka, ukuran butir <1,25mm, terdiri atas mineral kuarsa (8,4%), piroksen (0,4%), biotit (1%), litik (6,5%), lempung (3,1%), magnetit (0,4%), matrik (34,2%) dan sebagian mineral besar sudah menjadi pori (46%). Berdasarkan analisis didapatkan nama petrografi batuan yaitu Lithic Wacke (Petijohn, 1975). Sedangkan nomor sampel CGL/F/51/68 (lampiran terikat 4 halaman 93), pada plane polarized light (PPL) batuan memperlihatkan warna putih sampai abu-abu cerah dan di cross polarized light (XPL) terlihat berwarna relatif gelap dan berwarna warni. Sample batuan ini ditandai oleh tingkat kristalisasi magma yang hipokristalin, inequigranular, tekstur umum porfiritik, bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur khusus berupa pilotaksitik, zoning dengan fenokris dengan ukuran    0,1 – 2 mm. fenokris terdiri dari plagioklas feldspar (labradorit) (55,4%), alkali feldspar (5%), piroksen (3,6), kuarsa (2,4%), opak (magnetit) (0,83%) dan massa dasar mikrokristal feldspar (30%), mikrokristal kuarsa (1,5) dengan ukuran <0,1 mm dan beberapa sudah menjadi mineral lempung dengan nama Andesit.
Satuan batuan konglomerat Kaliwangu menempati 16 % dari luas daerah penelitian dan memiliki pelamparan berarah barat laut-tenggara di daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati satuan geomorfologi Hogback (S7). Berdasarkan pengukuran penampang satuan batuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 175 m.
Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan metode kesebandingan litologi dan asosiasinya di lapangan terhadap ciri fisik pada stratigrafi geologi regiona menurut Djuri (1995), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan ini adalah Pliosen. Penentuan lingkungan pengendapan diperoleh dari data yang ditemukan di lapangan  dan peneliti terdahulu. Pada satuan ini dijumpai konglomerat  yang disusun oleh fragmen andesit  dan matriksnya adalah batupasir tufan yang disusun oleh material-material piroklastik dan tidak dijumpai fosil maupun komposisi mineral karbonat hal ini menjadi acuan peneliti, bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan darat ( Djuhaeni dan Martojodjo, 1989).
Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekontruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan konglomerat Kaliwangu dengan satuan batuan batulempung SedimenTua Kuarter adalah tidakselaras.
Tabel 3.7. Kolom litologi satuan batuan konglomerat Kaliwangu (tidak dalam sekala yang sebenarnya)

4.       Satuan batuan batulempung Sedimen Tua Kuarter
Satuan batuan ini tersusun oleh batulempung dan konglomerat. batulempung dengan kenampakan di lapangan berwarna segar abu-abu, lapuk berwarna coklat, tekstur klastik, struktur masif, ukuran lempung, kekompakan kurang, komposisi mineral berukuran lempung dan terdapat Chaliche, ketebalan 3m. Satuan ini tersusun oleh konglomerat dengan kenampakan di lapangan berwarna segar coklat kehitaman, warna lapuk merah maron, tekstur klastik, struktur masif, komposisi andesit sebagai fragmen, batupasir kasar sebagai matriks, kekompakan kurang, ketebalan 1,6m.
Gambar 3.6. Kenampakan soil dari batulempung Sedimen Tua Kuarter. Arah foto N 3260E dan Foto pada LP 5.
Satuan batuan batulempung Sedimen Tua Kuarter menempati 20 % dari luas daerah penelitian dan memiliki pelamparan berarah barat laut-tenggara di daerah penelitian. Satuan ini menempati satuan geomorfologi Floods Plains (F3) dan Rivers Beds (F1). Berdasarkan pengukuran penampang satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 275 m.
Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan metode kesebandingan litologi dan asosiasinya dilapangan terhadap ciri fisik pada stratigrafi geologi regional menurut Djuri (1995), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan ini adalah Pleistosen. Penentuan lingkungan pengendapan diperoleh dari data yang ditemukan dilapangan dan peneliti terdahulu. Pada satuan ini tidak dijumpai fosil maupun komposisi mineral karbonat tetapi terdapat chaliche yang bereaksi dengan Hcl, hal ini menjadi acuan peneliti, bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan darat (Djuhaeni dan Martojodjo, 1989).
Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekontruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan batulempung caliche dengan satuan batuan lava andesit adalah tidakselaras.
Tabel 3.8. Kolom litologi satuan batuan batulempung Sedimen Tua Kuarter (tidak dalam sekala yang sebenarnya)

5.       Satuan batuan lava Andesit
Satuan batuan ini terdiri dari lava andesit dengan kenampakan di lapangan warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur afanitik, struktur masif, komposisi kuarsa, piroksen, hornblende, biotit. kekompakan sangat kompak, ketebalan 2m. Satuan batuan lava andesit menempati 8 % dari luas daerah penelitian dan menempati bagian barat di daerah penelitian. Satuan ini menempati satuan geomorfologi Lava Flows (V11). Berdasarkan pengukuran penampang satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 50 m.
Gambar 3.7. Kenampakan berupa bongkah-bongkah andesit di Desa Ungkal. Arah foto N 950E dan Foto LP 58.
Secara mikroskopis berdasarkan analisis petrografi sayatan tipis nomor sampel L/60/76 (Lampiran terikat 4 halaman 82). Secara mikroskopis, pada plane polarized light (PPL) batuan memperlihatkan warna putih sampai abu-abu cerah dan di cross polarized light (XPL) terlihat berwarna relatif gelap dan berwarna warni. Sample batuan ini ditandai oleh tingkat kristalisasi magma yang hipokritalin, inequigranular, tekstur umum porfiritik, bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur khusus berupa pilotaksitik, dengan fenokris dengan ukuran    0,1-2 mm. Fenokris terdiri dari plagioklas plagioklas (Andesin) (49%) yang sudah sebagian besar sudah hancur, clino piroksen (4,3%) sebagian telah mengalami perubahan, berlubang, sudah terisi oleh mineral kuarsa (3,1%) dan terubah menjadi klorit, opak (magnetit) ( 2,3%) dan massa dasar mikrokristal feldspar (36%) dengan ukuran <0,1 mm. Berdasarkan analisis didapatkan nama petrografi batuan yaitu Andesit (Streckeisen, 1976).
Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan metode kesebandingan litologi dan asosiasinya dilapangan terhadap ciri fisik pada stratigrafi geologi regional menurut Djuri (1995), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan ini adalah Pleistosen. Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekuntruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan lava andesit dengan aluvium adalah tidakselaras.
Tabel 3.9. Kolom litologi satuan batuan lava andesit (tidak dalam sekala yang sebenarnya)

6.       Satuan krakal-lempung
Satuan ini terdiri dari material lepas berukuran krakal, krikil, pasir, lanau dan lempung. Satuan batuan lava andesit menempati 8 % dari luas daerah penelitian dan memiliki pelamparan berarah timurlaut-baratdaya di daerah penelitian. Satuan ini menempati satuan geomorfologi Rivers Beds (F1). Berdasarkan pengukuran penampang satuan ini memiliki ketebalan kurang lebih 25 m. Pada satuan batuan ini penentuan umur menggunakan metode kesebandingan litologi dan asosiasinya dilapangan terhadap ciri fisik pada stratigrafi geologi regional menurut Djuri (1995), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa umur untuk satuan batuan ini adalah Holosen. Dalam menentukan hubungan stratigrafi didapat melalui rekontruksi penampang geologi maupun data-data lapangan. Berdasarkan penampang pada peta geologi yang terlampir, maka didapatkan hubungan stratigrafi satuan batuan lava andesit dengan aluvium adalah tidakselaras.
Gambar 3.8. Kenampakan endapan lempung-krakal. Arah foto N 3450E dan Foto pada LP 16.
Dari hasil analisis keseluruhan pada satuan batuan daerah penelitian, maka didapatkan korelasi antara stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional  Djuri, 1995.

Tabel 3.10.  Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional lembar Arjawinangun, Djuri, 1995  (tidak dalam skala sebenarnya)
Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya 
7.     PETROGRAFI
8.     PETROLOGI





Berlangganan update artikel terbaru via email:

2 Responses to "Geologi Daerah Ujungjaya dan Sekitarnya, Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat."

  1. mas link referensi nya gabisa dibuka, adfly suspended

    ReplyDelete
  2. Permisi mas, link nya sudah tidak bisa di akses🙏

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel