-->

GEOLOGI DAERAH DEPOK DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PAKENJENG, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

 GEOLOGI DAERAH DEPOK DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PAKENJENG, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT


Penelitian ini dilakukan oleh :
1.         Nama            : D. Bunga Saktiana De Rosari S.T.
2.         Alumni         : STTNAS Yogyakarta
3.           Koordinat   : 107o 39’ 08” – 107o 42’ 25” BT dan 7o 28’ 38” – 7o 23’ 44” LS
4.         Tahun           : 2017


Aspek –aspek yang dikaji dalam bahasan geomorfologi daerah penelitian terdiri atas pola pengaliran, satuan geomorfologi, proses geomorfologi (morfogenesis), stadia sungai dan stadia daerah. Dalam geomorfologi, banyak peneliti mengikuti prinsip – prinsip tentang “siklus geomorfologi”. Prinsip ini kemudian dijabarkan oleh Lobeck (1939) dengan suatu klasifikasi bentang alam dan bentuk muka bumi yang dikontrol oleh tiga parameter utama, yaitu struktur (struktur geologi; proses geologi endogen yang bersifat konstruksional/membangun), proses (proses – proses eksogen yang bersifat destruksional / merusak atau denudasional), dan tahapan (yang kadangkala ditafsirkan sebagai “umur” tetapi sebenarnya adalah respon batuan terhadap proses eksogen; semakin tinggi responnya, semakin dewasa tahapannya). Dilain pihak terdapat paham yang dikembangkan oleh Penck (dalam Thornbury, 1969) yang lebih menekankan pada proses pembentukan morfologi dan mengenyampingkan adanya tahapan.



2.1.2.1     Geomorfologi Daerah Penelitian

Pembagian geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan melalui analisis peta topografi dengan melihat pola kontur, analisis pola pengaliran, analisis citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) maupun analisis dan pengamatan langsung data di daerah penelitian. Dari beberapa analisis tersebut selain menghasilkan geomorfologi juga untuk mengetahui stadia sungai dan stadia daerah penelitian.
Pembagian geomorfologi daerah penelitian ditentukan melalui analisis pada peta topografi dengan melihat pola pola kontur dan kemudian melakukan sayatan morfometri pada peta topografi dan pada lokasi tertentu dilakukan pengukuran sudut kelerengan di lapangan.
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi dan kelerengan (morfometri) pada peta topografi dan data lapangan serta melihat morfogenesa yang berada pada daerah penelitian, sehingga daerah penelitian dapat dibagi menjadi : geomorfologi bergelombang sedang – kuat sisa gunung api ; geomorfologi bergelombang kuat – perbukitan sisa gunung api ; geomorfologi bergelombang kuat – perbukitan punggungan aliran lava ; geomorfologi bergelombang sedang – kuat punggungan aliran lava ; dan geomorfologi bergelombang kuat – perbukitan punggungan aliran piroklastik.

2.1.2.1.1.          Geomorfologi Bergelombang Lemah – Kuat Sisa Gunung Api

Geomorfologi ini meliputi ± 20 % dari seluruh daerah penelitian yaitu Desa Linggarjati dan Wangunjaya yang mempunyai pelamparan relatif utara - selatan dari daerah penelitian. Morfologi pada daerah ini berupa morfologi bergelombang lemah kuat yang secara morfogenesa terbentuk dari sisa gunung api yang dicirikan oleh pola - pola sirkuler pada citra SRTM maupun pola - pola kontur yang membentuk sebuah pola kontur gunung api pada daerah penelitian. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata rata ± 28,32 meter dari permukaan laut dengan kelerengan rata rata
± 11,9 % (data tersedia pada halaman 127). Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu lava andesit. Pola pengaliran pada satuan ini adalah pola pengaliran sub-dendritic dan dendritic.

Berdasarkan data data pada citra SRTM dan pola kontur yang berkembang pada daerah penelitian, maka geomorfologi daerah ini termasuk dalam geomorfologi bergelombang lemah kuat sisa gunung api, dengan ditemukannya singkapan berupa lava sebagai produk dari hasil gunung api sehingga dapat di interpretasikan sebagai sisa dari tubuh gunung api (Gambar 2.2).
Gambar 2.2.Geomorfologi bergelombang lemah-kuat sisa  gunung api dan geomorfologi bergelombang kuat - perbukitan sisa gunung api. Lensa menghadap ke N 278o E (Foto diambil di daerah Desa Jatiwangi di LP 14).
Berdasarkan data data di atas, maka geomorfologi daerah ini termasuk dalam geomorfologi bergelombang lemah kuat  sisa gunung api. Geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai perkebunan, hutan lindung, tambang andesit, dan kawasan pemukiman.

2.1.2.1.2.                              Geomorfologi Bergelombang Kuat – Perbukitan Sisa Gunung Api

Geomorfologi ini meliputi ± 25% dari seluruh daerah penelitian yaitu daerah Desa Pakenjeng, Depok, Pasirlangu, Tegalgede, dan Tanjungjaya yang mempunyai pelamparan relatif utara – selatan dan barat daya – timur laut pada daerah penelitian. Morfologi pada daerah ini berupa bergelombang kuat – perbukitan yang secara morfogenesa terbentuk akibat sisa – sisa aktifitas gunung api yang dicirikan oleh pola sirkuler pada citra SRTM dan pola kontur yang membentuk sebuah pola kontur gunung api pada daerah penelitian. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata rata ± 50,5 meter (data disajikan pada halaman 128) dari permukaan laut dengan kemiringan lereng rata rata ± 20,8 % (data disajikan pada halaman 128). Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu lava andesit dan breksi andesit. Pola pengaliran pada satuan ini adalah pola pengaliran sub- denritic dan dendritic.

Berdasarkan data pada citra SRTM dan analisa pola - pola kontur, maka geomorfologi daerah ini termasuk dalam geomorfologi bergelombang kuat perbukitan sisa gunung api, dengan ditemukannya singkapan berupa lava sebagai produk dari hasil gunung api sehingga dapat di interpretasikan sebagai sisa dari tubuh gunung api (Gambar 2.3). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, sawah, dan perkebunan.
Gambar 2.3. Geomorfologi bergelombang kuat-perbukitan sisa gunung api dan geomorfologi bergelombang lemah-kuat sisa gunung api lensa menghadap N 250o E (Foto diambil di daerah Desa Pakenjeng di LP 2).
2.1.2.1.3.          Geomorfologi Bergelombang Kuat-Perbukitan Punggungan Aliran Lava
Satuan geomorfologi ini meliputi 15 % dari luasan daerah penelitian yang meliputi Desa Garumukti dan Pamulihan. Satuan ini memiliki beda tinggi rata-rata 55 m dan kelerengan 20.63 % (data disajikan pada halaman 130). Satuan ini tersusun oleh litologi lava andesit dan lava basal yang berumur Kuarter. Morfologi pada satuan ini berupa satuan geomorfologi bergelombang kuat-perbukitan punggungan aliran lava yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses lelehan lava dari aktivitas gunung api dan dilihat dari pola kontur yang melidah. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini adalah pola pengaliran dendritic.

Berdasarkan data analisa pola - pola kontur, maka geomorfologi daerah ini termasuk dalam satuan geomorfologi bergelombang kuat perbukitan punggungan aliran lava, dengan ditemukannya singkapan berupa lava sebagai produk dari hasil gunung api (Gambar 2.4). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, sawah, dan perkebunan.
Gambar 2.4. Satuan geomorfologi bergelombang kuat perbukitan punggungan aliran lava lensa menghadap kearah N 150o E (Foto di ambil di daerah Desa Garumukti di LP 4).

2.1.2.1.4.          Geomorfologi Bergelombang Lemah-Kuat Punggungan Aliran Lava

Geomorfologi ini meliputi 25 % dari luasan daerah penelitian yang meliputi Desa Jatiwangi, Talagawangi, dan Sukamulya yang mempunyai pelamparan relatif ke arah utara-selatan dan timurlaut-baratdaya pada daerah penelitian. Geomorfologi yang berkembang pada daerah ini adalah geomorfologi bergelombang lemah-kuat punggungan aliran lava yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses lelehan lava dari sebuah gunung api dan dilihat dari pola kontur yang melidah. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata 44.37 m dan kelerengan rata - rata 13.23 % (data disajikan pada halaman 131). Litologi penyusun pada satuan ini berupa lava andesit. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini adalah pola pengairan sub-dendritic.
Gambar 2.5. Geomorfologi bergelombang lemah kuat punggungan aliran lava lensa menghadap kea rah N 150o E (foto di ambil di daerah Desa Jatiwangi di LP 23).
Berdasarkan data analisa pola - pola kontur, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam satuan geomorfologi bergelombang lemah kuat punggungan aliran lava, dengan ditemukannya singkapan berupa lava sebagai produk dari hasil gunung api (Gambar 2.5.). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, sawah, dan perkebunan.

2.1.2.1.5.          Geomorfologi Bergelombang Kuat Perbukitan Punggungan Aliran Piroklastik

Satuan geomorfologi ini meliputi 15 % dari luasan daerah penelitian yang meliputi Desa Kertamukti dan Neglasari yang mempunyai pelamparan relatif ke arah barat-timur pada daerah penelitian. Geomorfologi yang berkembang pada daerah ini adalah geomorfologi bergelombang kuat - perbukitan punggungan aliran piroklastik yang secara morfogenesa terbentuk akibat proses vulkanisme dari sebuah gunung api dan dilihat dari kenampakan singkapan di lapangan. Secara morfometri satuan ini mempunyai beda tinggi rata - rata 45 m dan kelerengan rata
- rata 18,9 % (data disajikan pada halaman 129). Litologi penyusun pada satuan ini berupa breksi andesit dan lava andesit. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini adalah pola pengairan sub-dendritic.
Berdasarkan data analisa pola - pola kontur, maka satuan geomorfologi ini termasuk dalam geomorfologi bergelombang kuat perbukitan punggungan aliran piroklastik, dengan ditemukannya singkapan berupa breksi andesit dan lava andesit (Gambar 2.6). Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman, sawah, dan perkebunan.
 
Gambar 2.6. Geomorfologi bergelombang kuat perbukitan punggungan aliran piroklastik lensa menghadap kea rah N 210o E (foto di ambil di daerah Desa Sukamulya di LP 35).

 2.1.3.      Pola Pengaliran

Pola pengaliran di daerah penelitian berdasarkan jenis – jenis pola aliran sungai menurut Howard (1967) dapat dibagi menjadi 2 jenis pola pengaliran (Gambar 2.7) (tersedia pada halaman 54). Pembagian jenis pola pengaliran didasarkan pada pengamatan peta topografi dan analisis pola pengaliran maupun pengamatan lapangan. Dua pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari pola pengaliran dendritic dan pola pengaliran sub dendritic.
1.                Pola Pengaliran Sub-dendritic
Pola pengaliran sub-dendritic adalah pola aliran ubahan dari pola dendritic, dimana peran dari struktur geologi sudah mengontrol pola ini meskipun sangat kecil, serta topografi yang lebih bergelombang dibandingkan pada pola dasar (Howard, 1967, dalam Soeroto, 2012).
Pola pengaliran ini meliputi ± 85% dari keseluruhan daerah penelitian. Sungai – sungai yang termasuk dalam pola pengaliran sub-dendritic yang terdapat pada daerah penelitian adalah Kali Ci Arinem di Desa Sukamulya dan Kali Ci Kandang di Desa Depok.
Pola pengaliran ini berkembang pada geomorfologi bergelombang kuat - perbukitan sisa gunung api dan bergelombang lemah - kuat sisa gunung api.
2.                Pola Pengaliran Dendritic
Pola pengaliran dendritic berbentuk menyerupai cabang – cabang pohon, mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam, lapisan horizontal atau miring landau, dimana peran dari struktur geologi sudah mengontrol pola ini meskipun sangat kecil (Howard, 1967, dalam Soeroto, 2012).
Pola pengaliran ini meliputi ± 15% dari keseluruhan daerah penelitian. Sungai sungai yang termasuk dalam pola pengaliran dendritic yang terdapat pada daerah penelitian adalah Kali Ci Pandayan di Desa Pamulihan. Pola pengaliran ini berkembang pada satuan geomorfologi bergelombang lemah - kuat sisa gunung api.
Gambar 2.7. Peta pola pengaliran daerah penelitian yang meliputi pola pengaliran Dendritik, Sub-Dendritic.


2.1.4.     
Stadia Sungai

Thornbury (1969), tingkat stadia sungai dapat dibagi menjadi tiga tiga stadia sungai yaitu :

1.               Stadia Muda
Stadia ini berdasarkan prosesnya belum banyak di pengaruhi oleh faktor perusak, kenampakannya masih terlihat asli, struktur dari bentuk lahannya masih terlihat dengan jelas di cirikan dengan sungai sangat aktif dan erosi berlangsung cepat, erosi vertical lebih besar daripada erosi lateral, lembah berbentuk V, tidak terdapat dataran banjir, gradient sungai curam, ditandai dengan adanya jurang dan air terjun, arus sungai deras, bentuk sungai relatif lurus.

2.               Stadia Dewasa
Stadia ini dicirikan oleh kecepatan aliran berkurang, struktur asli bentuk lahan ini mulai tidak nampak lagi, gradient sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai, erosi kesamping lebih kuat disbanding erosi vertikal pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar.
Berdasarkan dari penjelasan pembagian stadia sungai tersebut, sehingga stadia sungai yang terdapat pada daerah penelitian memperlihatkan kenampakan stadia sungai muda seperti yang terdapat pada sungai Ci Awitali yang terdapat di Desa Jaya Mekar (Gambar 2.8) (tersedia pada halaman 56). Stadia sungai dewasa hanya terdapat di sungai pada daerah penelitian, seperti sungai Ci Kandang yang terdapat pada Desa Tegalgede (Gambar 2.9) (tersedia pada halaman 56).
Gambar 2.8. Kenampakan aliran Sungai Ci Awitali dengan sifat erosional vertikal yang membentuk huruf V. Lensa mengahadap ke N 230oE (Foto diambil di daerah Desa Jaya Mekar).
Gambar 2.9. Kenampakan aliran Sungai Ci Kandang dengan sifat erosional lebih dominan horizontal yang membentuk huruf U. Lensa menghadap ke arah N 1350E (Foto diambil di daerah Desa Tegalgede).


2.1.5.     
Stadia Daerah

Perkembangan stadia daerah pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh morfologi pada suatu daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Tingkat kedewasaan daerah atau stadia daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam dan kondisi sungai yang terdapat di daerah tersebut. Stadia daerah yang terdapat pada daerah penelitian di kontrol oleh faktor litologi, struktur geologi, dan morfologi (proses) baik proses endogenik yang membangun suatu bentang alam maupun proses eksogenik yang bersifat menghancurkan bentuk morfologi suatu daerah.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari segi litologi menunjukkan kenampakkan satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng, satuan lava andesit aliran Gunung Tengah, satuan aliran lava andesit Gunung Pasirgaru, dan satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan memperlihatkan kondisi lebih segar dibandingkan dengan satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng.

Berdasarkan keadaan bentuk morfologi yang terdapat pada daerah penelitian, proses endogenik dan eksogenik yang berkembang, stadia sungai yang menunjukan stadia sungai muda yang tersebar luas dibandingkan dengan stadia sungai dewasa yang hanya terdapat pada beberapa aliran sungai, sehingga hal ini menunjukan bahwa proses erosi yang berlangsung lebih dominan kearah vertikal dibandingkan dengan proses erosi yang bekerja secara horizontal dan membandingkan terhadap model tingkat stadia Lobeck (1939), maka dapat disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian termasuk dalam stadia muda.
Penggolongan stadia daerah penelitian dapat digunakan untuk membantu peneliti dalam menginterpretasi lebih jauh terhadap aspek-aspek geologi yang terdapat pada daerah penelitian, hal ini dikarenakan masing-masing tingkatan dalam stadia daerah dikontrol oleh proses-proses geologi yang beragam.

2.2.           Stratigrafi

Stratigrafi dalam artian luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam – macam batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah pemerian batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

2.2.1.      Stratigrafi Regional

Beberapa peneliti terdahulu sudah melakukan beberapa penelitian yang membahas stratigrafi regional daerah penelitian. Peneliti tersebut antara lain adalah Alzwar dkk, (1992) yang telah melakukan penelitian geologi terkait dengan pemetaan yang menghasilkan peta geologi regional lembar Garut – Pameungpeuk, dimana daerah penelitian masuk didalam lembar peta tersebut, sehingga peneliti menjadikan hasil penelitian tersebut sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
Tabel 2.1. Stratigrafi daerah penelitian (Alzwar dkk., 1992).

Berdasarkan peta geologi Lembar Garut – Pamengpeuk tersebut daerah penelitian masuk dalam dua Formasi yaitu Formasi Gunungapi Tua Tak Teruraikan (QTv) yang terdiri dari litologi tuff, breksi tuff, dan lava, dan Formasi Gunungapi Muda Gunung Papandayan (Qyp) yang terdiri dari jenis litologi berupa eflata dan lava aliran bersusunan andesit basalan. Lokasi penelitian termasuk dalam Daerah Depok, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut Selatan, Provinsi Jawa Barat, yang termasuk dalam Lembar Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk (Alzwar, dkk., 1992). Secara regional tatanan stratigrafi daerah penelitian terbentuk dari Zaman Tersier, Kala Pliosen Awal hingga Kuarter, Kala Plistosen Awal.

2.2.1.1   Batuan Gunungapi Tua Tak Teruraikan

Satuan ini terdiri dari produk gunungapi berumur Kuarter yang terdiri dari beberapa jenis litologi antara lain yaitu: tuff, beksi tuff dan lava.

2.2.1.2     Batuan Gunungapi Muda

Satuan ini merupakan satuan batuan gunungapi berumur Kuarter yang bersumber dari gunungapi muda, yaitu: G. Wayang (Qyw), G. Windu (Qyw), G. Papandayan (Qyp), G. Cikuray (Qyc), G. Masigit (Qym), G. Haruman (Qyh), dan
G. Kaledong (Qyk), serta beberapa produk gunungapi tak teruraikan (Qypu, Qhp, Qhg). Satuan ini terdiri dari produk gunungapi primer berupa lava andesit, tuf dan piroklastik tak terkonsolidasi berupa abu gunungapi, lapili dan eflata. Sedangkan produk sekundernya terdiri dari breksi lahar dengan fragmen andesit.

2.2.2.      Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan peta geologi regional lembar Garut Pameungpeuk (Alzwar, drr, 1992) termasuk ke dalam 2 Formasi dari tua ke muda yaitu Batuan Gunung Api Tak Teruraikan (Qtv) yang berumur Pliosen – Plistosenn dan Batuan Gunung Api Muda (Qyp) yang terbentuk pada Kala Holosen. Penentuan umur relative satuan khuluk dilakukan berdasarkan hasil analisis tubuh gunungapi dan disebandingkan dengan satuan batuan pada Peta Geologi Lembar Garut – Pameungpeuk (Alzwar dkk, 1992).
Proses penamaan satuan batuan mengacu pada Martodjojo dan Djuhaeni (1996) berdasarkan vulkanostratigrafi yang tercantum pada Sandi Stratigrafi Indonesia pada Bab III pasal 26 dan pasal 27 (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996) dengan menggunakan satuan dasar khuluk dan gumuk. Khuluk gunung api merupakan satuan dasar pada pembagian vulkanostratigrafi. Khuluk gunung api merupakan kumpulan batuan/endapan hasil dari satu atau lebih sumber erupsi, baik berupa sumber erupsi utama maupun erupsi samping (parasite), yang membentuk suatu tubuh gunung api. Gumuk gunung api merupakan bagian dari khuluk gunung api yang terdiri dari satu atau lebih batuan/endapan yang dihasilkan dari satu atau beberapa periode letusan gunung api. Hal tersebut dimaksudkan untuk menata batuan atau endapan gunung api berdasarkan urutan kejadian agar evolusi pembentukan gunung api mudah dipelajari dan dimengerti. Pembagian batuan atau endapan secara bersistem berdasarkan pada sumber, deskripsi, genesa, dan fasies. Stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda dimulai dari Satuan lava andesit porfiro – afanit aliran Gunung Tengah; Satuan lava basal porfiritik aliran Gunung Pasirgaru; Satuan lava andesit porfiri aliran Gunung Kendeng; Satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng; Satuan lava basal aliran Gunung Papandayan; dan Satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan.

2.2.2.1.1. Satuan Lava Andesit Porfiro – Afanit Aliran Gunung Tengah


Satuan lava andesit aliran Gunung Tengah merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh lava andesit (Gambar 2.10) (disajikan pada halaman 65). Satuan ini merupakan satuan yang didominasi oleh lava andesit.

2.2.2.1.1.   Penyebaran dan Ketebalan

Satuan lava andesit aliran Gunung Tengah ini menempati ± 20 % dari luas keseluruhan daerah penelitian dan satuan lava andesit aliran Gunung Tengah mempunyai penyebaran batuan relatif utara-baratdaya yang meliputi Desa Panyindangan, dan Desa Wangunjaya. Berdasarkan dari kenampakan bentang alam yang terdapat pada daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang kuat-perbukitan sisa gunung api yang ada di daerah penelitian. Berdasarkan pengukuran ketebalan pada garis penampang A-A’ yang terdapat pada peta geologi daerah penelitian, maka satuan ini diperkirakan mempunyai ketebalan ± 10-15 meter. Satuan ini termasuk dalam satuan geomorfologi bergelombang sedang-kuat sisa gunung api.

2.2.2.1.2.    Litologi Penyusun

Pada satuan ini terdiri dari lava andesit, kehadiran satuan ini di lapangan memperlihatkan warna segar abu abu gelap, warna lapuk coklat, struktur sheeting joint dengan tekstur porfiro afanitik. Berdasarkan analisis petrografi sampel no 8 (data disajikan pada halaman 133), Karakteristik sampel batuan bertekstur khusus vitrofirik. Fenokris berukuran 0,05 0,5mm terdiri dari alk-felspar 12%, plagioklas 35%, piroksen 5%, hornblende 10% dan massa dasar berupa glass 20% sehingga nama petrografinya adalah Andesite (Streckeisen, 1976). Sebaran andesite yang luas dan bertekstur aliran menunjukkan bahwa andesite merupakan batuan beku luar yang mengalir, selain itu juga geometrinya tidak menyerupai bentuk kubah sehingga secara genesis, andesite merupakan aliran lava. (Tabel 2.2.)
 Tabel 2.2. Kolom litologi satuan batuan lava andesit porfiro - afanit aliran Gunung Tengah.

2.2.2.1.3.  Umur

Pada satuan batuan lava andesit porfiro – afanit aliran Gunung Tengah penentuan umur dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya dating pada lava andesite yang dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, maka penentuan umur dilakukan dengan kesebandingan pada stratigrafi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi yang mencakup daerah ini. Berdasarkan sumber erupsi, ciri fisik dan genesis dari batuan penyusun satuan batuan lava andesit porfiro
    afanit aliran Gunung Tengah, satuan ini termasuk dalam Khuluk Tengah yang pusatnya berada di sebelah barat laut lokasi penelitian. Merupakan satuan tertua dari daerah penelitian dan satuan ini berumur Plistosen.

2.2.2.1.4.    Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan batuan lava andesit aliran Gunung Tengah, penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada struktur – struktur primer yang dijumpai dilapangan. Lava Andesit pada satuan ini memiliki struktur sheeting joint serta tidak dijumpai struktur hyaloklastik maupun struktur bantal. Berdasarkan data tersebut, lingkungan pembentukan satuan batuan lava andesit Khuluk Kendeng pada lingkungan darat.

2.2.2.1.5.    Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan data yang terdapat pada daerah penelitian maka, hubungan stratigrafi satuan lava andesit aliran Gunung Tengah dengan satuan dibawahnya tidak diketahui dikarenakan tidak ditemukan kontak dengan satuan yang lebih tua yang berada dibawahnya sehingga penulis berkesimpulan hubungan stratigrafi satuan lava andesit aliran Gunung Tengah tidak selaras dengan satuan batuan dibawahnya.
Gambar 2.10. Singkapan lava andesit (Lensa menhadap N 170o E di LP 10).

2.2.2.2.   Satuan Lava Basal Porfiritik Aliran Gunung Pasirgaru

Satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru ini merupakan satuan yang lebih muda dari satuan lava andesit aliran Gunung Tengah. Satuan ini umumnya tersusun oleh lava basal (Gambar 2.11) (tersedia pada halaman 68).

2.2.2.2.1.                                 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan lava andesit aliran Gunung Pasirgaru ini menempati ± 25 % dari luas keseluruhan daerah penelitian dan mempunyai penyebaran batuan relatif utara- selatan yang meliputi Desa Pakenjeng, Pasirlangu, Tanjungjaya, Tegalgede, dan Depok. Pada daerah penelitian satuan ini menempati geomorfologi bergelombang lemah-kuat sisa gunung api. Berdasarkan pengukuran ketebalan pada garis penampang A-A’ yang terdapat pada peta geologi maka satuan ini mempunyai ketebalan ± 10 meter. Satuan ini menempati pada satuan geomorfologi bergelombang sedang-kuat sisa gunung api dan bergelombang kuat-perbukitan sisa gunung api.

2.2.2.2.2.                              Litologi penyusun

Satuan ini tersusun oleh litologi berupa lava basal dimana kehadiran satuan ini di lapangan memperlihatkan warna segar abu – abu gelap, warna lapuk kecoklatan, tekstur porfiro – afanit dan struktur aliran. Berdasarkan analisis petrografi sampel 71 (tersedia pada halaman 135), karakteristik sampel batuan bertekstur khusus interloking. Tersusun oleh mineral Alk-feldspar 8%, hornblende 17%, plagioklas 70%, dan piroksen 5% sehingga nama petrografinya Basalt (Streckeinsen,1976). Sebaran basalt yang luas dan bertekstur aliran menunjukkan bahwa basalt merupakan batuan beku luar yang mengalir, selain itu geometrinya tidak menyerupai bentuk kubah sehingga secara genesis basalt merupakan aliran lava.
Tabel 2.3. Kolom litologi satuan batuan lava basal porfiritik aliran Gunung Pasirgaru.

2.2.2.2.3.                                 Umur

Pada satuan lava basal porfiritik aliran Gunung Pasirgaru penentuan umur dilakukan dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya dating pada lava basal yang dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, maka penentuan umur dilakukan dengan kesebandingan pada stratigrafi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi yang mencakup daerah ini. Berdasarkan kesebandingan dan kesamaan ciri fisik yang terdapat pada satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru terhadap stratigrafi regional (alzwar, dkk, 1992), maka satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru berumur Plistosen Akhir.

2.2.2.2.4.                                 Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan lava basal porfiritk aliran Gunung Pasirgaru, penentuan lingkungan pembentukan didasarkan pada struktur-struktur primer yang dijumpai dilapangan. Lava basal pada satuan ini memiliki struktur sheeting joint dan masif. Berdasarkan data tersebut, lingkungan pembentukan satuan ini terbentuk di dekat permukaan.

2.2.2.2.5.                                 Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian, serta pola penyebaran pada peta geologi dan pola pada citra SRTM, serta mengacu pada stratigrafi regional (Alzwar, dkk, 1992), maka peneliti berkesimpulan satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru dengan satuan di bawahnya yaitu satuan lava andesit aliran Gunung tengah adalah selaras.
Gambar 2.11. Singkapan lava basal (Lensa menghadap ke arah N 210o E di LP 43).

 

2.2.2.3.   Satuan Lava Andesit Porfiri Aliran Gunung Kendeng

Satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng merupakan satuan lebih muda yang tersingkap di daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh lava andesit (Gambar 2.12) (disajikan pada halaman 72). Satuan ini merupakan satuan yang terdiri oleh lava andesit.

2.2.2.3.1.   Penyebaran dan Ketebalan

Satuan ini menempati ± 25% dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran batuan relatif timurlaut-baratdaya yang berada di timur pada daerah penelitian dan menempati wilayah meliputi Desa Jatiwangi, Talagawangi, dan Sukamulya. Berdasarkan pengukuran ketebalan di penampang geologi A-A’, satuan ini mempunyai ketebalan ± 10-15 meter. Satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang lemah-kuat sisa gunung api.

2.2.2.3.2.   Litologi penyusun

Satuan ini tersusun oleh litologi dominan yang berupa lava andesit dengan kenampakan di lapangan berwarna lapuk kuning kecoklatan, warna segar abu-abu, tekstur porfiritik, struktur kekar berlembar, dengan komposisi mineral berupa mineral-mineral intermediet (Tabel 2.4.). Berdasarkan analisis petrografi sampel 29 (tersedia pada halaman 137), bertekstur pilotasitik, holokristalin, bentuk kristal subhedral, dengan mineral penyusun berupa alk-feldspar (12%) berukuran 0,06-02 mm, hornblend (15%) dengan ukuran butir 0,05-0.5 mm, plagioklas (31%) berukuran 0,05-0,5 mm, piroksen (4%), glass (13%), dan opaq (19%). Sehingga nama petrografinya adalah Andesite (Streckeinsen, 1976).
Tabel 2.4. Kolom litologi satuan batuan lava andesit porfiritik aliran Gunung Kendeng.

2.2.2.3.3.     Umur

Pada satuan lava andesit porfiri aliran Gunung Kendeng penentuan umur dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya dating pada satuan lava andesit yang dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, maka penentuan umur dilakukan dengan kesebandingan pada stratigrafi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi yang mencakup daerah penelitian. Berdasarkan ciri fisik dan genesis dari batuan penyusun satuan lava andesit porfiri aliran Gunung Kendeng dan berdasarkan peta geologi regional.
Berdasarkan kesebandingan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini terhadap ciri fisik batuan pada startigrafi regional menurut (Alzwar, dkk, 1992), maka satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng ini berumur Holosen.

2.2.2.3.4.   Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan lava andesit porfiri aliran Gunung Kendeng, penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada struktur-struktur primer yang dijumpai dilapangan. Lava andesit porfiro aliran Gunung Kendeng memilik struktur masif . berdasarkan data tersebut, lingkungan pembentukan satuan lava andesit porfiro aliran Gunung Kendeng terbentuk pada lingkungan darat.

2.2.2.3.5.   Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian, serta mengacu pada stratigrafi regional (Alzwar, dkk, 1992), maka peneliti berkesimpulan bahwa hubungan stratigrafi satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng dengan satuan di bawahnya yaitu satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru adalah selaras. Dikarenakan pada satuan lava andesit Gunung Kendeng tidak terjadi / tidak adanya selang waktu geologi dengan satuan di bawahnya.
Gambar 2.12. Singkapan lava andesit (Lensa menghadap ke arah N 280o E di LP 18 ).


2.2.2.4.  
Satuan Breksi Andesit Jatuhan Gunung Kendeng

Satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng merupakan satuan yang lebih muda dari satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng, satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru, dan Satuan lava andesit aliran Gunung Tengah yang terdapat pada daerah penelitian (Gambar 2.13) (disajikan pada halaman 75 ).

2.2.2.4.1.   Penyebaran dan Ketabalan

Satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng menempati ± 15% dari luas daerah penelitian dan mempunyai penyebaran timur-barat dengan wilayah meliputi Desa Kertamukti, dan Neglasari. Di daerah penelitian satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang kuat-perbukitan sisa gunung api (Tabel 2.5). Berdasarkan pengukuran ketebalan dipenampang geologi A-A’, satuan ini mempunyai ketebalan 10-15 meter.

2.2.2.4.2.   Litologi penyusun

Satuan ini umumnya tersusun oleh breksi andesit dengan kenampakan di lapangan warna segar abu-abu cerah, warna lapuk coklat kekuningan, fragmen 50% berupa andesit, dan matrik 30% berupa material gunung api dengan bentuk fragmen meruncing-bulat tanggung, sedangkan matrik 20% terdiri dari material klastika gunung api yang berukuran halus. Berdasarkan analisis petrografi pada sampel 42 (tersedia pada halaman 139) (fragmen) tersusun oleh mineral alk-feldspar (9%) ukuran butir 0,06-0,2 mm, horblend (12%) berukuran 0,05-0,5 mm, plagioklas (77%) berukuran 0,05-0,5 mm, piroksen (2%), dan glass (6%), sehingga nama petrografinya adalah Andesite (Streckeinsen, 1978). Sedangkan pada sampel 42 (matrik) tersusun oleh quartz (40%) berukuran 0,5-1,5 mm, feldspar (30%) berukuran butir 0,06-0,2 mm, glass (25%) pada pengamatan PPL dan XPL berwarna gelap dan hadir sebagai masa dasar, dan opaq (5%) berwarna hitam pada saat pengamatan PPL maupun XPL, relief tinggi, dan berukuran butir 0,1-0,3 mm, sehingga nama petrografinya adalah Crystal tuff (Fisher, 1966).
Tabel 2.5. Kolom litologi satuan batuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng.


2.2.2.4.3.   Umur

Pada satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng penentuan umur dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya dating pada breksi andesit Gunung Kendeng yang dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, maka penentuan umur dilakukan dengan kesebandinga ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan ini terhadap ciri fisik batuan pada stratigrafi regional menurut (Alzwar, dkk, 1992) maka satuan ini berumur Holosen.

2.2.2.4.4.   Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan breksi andesit Gunung Kendeng, penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada struktur-struktur primer yang dijumpai dilapangan. Breksi andesit Gunung Kendeng memiliki struktur masif. berdasarkan data tersebut, lingkungan pengendapan satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng terbentuk pada lingkungan darat.

2.2.2.4.4. Hubungan Stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian, hasil rekonstruksi penampang geologi A-A’, serta mengacu pada stratigrafi regional (Alzwar, dkk, 1992) maka peneliti berkesimpulan hubungan stratigrafi satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng dengan di bawahnya yaitu satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng adalah selaras.
Gambar 2.13.Singkapan breksi andesit jatuhan (Lensa menghadap ke arah N 300o E di LP 23).


2.2.2.5.    
Satuan Lava Basal Aliran Gunung Papandayan

Satuan lava basal aliran Gunung Papandayan merupakan batuan yang lebih muda dari satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng, satuan lava andesit aliran Gunung Kendeng, Satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru dan Satuan lava andesit aliran Gunung Tengah yang terdapat pada daerah penelitian (Gambar 2.14) (disajikan pada halaman 80).

2.2.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan menempati ± 10 % dari luasan daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif timur-barat pada daerah penelitian yang meliputi Desa Pakenjeng, dan Desa Garumukti. Pada daerah penelitian satuan litologi ini menempati geomorfologi bergelombang lemah-kuat sisa gunung api dan bergelombang kuat-perbukitan sisa gunung api. Berdasarkan pengukuran ketebalan pada garis penampang A-A’ yang terdapat pada peta geologi maka satuan ini mempunyai ketebalan ± 10-15 meter. Satuan ini menempati satuan geomorfologi bergelombang sedang-kuat sisa gunung api.

2.2.2.5.2.   Litologi Penyusun

Satuan ini umumnya tersusun oleh lava basal dengan kenampakan di lapangan warna segar abu-abu cerah, warna lapuk coklat kekuningan, fragmen 50% berupa andesit, dan matrik 30% berupa material gunung api dengan bentuk fragmen meruncing-bulat tanggung, sedangkan matrik 20% terdiri dari material klastika gunung api yang berukuran halus. Berdasarkan analisis petrografi pada sampel 5 (tersedia pada halaman 143), pada pengamatan nikol sejajar berwarna abu-abu, sedangkan pada nikol silang berwarna hitam kebau-abuan dengan tekstur khusus zoning yang tersususn oleh mineral alk-feldspar (13%) berwarna abu-abu dengan ukuran butir 0,06-0,2 mm, hornblend (16%) berwarna coklat kekuningan dengan ukuran butir 0,05-0,5 mm, plagioklas (54%) berwarna putih abu-abu dengan ukuran butir 0,05-0,5 mm, sehingga didapat nama petrografinya adalah Basalt (Streckeinsen, 1978).
Tabel 2.6. Kolom litologi satuan batuan lava basal aliran Gunung Papandayan.

2.2.2.5.3.   Umur

Pada satuan lava basal aliran Gunung Papandayan penentuan umur dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya dating pada lava basal Papandayan yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, maka penentuan umur dilakukan dengan kesebandingan pada stratigrafi regional ataupun mengacu pada peneliti terdahulu yang membahas formasi yang mencakup daerah penelitian. Berdasarkan kesebandingan dan kesamaan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan terhadap ciri fisik batuan pada stratigrafi regional menurut (Alzwar, dkk, 1992), maka satuan ini berumur Holosen.

2.2.2.5.4.   Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan lava basal aliran Gunung Papandayan, penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada struktur-struktur primer yang dijumpai dilapangan. Lava basal pada satuan ini memiliki struktur masif sehingga berdasarkan data tersebut, lingkungan pengendapan pembentuk satuan lava basal aliran Gunung Papandayan terbentuk pada daerah permukaan.

2.2.2.5.5.   Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian, dan pola penyebaran batuan pada peta geologi dan analisa pada citra SRTM, serta mengacu pada stratigrafi regional (Alzwar, dkk, 1992), maka peneliti berkesimpulan sementara bahwa hubungan stratigrafi dengan satuan dibawahnya yaitu satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng adalah selaras.
Gambar 2.14. Singkapan lava basal (Lensa menghadap N 40o E di LP 2).


2.2.2.6.    
Satuan Lava Andesit Aliran Gunung Papandayan

Satuan ini merupakan satuan batuan yang lebih muda dari satuan lava basal aliran Gunung Papandayan, satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng, satuan lava andesit Gunung Kendeng, satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru, dan satuan lava andesit aliran Gunung Tengah (Gambar 2.15) (disajikan pada halaman 83).

2.2.2.6.1.   Penyebaran dan Ketebalan

Satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan menempati ± 5 % dari luasan daerah penelitian dan mempunyai penyebaran relatif utara-selatan pada daerah penelitian yang meliputi Desa Pakenjeng. Pada daerah penelitian satuan litologi ini menempati satuan geomorfologi bergelombang kuat – perbukitan punggungan aliran lava. Berdasarkan pengukuran ketebalan pada garis penampang A-A’ yang terdapat pada peta geologi maka satuan ini mempunyai ketebalan ± 10-15 meter.

2.2.2.6.2.   Litologi Penyusun

Satuan ini tersusun oleh lava andesit dengan kenampakan dilapangan memiliki warna segar abu-abu, warna lapuk coklat, tekstur afanitik, struktur aliran, komposisi mineral berupa mineral intermediet (Tabel 2.7). Berdasarkan analisis petrografi sampel 1 (tersedia pada halaman 145), dimana pada pengamatan nikol sejajar berwarna abu-abu pucat, sedangkan pada pengamatan nikol silang berwarna hitam keabu-abuan dengan tekstur khusus trakitik, tersusun oleh mineral feldspar (7%) berwarna abu-abu dengan ukuran butir 0,06-0,2 mm, hornblend (4%) berwarna kekuningan, ukuran butir 0,05-0,5 mm, plagioklas (71%) berwarna abu- abu, ukuran butir 0,05-0,5 mm dengan jenis plagioklas andesine, glass (5%) berwarna putih abu-abu hadir sebagai masa dasar batuan, opaq (13%) berwarna hitam pada saat pengamatan PPL maupun XPL.
Tabel 2.7. Kolom litologi satuan batuan lava andesit aliran Gunung Papandayan

2.2.2.6.3.   Umur

Pada satuan lava andesit Gunung Papandayan penetuan umur dengan menggunakan pendekatan terhadap stratigrafi regional. Selain itu belum adanya da ting pada satuan lava basal yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan, Berdasarkan kesebandingan dan kesamaan ciri fisik batuan di lapangan yang terdapat pada satuan lava andesit aliran Gunung Papandayan terhadap ciri fisik batuan pada stratigrafi regional menurut (Alzwar, dkk, 1992), maka satuan ini berumur Holosen.

2.2.2.6.4.   Penentuan Lingkungan Pengendapan

Pada satuan lava andesit alirang Gunung Papandayan, penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada struktur-struktur primer yang dijumpai dilapangan. Lava basal pada satuan ini memiliki struktur masif, berdasarkan data tersebut lingkungan pengendapan satuan lava basal Gunung Papandayan terbentuk pada daerah permukaan.

2.2.2.6.5.   Hubungan stratigrafi

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian, dan dilihat dari pola sebaran pada peta geologi serta analisa dari citra SRTM, serta mengacu pada stratigrafi regional (Alzwar, dkk, 1992), maka peneliti berkesimpulan sementara bahwa hubungan stratigrafi dengan satuan dibawahnya yaitu satuan lava basal aliran Gunung Papandayan, satuan breksi andesit jatuhan Gunung Kendeng, satua lava andesit aliran Gunung Kendeng, satuan lava basal aliran Gunung Pasirgaru, dan satuan lava andesit aliran Gunung Tengah adalah selaras.
Gambar 2.15. Satuan lava andesit aliran (lensa menghadap kearah N 230o E di LP 5).

2.2.3.    Kesebandingan   Stratigrafi   Regional   dengan    Stratigrafi daerah Penelitian

Dari hasil analisis secara keseluruhan pada satuan batuan yang terdapat pada daerah penelitian, maka dapat disebandingkan antara stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional, oleh peneliti terdahulu Alzwar, dkk (1992) yang berlandaskan pada konsep vulkanostratigrafi.
Tabel 2.8. Kesebandingan stratigrafi regional dengan stratigrafi daerah penelitian (A. stratigrafi daerah penelitian, B. stratigrafi regional menuryt Alzwar, dkk, (1992).



Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya


JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LING DIBAWAH INI

CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "GEOLOGI DAERAH DEPOK DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PAKENJENG, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel