-->

Mineralisasi dan Tekstur Endapan Mineral

Mineralisasi dan Tekstur Endapan Mineral


1. Tahapan Sulfidasi

Kumpulan mineral umumnya didefinisikan sebagai pengelompokan mineral yang terjadi dalam kontak langsung dan yang tidak menampilkan bukti reaksi dengan satu sama lain (Barton et al., 1963). Istilah asosiasi mineral diterapkan pada kelompok mineral yang merupakan karakteristik dari zona tertentu dari perubahan atau bagian dari sistem vena, tetapi yang tidak semuanya berhubungan dan belum tentu semua disimpan pada saat bersamaan. Dengan demikian, pirit, kalkopirit, bornite, dan magnetit adalah asosiasi umum di zona alterasi potasik dalam deposit tembaga porfiri, tetapi kumpulan adalah magnetit + bornite, bornite + chalcopyrite, atau kalkopirit  pirit, tetapi tidak ditanggung + pirit di lingkungan pengendapan hidrotermal.
Meskipun asosiasi mineral umumnya diringkas dalam peta yang menunjukkan zonasi mineral, peta seperti itu tidak jelas karena mereka mewakili pola yang dihasilkan dari superposisi beberapa paket cairan dan jalur aliran migrasi sepanjang waktu. Untuk melayani sebagai dasar untuk penilaian proses (dan untuk mencari bijih), peta tersebut perlu digambar ulang sebagai serangkaian kerangka waktu yang mewakili zonasi kumpulan mineral pada titik tertentu pada waktunya. Untuk menggambar kerangka waktu, perlu untuk memetakan garis waktu melalui setoran. Dalam deposit porfiri, intrusi berturut-turut dapat berfungsi sebagai garis waktu untuk menggambar kerangka waktu yang berurutan (misalnya, Gustafson dan Hunt, 1975; Carten, 1986; Dilles dan Einaudi, 1992) atau diagram ruang-waktu (Dilles et al., 2000; Muntean dan Einaudi, 2001). Dalam deposito vena, garis waktu lebih sulit untuk menetapkan, tetapi dalam beberapa kasus ini dapat didasarkan pada adanya fitur unik seperti stratigrafi sphalerit (Barton et al., 1977; Hayba, 1997).
Istilah "sulfidasi" dan "keadaan sulfidasi", dan konsep yang mengelilinginya, memiliki sejarah panjang perkembangan dalam studi endapan bijih. Referensi yang dikutip adalah salah satu hal penting, tetapi tidak dimaksudkan sebagai tinjauan komprehensif. Sejumlah besar istilah yang terlibat, termasuk "sulfur sulfur tinggi", "sulfidasi", "reaksi sulfidasi", "belerang fugacity", dan "keadaan sulfidasi", sering digunakan sebagai sinonim, sedangkan mereka memiliki arti yang berbeda, dengan menggunakan istilah keadaan sulfidasi sebagaimana didefinisikan oleh Barton (1970) dan dengan cara yang analog dengan keadaan oksidasi (misalnya, Wones, 1981), di mana kerangka acuan adalah suhu dan fugacity S2 dan O2 gas, masing-masing. Belerang atau kerapuhan oksigen dari suatu sistem pada suhu berapa pun dapat dibandingkan dengan reaksi mineral standar (buffer),
4 Fe3O4 + O2 = 6 Fe2O3                   (1)                                                                                              
magnetite          hematite
untuk oxygen, atau
2 FeS + S2 = 2 FeS2                            (2)                                                                                          
pyrrhotite       pyrite

Perbedaan antara oksigen atau fugasitas belerang yang disiratkan oleh kumpulan mineral alam dibandingkan dengan reaksi penyangga membentuk dasar untuk menetapkan oksidasi relatif.
Dalam memudahkan membandingkan keadaan sulfidasi antara cairan yang berbeda dan antara cairan dan kumpulan mineral, kami memperkenalkan di sini terminologi informal berdasarkan reaksi sulfidasi antara mineral dalam sistem Cu-Fe-As-S (reaksi diidentifikasi pada Gambar. 1), dan deposit logam mulia epitermal. Dari rendah ke tinggi, ini adalah: "sangat rendah", "rendah", "menengah", "tinggi", dan "sangat tinggi" keadaan sulfidasi. Batas antara intermediate dan high sulfidation states ditentukan oleh reaksi sulfidasi. (Hedenquist, 2003)
5 CuFeS2 + S2 = Cu5FeS4 + 4 FeS2                   (3)
Chalcopyrite        bornite       pyrite,
(Gambar 5.3) yang mana menjadi sulfidasi
0.67 Cu12As4S13 + S2 = 2.67 Cu3AsS4               (4)
Tennantite                      enargite,
dan di representasikan antara porfiri copper  dn endapan copper (sensu stricto) dan urat porfiri related base metal
            0.47 FeAsS + 1.41 CuFeS2 + S2 = 0.12 Cu12As4S13 + 1.88 FeS2    (5)                        
               Arsenopyrite      chalcopyrite                     tennantite           pyrite,
Gambar 5.3  Diagram yang menentukan tahapan sulfidasi dari fluida hidrotermal dan jalur evolusi fluida pada endapan urat porphyry related (Barton, 1970)
Gambar 5.4 Konseptual lingkungan fluida pada porphyry related base metal vein dan epitermal Au-Ag yang didasarkan pada tahapn sulfidasi (Barton & Skinner, 1979)

Pada tingkat yang lebih dalam dan lebih panas dari lingkungan porfiri, kumpulan mineral konsisten dengan fluida yang secara dekat mengikuti penyangga sulfur-gas selama pendinginan ke suhu 5000 hingga 4000 C, dengan jalur gas-buffered ini menyebabkan peningkatan sulfidasi dan keadaan oksidasi. Fumarol vulkanik bersuhu tinggi, proksi kami untuk porsi suhu yang lebih tinggi dari lingkungan porfiri, plot sebagian besar di medan magnetit dan kalkopirit + magnetit, konsisten dengan pandangan bahwa kumpulan dalam deposit tembaga porfiri berasal melalui ekssolusi dan pendinginan volatil magmatik. Lingkungan umum untuk deposit tembaga porfiri (Gambar 5.4) bervariasi dimodifikasi oleh perjalanan yang dihasilkan dari ekstremitas seperti berlawanan seperti pencampuran dengan gas SO2 - bearing magmatik di celah utama atau mendekati penyangga batuan di fraktur distal (Hedenquist, 2003).
2. Bentuk Endapan Bijih
Terkait dengan waktu pembentukan bijih dihubungkan dengan host rock-nya, dikenal istilah singenetik dan epigenetic. Singenetik diartikan bahwa bijih terbentuk relative bersamaan dengan pembentukan batuan, sering merupakan bagian rangkaian stratigrafi batuan, seperti endapan bijih besi pada batuan sedimen. Epigenetik, kebalikan dengan singenetik, merupakan bijih yang terbentuk setelah host rock-nya terbentuk. Contoh endapan epigenetic adalah endapan yang berbentuk urat (vein).
Seperti dalam terminology batuan beku, juga dikenal istilah tubuh bijih diskordan dan konkordan. Tubuh bijih diskordan, jika memotong perlapisan batuan, sedangkan tubuh bijih konkordan jika relatif sejajar dengan lapisan batuan.
1. Tubuh Bijih Diskordan
A. Bentuk Beraturan
a. Tubuh Bijih Tabular
Tubuh bijih tabulat mempunyai ukuran pada dua sisi yang memanjang, tetapi sisi ketiga relative pendek. Bentuk tubuh bijih tabular, umumnya membentuk vein (urat) atau fissure - veins. Vein pada umumnya mempunyai kedudukan miring, seperti pada sesar, pada bagian bawah dikenal sebagai footwall, sedangkan bagian atasnya dikenal sebagai hangingwall (Gambar 5.5).
Gambar 5.5 Kiri, memperlihatkan urat yang terbentuk pada sesar normal, dengan struktur pinch-and-swell. Kanan, memperlihakan stadia pembentukan urat yang relative vertical dan horizontal. Struktur berperan sebelum dan sesudah mineralisasi (dari Evans, 1993)

Gambar tersebut memberikan gambaran tentang struktur pinch and swell yang membentuk urat. Ketiga pada rekahan tersebut membentuk sesar normal, maka akan terbentuk ruang terbuka (dilatant zones), yang memungkinkan fluida pembawa bijih masuk ke rongga tersebut dan membentuk urat. Vein pada umumnya terbentuk pada system rekahan yang memperlihatkan keteraturan pada arah maupun kemiringan.
b. Tubuh Bijih Tabular
Tubuh bijih ini, relative pendek pada dua dimensi, tetapi panjang pada sisi ketiganya. Pada posisi vertical atau sub vertical tubuh ini dikenal sebagai pipa (pipes) atau chimneys, sedangkan pada posisi horizontal sering digunakan istilah “mantos”. Terbentuknya tubuh bijih yang tubular, umumnya disebabkan oleh pelarutan batuan induknya (host rocks), serta bijih yang berupa breksiasi.  Beberapa tubuh bijih seringkali tidak menerus, sehingga membentuk tubuh bijih yang disebut pod (pod- shaped orebodies).
Gambar 5.6 Memperlihatkan kenampakan breksi hidrotermal. Foto kiri, kenampakan breksi hidrotermal  pada  endapan  skarn  Big  Gossan. Foto kanan, tekstur  pengisian diantara fragmen breksi yang membentuk tekstur cockade pada endapan epitermal Ciemas
Gambar 5.7 Foto kiri memperlihatkan masif kalkopirit ± pirit-magnetit yang terebntuk pada fase mineralisasi awal yang meng-overprint klinopiroksen. Foto kanan urat epidot-gipsum- pirit-kalkopirit-sfalerit. Lokasi Big Gossan, Tembaga Pura

B. Bentuk Tidak Beraturan
a. Endapan Sebaran (disseminated deposits)
Pada endapan sebaran (diseminasi), bijih tersebar pada tubuh batuan, seperti pada pembentukan mineral asesori pada batuan beku. Pada kenyataannya bijih ini sering sebagai mieral asesori pada batuan beku.
Endapan bijih diseminasi juga banyak terbentuk pada sebagian besar perpotongan jaringan urat-urat halus (veinlets), yang dikenal sebagai stockwork, juga di sepanjang urat halus atau pada pori batuan. Stockwork sebagian besar terbentuk pada tubuh intrusi berkomposisi intermediet sampai asam, tetapi juga dapat menerus hingga pada batuan sampingnya.
Gambar 5.8 Kiri, kenampakan magnetite veinlets pada endapan skarn Big Gossan. Kanan Kenampakan tekstur stockwork pada endapan Cu-porfiri Grasberg, Tembaga Pura
b. Endapan replacement (penggantian)
Beberapa endapan bijih terbentuk oleh proses replacement (penggantian) pada mineral atau batuan yang telah ada, berlangsung pada temperature rendah hingga sedang. Replacement yang berlangsung pada temperatur tinggi, umum terbentuk terutaman pada kontak dengan intrusi yang   berukuran besar hingga menengah. Endapan ini sering dikenal atau popular sebagai endapan skarn. Tubuh bijih dicirikan oleh pembentukan mineral - mineral calc-silicate seperti diopsit, wolastonit, andradid - grosularit garnet, maupun tremolit-aktinolit. 
2. Tubuh bijih Korkordan
Tubuh bijih konkordan dapat terbentuk secara singenetik, membentuk satu kesatuan stratigrafi dengan host rock-nya, tetapi juga dapat terbentuk secara epigenetic, setelah batuan ada. Endapan konkordan umumnya terbentuk pada batas batuan yang berbeda,juga dapat terbentu dalam satu tubuh batuan; dapat batupasir, batugamping, batuan lempungan,  atau  pada  endapan vulkanik, kadang  juga pada batuan plutonik atau metamorf. Pada tubuh bijih konkordan, sebagian besar tubuh bijih relatif paralel dengan bidang perlapisan, beberapa bagian sering miring atau bahkan tegak lurus dengan bidang perlapisan.
Gambar 5.9 Memperlihatkan tubuh bijih diskordan, yang dikontrol oleh stratigrafi dan struktur geologi (dari Evans, 1993)

Pada batuan vulkanik, endapan dapat terbentuk mengisi vesikuler pada tubuh lava basat yang umumnya membentuk autobreccia dan pada endapan volcanogenic massive sulphide. Endapan massive sulphide merupakan endapan yang penting dan lebih signifikan. Pada tubuh intrusi plutonik, juga sering membentuk lapisan - lapisan mineral ekonomik seperti magnetit - ilmenit atau kromit. Pembentukan ini disebabkan oleh gravitational settling atau liquid immicibility.
C. Tekstur Bijih
Tekstur bijih dapat bercerita banyak tentang genesa atau sejarah pembentukan bijih. Interpretasi genesa mineral dari tekstur sangat sulit dan haruslah hati-hati. Ada tiga tekstur yang dikenal, yaitu tekstur open space filling (infilling), tekstur replacement, serta exolution.
1.   Tekstur infilling (pengisian)
Proses pengisian umumnya terbentuk pada batuan yang getas, pada daerah dimana tekanan pada umumnya relatif rendah, sehingga rekahan atau kekar cenderung bertahan. Tekstur pengisian dapat mencerminkan bentuk asli dari pori serta daerah tempat pergerakan fluida, serta dapat memberikan informasi struktur geologi yang mengontrolnya. Mineral-mineral yang terbentuk dapat memberikan informasi tentang komposisi fluida hidrotermal, maupun temperatur pembentukannya.
Pengisian dapat terbentuk dari presipitasi leburan silikat (magma) juga dapat terbentuk dari presipitasi fluida hidrotermal. Kriteria tekstur pengisian dapat dikenali dari kenampakan:
·       Adanya vug atau cavities, sebagi rongga sisa karena pengisian yang tidak selesai,
·       Kristal – Kristal yang terbentuk pada pori terbuka pada umumnya cenderung euhedral seperti kuarsa, fluorit, feldspar, galena, sfalerit, pirit, arsenopirit, dan karbonat. Walupun demikian, mineral pirit, arsenopirit, dan karbonat juda dapat terbentuk euhedral, walaupun pada tekstur penggantian.
·       Adanya struktur zoning pada mineral, sebagai indikasi adanya proses pengisia, seperti mineral andradit-grosularit. Struktur zoning pada mineral sulit dikenali dengan pengamatan megaskopis
Gambar 5.10 Foto  kiri  memperlihatkan  kenampakan  vuggy  quartz,sedangkan  foto  kanan memperlihatkan tekstur crustiform-colloform, sebagai penciri tekstur pengisian

·       Tekstur berlapis. Fuida akan sering akan membentuk kristal-kristal halus, mulai dari dinding rongga, secara berulang-ulang, yang dikenal sebagai crustiform atau colloform. Lapisan crustiform yang menyelimuti fragmen dikenal sebagai tekstur cockade. Apabila  terjadi  pengintian  kristal  yang  besar  maka  akan terbentuk comb structure. Pada umumnya perlapisan yang  dibentuk  oleh pengisian akan membentuk perlapisan yang simetri,
·       Kenampakan tekstur berlapis juga dapat terbentuk karena proses penggantian (oolitik, konkresi, pisolitik pada karbonat) atau proses  evaporasi (banded ironstone), tetapi sebagain besar tekstur berlapis  terbentuk  karena  proses pengisian.
·       Tekstur triangular terbentuk apabila fluida mengenap pada pori diantara fragmen batuan yang terbreksikan. Kalau pengisian tidak penuh, akan mudah untuk mengenalinya. Pada banyak kasus, fluida hidrotermal juga mengubah fragmen batuan secarara menyeluruh. Problemnya apabila mineral hasil pengisian antar fragmen sama dengan mineral hasil ubahan pada fragmen (contoh paling banyak adalah silika pengisian dibarengi silika penggantian). Walau  demikian, pada tekstur pengisian umumnya memperlihatkan kenampakan berlapis (tekstur cockade).
Gambar 5.11 Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur pengisian. A) Vuggy atau rongga sisa pengisian, b). Kristal euhedral, c). Kristal zoning, d). Gradasi ukuran Kristal, e).Tekstur crutiform, f). Tekstur cockade, g).Tekstur triangular, h).Comb structure, i).Pelapisan simetris

Untuk mengenali tekstur pengendapan, dibutuhkan pemahaman geologi terkait dengan ditempat mana fokus kita diarahkan. Hal yang utama adalah memperkirakan akses fluida dalam suatu batuan dinding yang terubah. Fluida akan bergerak melalui daerah yang mempunyai permeabilitas yang besar yang biasanya sebagai ruang terbuka. Dalam konteks ini dapat diartikan bahwa perhatian pada tekstur pengisian sebaiknya difokuskan pada daerah yang mempunyai ubahan maksimum.
Daerah yang membentuk tekstur pengisian, pada umumnya cendrung membentuk struktur urat (vein), urat halus (veinlets), stockwork, dan breksiasi.
2. Tekstur replacement (penggantian)
Proses ubahan dibentuk oleh penggantian sebagian atau seluruhnya tubuh mineral menjadi mineral baru. Karena pergerakan larutan selalu melewati pori, rekahan atau rongga, maka tekstur penggantian selalu perpasangan dengan tekstur pengisian. Oleh karena itu mineralogy pada tekstur penggantian relative sama dengan mineralogi pada tekstur pengisian, akan tetapi mineralogi pengisian cenderung berukuran lebih besar. Berikut beberapa contoh kenampakan tekstur ubahan.
·       Pseudomorf, walaupun secara  komposisi sudah  tergantikan  menjadi  mineral baru, seringkali bentuk mineral asal masih belum terubah,
·       Rim mineral pada bagian tepi mineral yang digantikan,
·       Melebarnya urat dengan batas yang tidak tegas,
·       Tidak adanya pergeseran urat yang saling berpotongan
·       Mineral pada kedua dinding rekahan tidak sama
·       Adanya mineral yang tumbuh secara tidak teratur pada batas mineral lain.
Gambar 5.12 Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert dan Park, 1986). Berturut-turut dari kiri: (a) Pseudomorf, bementit mengganti sebagian Kristal karbonat, (b) Bornit mengganti pada bagian tepid an rekahan kalkopirit, (c) Digenit yang mengganti kovelit dan kalkopirit, memperlihatkan lebar yang berbeda
Gambar 5.13 Gambar yang menunjukkan beberapa kenampakan tekstur penggantian (Guilbert dan Park, 1986). Berturut-turut dari arah kiri: (a) Urat kalkopirit yang saling memotong, tidak memperlihatkan pergesaran, b) Komposisi mineral yang tidak simetris pada dinding rekahan, (c)  Kenampakan tumbuh bersama yang tidak teratur pada bagian tepi mineral

3. Tekstur exolution (eksolusi)
Mineral-mineral yang terbentuk sebagai homogenous solid-solution, pada saat temperatur mengalami penurunan, komponen terlarut akan memisahkan diri dari komponen pelarut, membentuk tekstur exolution. Kenampakan komponen (mineral) terlaut akan membentuk inklusi-inklusi halus pada mineral pelarutnya. Inklusi - inklusi ini kadang teratur dan sejajar, kadang berlembar, kadang tidak teratur.
Gambar 5.14 Kanan: Memperlihatkan kenampakan foto mikroskopis tekstur penggantian mineral kovelit pada bagian tepi mineral kalkopirit. Kiri: memperlihatkan kenampakan foto mikroskopis tekstur exolution mineral kalkopirit pada tubuh sfalerit (perbesaran 40x. Lok. Ciemas).
Gambar 5.15 Beberapa kenampakan khas tekstur exolution pada mineral sulfide dan okksida (Evans, 1993). (a) Pemilahan mineral hematite dalam ilmenit b)  Exolution lembaran ilmenit dalam magnetit, (c) Exolution butiran kalkopirit dalam sfalerit, (d)  Rim exolution pendlandit dari pirhotit
Tabel 5.12 Beberapa contoh tekstur exolution mineral kalkopirit-stannit-sfalerit temperatur pembentukannya (Evans, 1993)

Adanya tekstur exolution menunjukkan adanya temperatur pembentukan-nya yang relatif tinggi, sekitar 300-600°C.
4. Paragenesa Mineral
Definisi  dan  batasan  paragenesa  mineral,  antara  ahli  yang  satu  dengan lainnya seringkali berbeda. Guilbert dan Park (1986) mengartikan paragenesa sebagai himpunan mineral bijih, yang terbentuk pada kesetimbangan tertentu, yang melibatkan komponen tertentu. Sedangkan beberapa penulis lain mengartikan paragenesa sebagai urutan waktu relatif pengendapan mineral; berapa kali suatu pengendapan mineral telah terbentuk (Park dan MacDiarmid, 1970; Taylor dkk., 1996). Kronologi pengendapan mineral tersebut, oleh Guilbert dan Park (1986) disebut sebagai sikuen paragenesa.
Batasan stadia sendiri juga sering menghasilkan banyak tafsiran. Secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan mineral yang terbentuk atau diendapkan selama aliran fluida berjalan menerus (Taylor, 1998). Jika suatu aliran fluida berhenti dan kemudian terjadi aliran lain, maka dapat diartikan terdapat dua stadia. Secara ilmiah tidak mungkin mengetahui atau membuktikan secara pasti adanya ketidak-menerusan aliran fluida hidrotermal yang melewati suatu tempat. Dalam prakteknya pembagian stadia dihitung dari berapa kali suatu batuan mengalami tektonik. Dengan anggapan setiap rekahan hasil tektonik yang mengandung mineralisasi merupakan satu sikuen waktu relatif. Untuk dapat menyusun paragenesa mineral (bijih) pada suatu tempat, perlu dilakukan observasi overprinting pada sejumlah contoh batuan. Pengertian overprinting dapat diartikan sebagai observasi tekstur pada sampel bijih untuk mengetahui bahwa satu mineral terbentuk lebih awal atau lebih akhir dibanding mineral lain. Observasi overprinting merupakan bagian dari proses untuk menyusun paragenesa mineral yang merupakan dasar untuk mengetahui apa yang terjadi pada suatu sistem hidrotermal.
5. Kriteria Overprinting
Secara teori kriteria overprinting cukup sederhana, akan tetapi relatif cukup rumit dalam prakteknya. Pemahaman tekstur penggantian dan pengisian lebih dulu harus dipahami. Secara umum ada beberapa kriteria, kriteria pertama adalah kriteria yang paling mudah dipahami dan meyakinkan.
1. Kriteria Pertama (Confidence building)
a. Mineral Superimposition
Fluida hidrotermal yang melewati rekahan yang terbuka, akan mengendapkan mineral, dimana satu mineral menutup yang lain, membentuk sikuen pengisian (sequentian infill). Tekstur pengisian memberikan informasi yang sangat berharga terkait dengan sikuen pengendapan mineral.  Dalam satu stadia pengendapan, secara ideal mineral yang terbentuk paling awal akan ditumpangi atau dilingkupi oleh pembentukan mineral berikutnya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan observasi overprinting dengan kriteria sikuen pengisian, diantaranya:
·       Pada rongga (cavity) yang tidak terisi seluruhnya, akan mudah untuk mengetahui urutan sikuen pengendapannya. Tetapi apabila seluruh rongga terisi penuh, kadang sedikit sulit untuk mengetahui mineral mana yang terbentuk lebih dulu,
·       Pada urat yang membentuk perlapisan bagus, kadang terlihat suatu kristal yang terisolasi yang tidak mengikuti perlapisan. Untuk kasus tersebut, penyelesaian dengan hanya satu sampel akan ada banyak kemungkinan yang bisa disimpulkan. Oleh karena itu harus dilakukan pengamatan pada beberapa contoh lain, untuk mengetahui sikuen yang sebenarnya dari kristal tersebut,
·       Rekahan  atau  rongga  pada  breksi  akan  diendapi  mineral  dalam jangka waktu yang panjang. Tidak ada jaminan bahwa yang terlihat sebagai satu ikuen lapisan mewakili satu stadia pengendapan. Pada prinsispnya sangat sulit untuk menyusun overprinting dari suatu lapisan/pengendapan yang menerus. Makin besar rongga makin terbuka kesempatan untuk pengendapan berikutnya membentuk lapisan yang menerus. Walaupun perekah-an mungkin dapat terjadi dan memungkinkan hadir stadia baru, tetapi kenyataannya overprinting tidak mudah teramati (rongga lebih sulit untuk pecah),
·       Untuk kasus seperti poin c), perbedaan tekstur dan besar butir yang mencolok, bisa digunakan untuk menduga adanya overprinting. Bagian paling dalam dari suatu rongga (sikuen terakhir pengendapan) biasanya sebagai kristal yang paling kasar. Sehingga jika terjadi perubahan ukuran kristal dari kasar ke halus, kemungkinan merupakan stadia pengendapan yang berbeda,
·       Perbedaan temperatur pembentukan dari sangat tinggi ke rendah, juga bisa mengindikasinkan adanya stadia yang berbeda.
b. Structural Superimposition
·       Urat-stockwork yang saling memotong
·       Breksiasi, fragmen yang termineralisasi awal di dalam komponen yang mengalami mineralisasi baru
Cross - cutting veins - stockworks merupakan kriteria overprinting yang paling jelas dan mudah menafsirkannya. Pada umumnya proses perekahan akan mendukung terjadinya proses pengendapan mineral. Pengendapan stadia kedua akan mengikuti perekahan stadia kedua, yang terlihat memotong rekahan pertama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
·       Pada sistem yang didominasi oleh silika, urat-urat halus silika yang tidak beraturan sering saling memotong. Apabila tidak terlihat adanya pergeseran urat yang dipotong, akan sulit untuk menentukan urat mana yang terbentuk lebih dulu.
·       Pada saat terjadi aliran fluida (sebelumnya sudah terbentuk lapisan), bisa terjadi perekahan baru yang memotong dan menggeser lapisan yang telah ada. Jadi dalam kenyataan yang kita lihat (dari tekstur cross-cutting) terdapat dua stadia, walaupun dua-duanya dibentuk dari fluida yang mengalir kontinyu.
2. Kriteria Kedua (Suspicion arousing)
Struktur apapun yang telah mengalami mineralisasi, cenderung mengalami reaktivasi selama batuan kembali mengalami perekahan. Sesar, urat, zona breksiasi cenderung membentuk bagian yang relatif lemah, mudah rekah, sehingga fluida akan mudah melewatinya. Sehingga sangat umum bahwa rangkaian mineralisasi berikutnya akan  berada pada  bagian  yang  sama  dari  mineralisasi  berikutnya,  membentuk multistadia overprinting. Situasi seperti ini akan dicirikan oleh:
a. Ketidaksinkronan antara alterasi dan mineralisasi (proporsinya tidak umum)
·       Suatu urat halus yang memotong zona ubahan yang luas,
·       Urat di dalam suatu batuan yang membentuk zona ubahan yang tidak simetri,
·       Sikuen pengisian pada urat yang tidak simetri. Walaupun lapisan pada proses pengisian tidak harus simetri, tetapi adanya perbedaan lapisan pada satu sisi perlu dicurigai.
b. Konfigurasi alterasi yang tidak konsisten
Sangat umum terjadi, bahwa suatu zona alterasi meng-overprint alterasi yang telah  ada  sebelumnya.  Jika  pada  suatu  tempat,  alterasi  kedua mengubah seluruh hasil alterasi pertama, sedang ditempat lain alterasi kedua hanya  mengubah  sebagian  alterasi pertama, maka  akan  terlihat adanya perbedaan zona alterasi. Sehingga, kalau berjalan dari host rock ke arah zona urat, akan dijumpai perbedaan zona alterasi di beberapa bagian.
c. Alterasi pada batuan yang telah teralterasi
Sangat umum terjadi bahwa hasil alterasi masih memperlihatkan tekstur batuan yang telah teralterasi sebelumnya. Mineral alterasi awal sering diganti sebagian oleh mineral alterasi berikutnya.
3. Kriteria Ketiga (Indirect Overprinting)
Pada banyak contoh inti bor, atau contoh batuan yang di-slab, sering memperlihatkan urat-urat halus yang terpisah dengan himpunan mineral ubahan/pengisian yang satu sama lain sangat berbeda. Kehadiran dua atau lebih himpunan mineral pada tempat yang berbeda, menunjukkan adanya dua atau lebih stadia mineralisasi, tetapi sulit mengetahui mana yang lebih dulu terbentuk.
Tabel 13 Contoh tabel paragenesa mineral

Perbedaan kristal yang mencolok pada sikuen pengisian juga dapat dijadikan indikasi adanya stadia yang berbeda, setidaknya ada perbedaan atau perubahan kondisi kimia dan fisik.
4. Kriteria ke-empat (Indirect overprinting-temperature inference)
Sebagian besar sikuen paragenetik memperlihatkan kecenderungan adanya penurunan temperatur. Stadia awal umumnya terbentuk pada temperatur yang relatif lebih tinggi. Himpunan mineral yang mengandung biotit secara normal terbentuk pada temperatur lebih tinggi dengan himpunan yang mengandung mineral lempung. Bukan berarti apabila didapati asosiasi biotit dengan mineral lempung dapat diartikan bahwa biotit terbentuk lebih dulu dibanding mineral lempung. Tetapi paling tidak kriteria temperatur dapat digunakan untuk mem-bantu memilahkan stadia satu dengan lainnya (lihat tabel kisaran temperatur).
Tabel 5.14 Kisaran temperatur mineral-mineral ubahan hidrotermal yang penting (sebagian besar berdasarkan kisaran yang dibuat oleh Kingston Morrison, 1995; (*) oleh Edwards, 1965)

D. Endapan Epitermal
Alterasi hidrotermal dapat diartikan sebagai perubahan mineralogi dan tekstur batuan asal yang disebabkan oleh interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan tersebut (Rose & Burt, 1979). Sedangkan endapan epitermal diartikan sebagai endapan yang terbentuk pada lingkungan hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif rendah, berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-aerial, sebagian besar endapannya dijumpai di dalam batuan volkanik (beku dan klastik). Heald dkk (1987) dalam Corbett (2002) menyatakan bahwa endapan epitermal terbentuk pada temperatur < 300°C dan biasanya pada kedalaman < 1 km.
Banyak peneliti membedakan tipe endapan epitermal menjadi dua yang pada awalnya dibedakan sebagai serisit adularia dan acid sulphate, namun sekarang lebih dikenal dengan sistem sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah yang didasarkan dari karakter fluidanya (Gambar 5.16).
Gambar 5.16   Model konseptual busur magmatic Cu-Au-Ag (Corbett, 2002)

Menurut Buchanan (1981), dalam lingkungan epitermal setelah proses pendidihan (boilling) terjadi pencampuran secara cepat fluida hidrotermal dan air tanah untuk membentuk larutan klorida dengan pH mendekati netral. Fluida ini kemudian naik ke arah permukaan melewati bukaan-bukaan batuan dan mengubah air tanah di dalam batuan akifer menjadi tersilisifikasi serta mengendapkan silika pada pori-pori dan bukaan-bukaan tersebut.  
Sementara pembentukan jenis dan tekstur kuarsa berkaitan dengan faktor-faktor sifat jenuh silika dari fluida hidrotermal darimana kuarsa berasal, kondisi suhu, dan tekanan pada saat pengendapan. Pada kondisi ini fluida hidrothermal akan mengendap dan mengisi rekahan / batas urat yang akan membentuk urat kuarsa. Urat kuarsa yang mengisi rekahan ini tergantung pada sifat dari pembentukan rekahannya.
Ketika pembentukan rekahan tersebut dipengaruhi  oleh  gaya  kompresi  akan  menghasilkan  urat  kuarsa  yang  berbentuk hablur (brecciated), sedangkan pembentukan rekahan dipengaruhi oleh pelepasan gaya atau energi dari suatu tegasan maka akan menghasilkan urat kuarsa yang berbentuk sisir (comb) dalam (Purwanto, H.S., 2002). Terbentuknya ubahan dengan dominasi mineral-mineral kuarsa, serisit ini sebagai penyusun dari ubahan/alterasi filik dan diluar batas urat tipe alterasi argilik.
Tekstur sisir (comb) dan perlapisan crustiform - colloform merupakan indikasi adanya pengulangan episode pendidihan yang biasa terbentuk dibagian dimana terjadi pencampuran air tanah dengan fluida hidrotermal pada suatu sistim epitermal. Pendidihan tersebut juga dapat menghasilkan kondensasi gas-gas yang dapat mengubah fluida hidrotermal menjadi bersifat asam, memasuki air meteorik yang lebih dingin dan kemudian teroksidasi serta menyebabkan terbentuknya ubahan hidrotermal dengan dominan mineral-mineral lempung sebagai penyusunnya atau disebut ubahan argilik.
Temperatur fluida epitermal pada dasarnya akan berkurang ber-samaan dengan berkurangnya kedalaman dan bertambahnya jarak dari saluran fluida. Paleoisotherm dan saluran fluida dapat diketahui dengan memetakan mineral alterasi hidrothermal yang terdapat di dalam urat / vein dan batuan induknya.
Tabel 5.15  Ciri-ciri umum endapan epitermal (Lindgren, 1933)
Tabel 5.16 Ciri-ciri endapan epitermal  sulfidasi  tinggi  dan  sulfidasi rendah (berdasarkan Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987, White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam White & Hedenquist, 1995)
Komponen
Pendekatan
Sulfidasi Tinggi (Acid
Sulphate atau
Kaolinit-Alunit)
Sulfidasi rendah (Adularia-
Serisit)
Tatanan tektonik
Keduanya sama-sama terbentuk pada lingkungan subduksi terutama pada cekungan belakang busur
Kontrol struktur
regional
Kaldera, kubah
silisifikasi
Kaldera dan lingkungan
Vulkanik yang lain.
Kontrol struktur lokal
Dikontrol oleh sistem
sesar regional utama dan rekahan yang dibentuk pada beberapa generasi (episode)
Sesar lokal/regional atau
rekahan
Pola mineralisasi
Diseminasi dan kuarsa
masif, open space dan vug infilling tidak umum, replacement umum stockwork tidak umum
Open space dan vug infilling,
urat dengan batas tegas, stockwork Pb-Zn dekat permukaan umum tapi sedikit
Tekstur mineralisasi
Vuggy dan kuarsa
masif
Crustiform, comb, colloform,
quartz, banded, cherty, chalcedonic, vuggy, urat, stockwork dan breksi hidrotermal
Dimensi endapan
Lebih kecil dari
Adularia-serisit. Lebar vertikal umumnya <
500 m, sering kali ekuidimensional
12 – 190 km, perbandingan
urat panjang : lebar = 3 : 1 , panjang bisa beberapa km, lebar vertikal 100 – 700 m
Host rock
Batuan volkanik
subaerial asam – intermediet, umumnya riodasit (juga riolit, trakitandesit, yang membentuk kubah dan aliran debu)
Batuan volkanik subaerial
asam-intermediet, riolit hingga andesit serta berasosiasi
dengan intrusi dan batuan sedimen
Hubungan waktu
Bijih + host umurnya
hampir sama (< 0,5 juta tahun)
Terdapat perbedaan umur yang
lama (>1 juta tahun)
Mineral bijih
Enargit-luzonit,
tenantit, pirit, kovelit, native Au, elektrum, barit, sulphosalts, tellurides, kadang
Galena, sfalerit, kalkopirit,
Pirit, arsenopirit, achanthite, tetrahedrit, native Au, Ag, elektrum, barit, tellurides. Tidak ada bismuthinite
  

bismuthinite

Asosiasi geokimia
Anomali tinggi
Au, Ag, As, Cu, Sb, Bi,
Hg, Te, Sn, Pb, Mo, Te/Se.
Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn, Pb,
Se, K, Ag/Au
Anaomali rendah
K, Zn, Ag/Au
Cu, Te/Se
Logam yang
diproduksi
Endapan Au dan Ag.
Produksi Cu berarti
Endapan Au dan Ag. Produksi
logam dasar bervariasi
Asosiasi mineral
ubahan
Pirofilit, alunit, diaspor,
Kaolinit, kristobalit, serisit, silika. Tidak ada adularia, sedikit klorit
Serisit, adularia, klorit, silika,
Illit, epidot. Alunit dan pirofilit supergen
Ubahan batu samping
Advanced argillic
Bagian luar (atas) merupakan zona argilik menengah + seritisasi maupun zona propilitik
Serisit (filik) hingga argilik
Menengah. Bagian luar merupakan zona propilitik
Temperatur
pengendapan bijih
100 – 320°C (data
terbatas)
Bijih : 150 – 300°C, gangue
140°C, pada kasus tertentu terjadi boiling
Sifat Fluida
Sedikit data, salinitas
rendah-tinggi mungkin
1-6 wt% NaCl equiv, fluida magmatik asam, beberapa sebagai mixing
Salinitas rendah, biasanya < 3
wt% NaCl equiv. Dapat mencapai 13 % dominan fluida meteorik near-neutral ada
bukti boiling
Kedalamam
pembentukan
300 – 600 m dapat
mencapai >1200 m
100 – 1400 m sebagian besar
300 – 600 m
Sumber sulfida
lumpur
Sedikit data mungkin
magmatik
Magmatik atau batu samping
vulkanik
Conto
Motomboto,
Tombulilalto Sulut, Masuparia Kalteng
Mt. Munro Kalteng, Pongkor,
Lebong Tandai Bengkulu

E. Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah
1. Tatanan Tektonik
Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terbentuk pada lingkungan subduksi terutama pada cekungan belakang busur dengan regime struktur extensional dan strike-slip (Gambar 5.17). Endapan epitermal sulfidasi rendah pada lingkungan ini (volcanic arc) menunjukan suatu asosiasi lapangan yang kuat dengan batuan intrusi dan variasi mineral bijih berupa pirit, sflerit, galena, kalkopirit, dan arsenopirit serta mineral gangue berupa kuarsa, mineral karbonat, lempung. Batuan dinding / wall rock mempunyai kecenderungan mineralogi berupa mineral lempung dan klorit (Corbett, 2002).
Gambar 5.17 Tatanan tektonik epitermal sulfidasi rendah pada lingkungan subduksi (Corbett, 2004)

White dan Hedenquist (1995) menyatakan bahwa endapan epitermal sulfidasi rendah terjadi pada lingkungan subaerial dan kebanyakan pada fasies vulkanik medial hingga distal (Gambar 5.).
Gambar 5.18 Keterkaitan endapan epitermal sulfidasi rendah terhadap fasies vulkanik menurut White & Hedenquist (1995) dalam model konseptual busur magmatic Cu-Au-Ag (Corbett, 2004).

2. Sistem Epitermal Sulfidasi Rendah
Studi isotope menunjukkan bahwa fluida hidrotermal pada lingkungan sulfidasi rendah didominasi oleh air meteorik, tetapi beberapa sistem mengandung air dan gas-gas reaktif asal magmatik (Hedenquist & Lowenstern, 1994). Fluida yang naik dari kedalaman yang dalam harus diseimbangkan dengan batuan induknya, sehingga berkurang dan memiliki pH mendekati netral (Giggenbach, 1992). Reaksi ini menghasilkan NaCl, CO2 dan H2S menjadi spesies utama pada fluida. Pendidihan pada kedalaman yang dangkal menghasilkan uap yang kaya akan CO2 dan H2S yang dapat mengembun di dekat permukaan di zona diagnesa, membentuk uap panas asam sulfat air dari oksidasi H2S (pH air 2-3 dengan suhu mendekati 100°C).
Gambar 5.19 Lingkungan epitermal sulfidasi rendah menurut Henley (1985) dalam   Cooke & Simmons (2000)

Sirkulasi fluida meteorik terjadi pada kedalaman kurang dari 5 km secara konveksi akibat panas dari magma. Pada kedalaman 1 - 2 km di bawah permukaan air tanah yaitu pada up-flow zone, gradien suhu dan tekanan maksimum adalah dekat dengan pendidihan hidrostatis (Henley, 1985 dalam Cooke dan Simmons, 2000). Pada zona yang lebih dangkal, gradien hidrolik menyebabkan fluida yang bergerak naik berubah menjadi menyamping sehingga membentuk membentuk zona out flow (Gambar 5.19).
Menurut White & Hedenquist (1995), endapan epitermal sulfidasi rendah dikontrol oleh host rock berupa batuan volkanik subaerial asam-intermediet, riolit hingga andesit serta berasosiasi dengan intrusi dan batuan sedimen dengan variasi mineral bijih   galena, sfalerit, kalkopirit, pirit, arsenopirit, achanthite, tetrahedrit, native gold, perak, elektrum, barit, dan tellurides.
F. Alterasi dan Mineralisasi Epitermal Sulfidasi Rendah
1. Alterasi
Thomson & Thomson (1996) membagi tipe alterasi untuk endapan epitermal sulfidasi rendah seperti pada (Tabel 5.17).
Alterasi merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi dan tekstur    batuan yang semuanya merupakan hasil dari interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya. Perubahan-perubahan tersebut tergantung pada karakteristik batuan samping, sifat fluida (asam/basa), kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert & Park, 1986), konsentrasi dan lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991 dalam Corbett & Leach, 1996). Meskipun faktor-faktor tersebut saling terkait, tetapi dalam alterasi hidrotermal pada sistem epithermal kelulusan batuan, temperatur dan kimia fluida memegang peranan penting (Browne, 1991 dalam Corbett & Leach, 1996).
Tabel 5.17 Klasifikasi tipe alterasi & himpunan mineral pada endapan Epitermal sulfidasi rendah (Thomson & Thomson, 1996)
Tipe Alterasi
Zona (Himpunan mineral)
(huruf tebal merupakan mineral kunci)
Silisik/Filik
Kuarsa, kalsedon, opal, pirit, hematite
Adularia
Ortoklas (adularia), kuarsa, serisit-illit, pirit
Serisitik, Argilik
Serisit  (muskovit),  illit-smektit,  montmorilonit,  kaolinit,
kuarsa, kalsit, dolomite, pirit
Advance Argilik
(Acid Sulphate)
Kaolinit, alunit, kristobalit (opal, kalsedon), native sulphur,
jarosit, pirit
Silika – Karbonat
Kuarsa, kalsit
Propilitik Alterasi
Zeolitik
Kalsit,    epidot,    wairakit,    klorit,    albit,    illit-smektit,
montmorilonit, pirit
Klasifikasi dari tipe alterasi ini akan dijelaskan lebih rinci dari keterangan berikut yang berkaitan dengan mineral kunci, mineral penyerta dan sebagainya:
a.     Alterasi Filik
Dicirikan oleh seritisasi, kecuali kuarsa, plagioklas tergantikan oleh serisit dan kuarsa K-Feldspar magmatik juga mengalami seritisasi tapi lebih kecil dibandingkan dengan plagioklas.
b.     Alterasi Argilik Lanjut
Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengan bertambahnya serisit dan terjadi alterasi serisit. Alterasi advance argilic ini dicirikan oleh hadirnya mineral yang terbentuk pada kondisi asam terutama kaolinit, piropilit, diaspor, alunit, jarosit, dan zunyit. Perlu dibedakan antara alterasi hipogen dan supergen. Alterasi advance argilic hipogen terbentuk dari hasil kondensasi gas alam (terutama gas HCl) dan kesetimbangan SO2 dalam membentuk asam sulfur dan hidrogen sulfida. Alterasi advance argilic supergen dapat terbentuk dalam dua macam, pertama terbentuk dalam kondensasi gas hasil pendidihan fluida hidrothermal yang membentuk airtanah yang teroksidasi. Oksidasi oleh atmosfer merubah H2S membentuk asam sulfur yang akan merombak silikat dan akan membentuk kaolinit dan alunit.
c.      Alterasi Argilik
Menurut Corbett & Leach (1996), alterasi ini dicirikan dengan kehadiran anggota  dari  kaolin  (kaolinit & dickit)  dan  illit  (smektit,  illit  smektitillit),  serta asosiasi mineral transisis yang terbentuk pada pH menengah dan suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu kelompok klorit-illit juga hadir pada alterasi ini.
d.     Alterasi Propilitik
Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit–epidot- aktilonit (Corbett & Leach, 1996). Menurut White (1996), alterasi ini mempunyai penyebaran yang terluas dan kaitannya secara langsung dengan mineralisasi sangat kecil.   Kristal   plagioklas   mengalami   argilisasi   dengan   intensitas   kecil,   biotit mengalami perubahan menjadi klorit.
2 Mineralisasi
Mineralisasi merupakan sebagai pembentuk mineral bijih atau mineral ekonomis (emas, perak, tembaga, galena, kalkopirit, kalaverit, bornit dan lain sebagainya) yang berasal dari proses metasomatisme, pegmatitit, pneumatolik ataupun proses hidrothermal (Fyfe dkk., 1978).
Pola mineralisasi pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah berupa open space dan vug infilling, urat dengan batas tegas, dan kehadiran stockwork Pb-Zn dekat permukaan. Tekstur mineralisasi yang umum hadir berupa Crustiform, comb, colloform, quartz, banded, cherty, chalcedonic, vuggy, urat stockwork dan breksi hidrotermal (White & Hedenquist, 1995).
Menurut Bateman, 1981 Secara umum proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor pengontrol, meliputi:
a.      fluida hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral,
b.     zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat fluida hidrotermal,
c.      Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal,
d.     Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan fluida hidrotermal yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral
e.      Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral.
Terkonsentrasinya mineral-mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya:
a.      Proses differensiasi, Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit. Pengendapan kromit sering berasosiasi dengan pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan terpisah dari magma panas dengan membawa mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd,
b.     Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari magma, Pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa fluida. Komponen-komponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi volkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan sebagai hasil penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku (Lindgren, 1933).
G. Endapan Sediment Hosted
1. Regional dan Tektonik Setting
Gambar 5.20 Karakteristik dari epigenik endapan emas (disimpulkan dari Foster (1991), Robert et al (1991), Kirkham et al (1993), Hedenquist & Lowenstern (1994), Richards (1995) dan Poulsen (1996) di dalam Groove 1998)

Mayoritas endapan bijih terendapkan dalam struktur geologi berjenis duktil ke brittle, memiliki perubahan proksimal kumpulan Fe sulfide-carbonate-sericite±albite (dalam komposisi batuan yang sesuai untuk menstabilkan kumpulan mineral) dan diendapkan pada kedalaman 300 ±50°C dan 1-3 kbar, seperti yang ditunjukkan oleh inklusi cairan dan studi geothermobarometric lainnya (Groves dan Foster, 1991; Nesbitt, 1991).
Sebagian besar jenis endapan yang mengandung emas kadar bijih dengan emas sebagai logam utama atau bersama dengan tembaga, terletak di sepanjang tepi lempeng konvergen (Sawkins, 1990). Adapun pengecualian penting, seperti endapan sulfida masif volkanogenik yang kaya emas yang dikembangkan di sepanjang penyebaran ocean ridge (misalnya Bousquet) dan style endapan lainnya yang terkait dengan kemungkinan hot spot anorogenik, (misalnya Olympide Dam). Namun, sebagai suatu peraturan, banyak dari vena epitermal penghubung Phanerozoic, Carlin-type jenis sedimentary rock-host dan porphyry / skarn deposit yang dikembangkan dalam margin benua aktif yang sama dengan apa yang disebut deposit 'mesothermal'. Pembedaan penting, dapat dibuat berhubungan dengan perubahan lokal dalam tektonisme dalam orogen berkembang dan ke kedalaman kerak refleksi dari gradien geotermal regional (Gamba 5.20) dari sistem hidrotermal auriferous (Groove, 1998)
            Tipe endapan ini di dominasi oleh system urat kuarsa dengan ≤3-5% mineral sulfidasi (umumnya Fe-sulfides) dan ≤ 5 – 15 % mineral karbonat (Albite, White mica, atau fuschite, chlorite, scheelite, dan tourmaline). Zonasi mineralisasi terjadi di beberapa endapan Au: Ag dengan besaran ratio dari 10 (normal) ke 1 (kurang umum) dengan tempat pengendapan bijih sepanjang jalur vein pada batuan samping sulfidized. Arsenopyrite merupakan jenis mineral yang di temukan bada batuan meta-sedimen (Groove, 1998).
          Tektonik setting antara lingkungan endapan bijih yang terbanyak memiliki peranan merupakan endapan emas epitermal dan seluruh bagiannya dapat di kenali dengan endapan mesotermal dan hipotermal dengan syarat kehadiran dari kemelurusan mineral yang hadir bersamaan dengan kedalamannya. Syarat epitermal itu sendiri diimplikasikan pada (Gambar 5.21) pada spesifikasi endapan mineral tertentu (Morrison 1995) yang paling umum terdeskripsi merupakan high-level veining dan asosiasi penyebaran alterasi dengan magmatisme vulkanik dan subvulknik (Berger & Bethke, 1985).

Sumber : Tugas Akhir Arief Wicaksono, S.T.



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mineralisasi dan Tekstur Endapan Mineral"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel