-->

STUDI ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK MENGETAHUI FAKTOR KEAMANAN DAERAH GELAR ANYAR KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT.


STUDI ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK MENGETAHUI FAKTOR KEAMANAN DAERAH GELAR ANYAR KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT.


Latar Belakang


Stabilitas pada lereng dapat terganggu akibat pengaruh alam, iklim dan

aktivitas manusia. Longsor terjadi karena ketidak seimbangan gaya yang bekerja pada lereng atau gaya di daerah lereng lebih besar daripada gaya penahan yang ada di lereng tersebut. Kerusakan yang ditimbulkan akibat lonsor ini bukan hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, hilangnya lahan-lahan pertanian, korban jiwa, akan tetapi kerusakan secara tidak langsung melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah yang terkena bencana.
Secara umum lereng dapat diartikan sebagai bentang alam yang bentuknya miring terhadap bidang horizontal. Lereng dapat dipandang sebagai lereng alam dan lereng buatan. Lereng alam adalah lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng suatu bukit atau gunung. Sedangkan lereng buatan adalah lereng yang terbentuk karena aktifitas manusia. Jika komponen gravitasi lebih besar untuk menggerakan lereng yang melampaui perlawanan terhadap pergeseran yang dikerahkan tanah pada bidang longsornya maka akan terjadi kelongsoran tanah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil hitungan stabilitas lereng :

1.        Kondisi tanah yang berlapis

2.        Kuat geser tanah yang isontropis

3.        Aliran rembesan air dalam tanah.




Terzaghi (1950) membagi penyebab kelongsoran lereng ;

1.      Akibat pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi.
2.        Akibat pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah.

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

mendapatkan faktor keamanan pada lereng didaerah Gelar Anyar dengan menggunakan data analisis kelerengan, laboratorium dan komputasi menggunakan software Rock Slide 6.0 dengan didukung AutoCAD 2018 untuk input desain lereng.

Permasalahan


Permasalahan yang didapati oleh penulis sewaktu penelitian tugas akhir dua

dengan luas penelitian 9x6 km2. Terletak pada daerah Desa Gelar Anyar dan sekitarnya kecamatan pagelaran kabupaten cianjur provinsi jawa barat. Dengan ditemukannya adanya gawir yang sudah digunakan sebagai jalan raya yang menjadi penghubung untuk daerah lainnya, memiliki kemiringan lereng yang terjal sehingga memungkinkan terjadinya longsor.

Perumusan masalah


1.  berapa nilai kestabilan lereng ?

2.  Bagaimana tata guna lahan di daerah penelitian ?

3.  solusi mitigasi longsor ?

4.  Apa saja faktor geologi yang berpengaruh di lokasi penelitian ?




Batasan Masalah


Pembatasan masalah meliputi sampel tanah di 3 titik pada gawir. Faktor

keamanan dihitung menggunakan software rock slide 6.0.

Metode Penelitian


Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk mengevaluasi kondisi kestabilan

dan unjuk kerja dari lereng tersebut.
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenali, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik.
a)  Cara pengamatan visual adalah dengan cara mengamati langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada potensi gerakan tanah terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
b)  Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus, antaralain : Cara Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng (FK) dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi : (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan kedalaman, (d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah. Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis kestabilan/kemantapan lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya gerakan tanah yang mempunyai bidang gelincir yang dapat dihitung. Cara komputasi ini juga termasuk penggunaan program komputer (software) dalam menghitung besaran nilai faktor keamanan (FK) lereng. Bila sudah diketahui besaran nilai FK pada setiap titik sampel maka bisa ditentukan kemantapan lereng pada titik tersebut. Program yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rocscience Slide Version 6. Dengan menginput data-data mekanika tanah dan geometri lereng, maka nilai FK dapat diketahui dengan cepat, tepat, dan akurat. Akurat karena toleransi kesalahan program hanya 0,05%.
c)  Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah gerakan tanah atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.
Analisis Kestabilan lereng merupakan salah satu analisis kondisi fisik lereng yang ada di daerah penelitian. Data yang digunakan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa Peta Topografi yang dilengkapi dengan data primer berupa hasil observasi beberapa lokasi di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

Dasar Teori


Gerakan tanah menurut Varnes (1978), ialah perpindahan masa tanah,

batuan,atau regolith pada arah tegak, mendatar, atau miring dari kedudukan semula. Secara umum terjadinya longsoran pada suatu lereng diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara beban dan tahanan kuat geser dari material penyusun lereng tersebut.
Gambar 3.2 Keseimbangan benda pada bidang miring menurut Varnes (1978).
Suatu massa seberat W yang berada dalam keadaan setimbang diatas satu bidang membetuk sudut o terhadap horizontal. Gaya berat yang memiliki arah vertikal dapat diuraikan pada arah sejajar dan tegak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang sejajar bidang miring dan cenderung membuat benda menggelincir adalah w sin a atau gaya penggerak, sedangkan komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang menahan benda untuk menggelincir adalah W cos a atau gaya normal.
Pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan tanah (mass movement) mempunyai kesamaan. Untuk memberikan definisi longsoran perlu penjelasan keduanya. Gerakan tanah ialah perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun longsoran. Menurut definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah (Purbohadiwidjojo, dalam Pangular, 1985). Jika menurut definisi ini perpindahan massa tanah/batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan vertikal yang mengakibatkan bulging (lendutan) akibat keruntuhan fondasi dapat dimasukkan pula dalam jenis gerakan tanah. Dengan demikian pengertiannya menjadi sangat luas.
Tabel 3.1 Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984).


Klasifikasi para peneliti di atas pada  umumnya  berdasarkan  kepada  jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) seperti diberikan pada Tabel 3.2 (halaman selanjutnya) yang berdasarkan kepada:
a)            material yang nampak,

b)         kecepatan perpindahan material yang bergerak,

c)        susunan massa yang berpindah,

d)         jenis material dan gerakannya.
Tabel 3.2 Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Coates (dalam Hansen, 1984)

Berdasarkan definisi dan klasifikasi longsoran (Varnes, 1978; Tabel 3.3), maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass movement) adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Longsoran (landslide) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow), gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep) dan longsoran majemuk.
Tabel 3.3 Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Varnes (1978, dalam M.J. Hansen, 1984) yang digunakan oleh Higway Reseach Board Landslide Comitte (1978, dalam Sudarsono & Pangular, 1986)


Analisis Stabilitas Lereng


Pada permukaan tanah yang tidak datar atau mempunyai sudut kemiringan maka akan cenderung menggerakan massa tanah ke arah permukaan yang lebih rendah. Analisis yang menjelaskan tentang kejadian tersebut dikenal dengan analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng banyak digunakan dalam perencanaan konstruksi, seperti : timbunan untuk jalan raya, galian lereng untuk jalan raya serta konstruksi tubuh bendung. Maksud dari analisis ini adalah menentukan faktor keamanan (safety factor) dari bidang potensial longsor. Faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang menahan dengan gaya yang menggerakkan, atau :
Dimana :
FK = Faktor Keamanan

τ = Tahanan geser tanah (Kuat geser yang tersedia)

τd = Tegangan geser tanah (Tegangan geser yang terjadi)

Stabilitas lereng (slope stability) sangat erat kaitannya dengan kelongsoran tanah. Kelongsoran tanah (landslides) merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Hal ini terjadi karena tanah kehilangan kesetimbangan daya dukungnya dan akan terhenti jika telah mencapai kesetimbangan baru (Yulvi Zaika,2011). Analisis stabilitas lereng tidaklah mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perhitungannya.
Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan dari bidang longsor potensial (Hardiyatmo,2006). Hardiyatmo menjelaskan dalam analisis stabilitas lereng, terdapat beberapa asumsi yaitu :

1.      Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2.      Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
3.      Tahanan geser dari massa tanah, di sembarang titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.
4.      Faktor keamanan didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor keamanan hasil perhitungan lebih besar satu.
5.      Gerakan tanah dapat di analisis berdasarkan stabilitas lereng. Jika pada lapisan bidang gelincir, kuat geser lereng lebih kecil jika dibandingkan dengan komponen gravitasi maka akan terjadi gerakan tanah. Analisis stabilitas lereng bertujuan untuk mengkaji faktor aman dari bidang gelincir. Faktor keamanan (FK) didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakan komponen lereng. Jika gaya yang menahan massa tanah lebih besar dari gaya yang mendorong massa tanah maka gerakan tanah kecil kemungkinan untuk terjadi. Kestabilan lereng pada kajian gerakan tanah Kecamatan pagelaran ini didasarkan pada hasil uji laboratorium mekanika tanah. Parameter-parameter kestabilan lereng yang diuji antara lain ukuran butir (grain size), batas atteberg (atterberg limits), density, berat isi, dan uji triaksial (nilai kohesi dan sudut geser dalam).
Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung dengan metoda sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng longsor, sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan demikian antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai F (faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :
a.  Data geometri lereng (terutama diperlukan untuk  membuat  penampang lereng) meliputi : Sudut lereng (Slope), Tinggi lereng, atau Panjang lereng dari kaki lereng ke puncak lereng.
b.  Data mekanika tanah

           Sudut geser dalam (f; derajat)

Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.


Gambar 3. 3 Ilustrasi sudut geser dalam (f; derajat) (Bishop, A.W., 1955)

Untuk memahami sudut geser dalam, bisa dibayangkan sebuah balok dengan berat W berada pada permukaan seperti pada bidang miring yang licin dengan permukaan sebuah bidang miring yang licin dengan luas bidang sentuh sebesar A berikut ilustrasinya.

Gambar 3.4 Ilustrasi balok terhadap bidang gelincir (Bishop, A.W., 1955)

Balok tersebut memiliki gaya penggerak yang diakibatkan oleh beratnya senduri yaitu sebesar W sin 𝛉 sedangkan gaya normal N dan koefisien gesek (Fges) menghasilkan gaya penahan yang disebut dengan gaya gesek Fs. Koefisien gesek merupakan faktor internal yang besarnya sama dengan tan \phi. Pada saaat balok akan tergelincir, maka besarnya gaya penahan sama dengan gaya penggerak seperti persamaaan berikut;
Pada kondisi seperti ini, maka sudut kemiringan bidaang tersebut sama dengan sudut gesek dalam (\phi) dengan catatan kohesi sama dengan nol.
a.                    Bobot satuan isi tanah basah (gwet; g/cm3 atau kN/m3 atau ton/m3)
Berat isi tanah basah tanah asli adalah perbandingan antara berat tanah asli seluruhnya dengan isi tanah asli seluruhnya.
b.                   Kohesi (c; kg/cm2 atau kN/m2 atau ton/m2)

Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat geser langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial test).
c.                     kadar air tanah (w; %)

Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat tanah kering tersebut. Pada praktikum ini penentuan kadar air tanah dengan mencari dua lokasi untuk sampel, sampel yang pertama dilakukan dua kali pengulangan untuk penetapan kadar air dengan metode gravimetric.
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah tak terganggu. Kadar air tanah (w) diperlukan terutamadalam perhitungan yangmenggunakan komputer (terutama bila memerlukan data gdry atau bobot satuan isi tanah kering, yaitu: g dry =g wet / ( 1 +w ).
Pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air tanah nilai F (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah :

c     = kohesi (kN/m2)
f    = sudut geser dalam (derajat)
a  = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)
µ  = tekanan air pori (kN/m2)

Menurut Bowles (1991), kelompok rentang faktor keamanan (FK) dapat dibagi 3 ditinjau dari intensitas kelongsorannya, yaitu:
Umumnya, faktor keamanan stabilitas lereng atau faktor aman terhadap kuat geser tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2-1,5. Menurut Bowles (1989) nilai dari faktor keamanan berdasarkan intensitas kelongsorannya seperti tabel 3.4 dibawah ini :
Tabel 3.4 Nilai dari faktor keamanan berdasarkan intensitas kelongsorannya Bowles (1989).

Nilai faktor keamanan
Kejadian atau intensitas kelongsoran
FK kurang dari 1,07
Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)
FK antara 1,07 sampai 1,25
Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
FK diatas 1,25
Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)




Faktor pengontrol Kestabilan Lereng


Secara umum faktor yang menyebabkan keidakstabilan lereng ada dua (2) yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari tubuh lereng seperti material tanah pembentuk lereng, muka air tanah, kemiringan lereng, retakan pada lereng, pelapukan tanah, dan aktivitas geologi dari lereng untuk lereng alami. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti infiltrasi air hujan, aktivitas manusia, keberadaan vegetasi, rayapan lereng, dan gempa.

Faktor internal


Faktor internal adalah faktor-faktor pereduksi kuat geser tanah dan berasal dari tubuh lereng sendiri yang menyebabkan kelongsoran. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a.      Material pembentuk lereng

Material pembentuk lereng sangat mempengaruhi stabilitas lereng. Diantara material pembentuk lereng adalah tanah granuler dan tanah kohesif. Tanah granuler meliputi pasir, kerikil, batuan dan campurannya. Kelemahan tanah granuler adalah jenis tanah ini mempunyai sifat meloloskan air. Jadi, lereng yang material pembentuknya tanah granuler akan mudah terjadinya longsor ketika musim hujan, karena material pembentuk akan ikut terbawa aliran air permukaan. Selain itu, jika terjadi getaran dengan frekuensi tinggi dan beban yang besar, penurunan besar akan terjadi terutama jika kondisi butiran tanah tidak padat. Keunggulan tanah granuler adalah mempunyai kuat geser yang baik. Semakin kasar permukaan butirannya maka akan semakin besar kuat gesernya. Sedangkan tanah kohesif meliputi tanah lempung, lempung berlanau, dan lempung pasiran. Kelemahan tanah kohesif adalah sifat kembang-susutnya, dan kuat geser rendah. Sifat kembang susut dari tanah kohesif pembentuk lereng sangat berpengaruh pada stabilitas lereng. Jika tanah jenuh air, maka tanah akan mengembang yang akan mereduksi kuat geser dari lereng. Sebaliknya jika kondisi kering maka tanah akan susut, kedua kondisi akan mempengaruhi stabilitas lereng. Tanah kohesif mempunyai kuat geser yang rendah, hal ini terjadi jika susunan tanahnya terganggu akibat perubahan kadar air pada tubuh lereng. Keunggulan tanah kohesif adalah sifat yang tidak mudah lolos air. Lereng yang material pembentuknya tanah kohesif akan sulit untuk terjadinya infiltrasi air hujan.
b.    Kemiringan lereng

Kemiringan lereng juga memberikan pengaruh terhadap bahaya kelongsoran. Secara visual lereng terjang akan sangat mudah untuk terjadinya kelongsoran tanah. Yulvi zaika (2011) menyimpulkan bahwa semakin besar derajat kemiringan lereng maka akan semakin menurunkan angka keamanan lereng, yang artinya lereng tersebut berpotensi untuk terjadinya longsor.
c.  Muka air tanah

Keberadaan air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi stabilitas lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan,dan muka air tanah. Keberadaan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang di hanyutkan, sehingga ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Zakaria).
d.  Struktur geologi pada lereng

Struktur geologi material pembentuk sangat menentukan stabilitas lereng, sebagai contoh, rangkaian, tebal dan letak bidang dasar batuan berpengaruh secara langsung terhadap potensi perkembangan dan pembentukan lereng, pembentukan lembah, punggung bukit, tebing curam dan pembentukan tanah redusial, talus dan endapan. Ketidakmenerusan (discontinuity) seperti : patahan (faults), lipatan (folds) dan kekar (joints) harus dipelajari dengan cermat dan dipetakan. Dalam memprediksi stabilitas lereng secara akurat, penting untuk memperhatikan urutan bidang lemah dan kuat, permukaan runtuhan yang telah lalu, zona patahan, dan pengaruh hidrogeologi (Hardiyatmo,2006).
e.  Pelapukan tanah

Terdapat dua macam pelapukan, yaitu pelapukan secara kimiawi dan secara mekanis. Kecepatan pelapukan secara kimiawi berkisar diantara beberapa hari sampai tahunan dan mempengaruhi stabilitas jangka pendek dan jangka panjang lereng (Blyth dan Freitas dalam Hardiyatmo,2006). Sebaliknya, pelapukan secara mekanis dapat berlangsung sebelum pelapukan secara kimiawi (yang berakibat buruk pada lereng). Pelapukan secara kimiawi berupa pecahnya mineral ke dalam komponen yang baru oleh akibat reaksi kimia dengan asam di dalam udara, hujan dan air sungai. Pelapukan secara mekanik adalah proses hancurnya batuan ke dalam fragmen-fragmen lebih kecil disebabkan oleh proses fisik, seperti siklus beku-cair es dan perubahan temperatur. Ketika air membeku dalam retakan batuan, energi yang besar dapat memecah batuan

Faktor eksternal


Faktor Eksternal adalah faktor yang menambah gaya-gaya penyebab longsor.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

a.  Infiltrasi air hujan

Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang tidak kedap air dapat bergerak ke dalam tanah akibat gaya gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah sedangkan air yang telah ada di dalam tanah kemudian bergerak ke bawah oleh gravitasi disebut perkolasi. Kelongsoran lereng pada musim hujan, disebabkan terutama olehinfiltrasi air hujan ke dalam tanah yang menyebabkan tanah menjadi jenuh disertai perubahan pada karakteristik tanah terutama kekuatannya (Wardana, 2011). Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan air pori yang memperkecil ketahanan geser dari tanah.
b.  Keberadaan vegetasi

Vegetasi atau tanaman juga berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Akar tanaman akan menyerap air hujan yang berinfiltrasike dalam tanah melalui proses evaporasi oleh tanaman yang dapat meningkatkan tegangan pori negatif dan membatasi timbulnya tegangan pori positif. Pengaruh ini menyebabkan perubahan pada kedua parameter (tegangan air pori dan tegangan udara pori) yang memberikan pengaruh terhadap tegangan geser serta volume tanah. (Santiawan,dkk,2007). Namun demikian, keberadaan tanaman secara hidrologi maupun mekanis tidak hanya memberikan keuntungan tetapi juga dapat memberikan kerugian, seperti yang dijelaskan Greenway dalam Hardiyatmo (2006 ) pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Pengaruh hidromekanik tumbuhan terhadap lereng Hardiyatmo (2006 )

No.
Mekanisme secara Hidrologi
Pengaruh
1.
Daun-daun memotong hujan menyebabkan hilangnya
absorpsi dan transpirasi yang mereduksi hujan untuk berinfiltrasi.
Menguntungkan
2.
Akar dan batang menambah kekasaran permukaan dan permeabilitasnya sehingga menambah kapasitas infiltrasi.
Merugikan
3.
Akar menyerap air dari tanah, air yang hilang ke udara oleh transpirasi, menyebabkan tekanan air pori berkurang.
Menguntungkan
4.
Pengurangan kelembaban tanah akibat penyerapan akar dapat menyebabkan tanah retak, sehingga menambah
kapasitas infiltrasi.
Merugikan
No.
Mekanisme secara Mekanis
Pengaruh
1.
Akar memperkuat tanah, menambah kuat geser .
Menguntungkan
2.
Akar pohon menembus sampai ke lapisan kuat, memberikan dukungan pada tanah bagian atas karena berfungsi sebagai penyangga (buttressing) dan memberi efek lengkung (arching).
Menguntungkan
3.
Berat pohon membebani lereng , menambah komponen gaya normal dan gaya ke bawah lereng.
Menguntungkan
/Merugikan
4.
Tumbuh-tumbuhann menimbulkan gaya dinamik ke lereng akibat angin.
Merugikan
5.
Akar    mengikat   partikel   tanah            dipermukaan             dan menambah kekasaran permukaan, sehingga mengurangi
kemudahan tererosi.
Menguntungkan




c.  Kegempaan

Gempa bumi adalah peristiwa goncangan bumi karena penjalaran gelombang seismik dari suatu sumber gelombang kejut (shock wave) yang diakibatkan oleh pelepasan akumulasi tekanan di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba. Sumber gempa yang paling umum ada dua, yaitu pergerakan (slip) pada zona patahan aktif yang disebut sebagai gempa tektonik dan pergerakan magma pada aktivitas gunung api yang disebut sebagai gempa vulkanik (Karim, 2011). Indonesia sangat rawan dengan bencana gempa bumi karena terletak pada zona batas empat lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng India, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik.
Gambar 3.5 Peta pertemuan lempeng di Indonesia (Sumber: PMB ITB,2007) Hardiyatmo (2006) menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan oleh gempa bumi terhadap lereng antara lain :
1.      Liquefaction, yaitu kondisi dimana tekanan air pori sama dengan tekanan overburden sehingga sifat tanah seperti zat cair.
2.      Perubahan tekanan air pori dan tegangan efektif dalam massa tanah.

3.      Timbulnya retak-retak (cracks) yang dapat mereduksi kuat geser tanah.

d.  Rayapan (creep)

Rayapan atau rangkak didefinisikan sebagai gerakan tanah atau batuan pembentuk lereng yang kurang lebih kontinyu dalam arah tertentu. Rayapan ini bisa terjadi pada tanah permukaan maupun pada kedalaman tertentu. Proses terjadinya rayapan sering digambarkan sebagai peristiwa geser kental (viscos shear) yang menyebabkan terjadinya deformasi permanen tetapi tidak ada keruntuhan seperti longsoran (Hardiyatmo,2006).
e.  Aktivitas manusia

Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikut sertakan peranan aktivitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real- estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan berubahnya kesetimbangan tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan faktor keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan serta erosi (Hirnawan dalam Zakaria)

Menentukan Stabilitas Lereng (FK) dengan Perangkat Lunak Slide


Analisis kestabilan lereng menggunakan software Rock Slide 6.0 digunakan untuk mempermudah dan juga mempercepat perhitungan nilai faktor keamanan dari suatu lereng. Software ini dapat secara otomatis menghitung nilai faktor keamanan terkecil dari suatu lereng berdasarkan input parameter dari lereng yang diperlukan serta metode yang diinginkan.

Gambar 3. 6 Diagram tahapan proses menentukan faktor keamanan menggunakan slide 6.0




Solusi meningkatkan Stabilitas Lereng


Menurut Wesley (I977),pada prinsipnya cara yang dipakai untuk menjadikan lereng supaya lebih stabil dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :
a.        Memperkecil gaya penggerak

Gaya penggerak dapat diperkecil hanya dengan yang bersangkutan. Untuk itu ada dua cara yaitu :
-  Membuat lereng menjadi lebih datar yaitu sudut kemiringan lereng.

-  Memperkecil ketinggian lereng.

Umumnya kedua cara tersebut hanya dapat dipakai pada lereng yang mempunyai ketinggian terbatas, yaitu mempunyai jenis gerakan tanah rotational slide. Cara ini tentu kurang cocok apabila digunakan untuk lereng yang tinggi, dimana gerakan tanahnya bersifat translational slide.
b.        Memperbesar gaya melawan

Gaya melawan dapat ditambah dengan beberapa cara dan cara yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut :
1.         Dengan memakai counterweight, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.

Hal ini dilakukan agar gaya melawan lebih besar dibandingkan dengan gaya penggerak sehingga faktor keamanan menjadi lebih besar.
2.         Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.

- Dengan cara membuat selokan secara teratur (drainage) pada lereng yang dibuat pada arah memanjang lereng sehingga bisa mengurangi tegangan air pori pada tanah. Dengan demikian kekuatan geser tanah akan naik dan gaya melawan juga akan ikut naik.

-        Dengan cara mekanis

yaitu dengan memasang tiang atau membuat dinding penahan. Dengan membuat dinding penahan atau memasang tiang hanya dipakai pada lereng yang mempunyai potensi gerakan tanah agak kecil. Umumnya pada lereng yang tinggi, tekanan dari tanah yang mengalami gerakan tanah sangat besar sekali dibandingkan dengan gaya yang dapat ditahan oleh dinding atau tiang sehingga dinding atau tiang tersebut tidak akan berpengaruh.
Tiang atau dinding tersebut hanya akan berguna apabila diletakkan pada sesuatu yang keras, misalnya lapisan batuan dibawah tanah yang mengalami gerakan tanah. Dinding atau tiang tersebut dipasang pada tanah yang masih dapat bergerak tentu tidak akan berpengaruh.
-        Dengan cara injeksi.

Cara ini bertujuan untuk memperbesar daya ikat antar butir tanah sehingga hanya dapat dipakai apabila lereng tersebut terdiri dari tanah dengan daya rembesan yang tinggi (Permeable). Bahan injeksi tersebut tidak dapat dimasukkan kedalam lereng yang terdiri dari lempung atau lanau karena daya rembesannya terlalu terlampau kecil. Oleh karena hal itu maka cara ini sangat terbatas penggunaannya.

Hasil dan Pembahasan


Data yang didapatkan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK (faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :

Tabel 3. 5 Hasil Geometri Lereng


No Lereng
Parameter
Kelerengan (°)
Tinggi Lereng (M)
Panjang Lereng (M)
1
75
7.8
15
2
45
6.8
24
3
48
7
25

Kestabilan lereng pada daerah Gelar Anyar ini didasarkan pada hasil uji laboratorium mekanika tanah. Parameter-parameter kestabilan lereng yang diuji antara lain Bobot isi tanah dan kadar air tanah (atterberg limits) dan nilai kohesi dan sudut geser dalam (Uji Triaxial).
Gambar 3.7 Mesin uji triaxial (balai sabo yogyakarta 2018)

Mesin ini digunakan untuk mendapatkan nilai kuat geser dalam dan nilai kohesi dari setiap sampel pada daerah penelitian (Gambar 3.8).


Gambar 3.8 Atterberg limit test (balai sabo yogyakarta 2018) Atterberg limit test ini digunakan untuk mendapatkan nilai bobot isi tanah dan kadar air pada setiap sampel pada daerah penelitian 

Tabel 5.3. Hasil Lab.Mekanika batuan



No sampel
Parameter

Bobot isi tanah (kN/m2 )


Metoda uji


Kohesi (kN/m2 )


Sudut geser dalam (°)


Metoda uji
Kadar air tanah (%)


Metoda uji

1

3,23
SNI 03-
3637-
1994

24

13
SNI 3420 ;
1994

30
SNI 1965 ;
2008

2

5,32
SNI 03-
3637-
1994

30

18
SNI 3420 ;
1994

32
SNI 1965 ;
2008

3

6,42
SNI 03-
3637-
1994

26

20
SNI 3420 ;
1994

26
SNI 1965 ;
2008


Hasil kajian data primer, data sekunder dan permasalahan dilakukan analisis yang meliputi :
a.        Analisis Kestabilan Lereng
b.         Penanggulangan Potensi Gerakan Tanah

Gerakan tanah dapat di analisis berdasarkan stabilitas lereng. Jika pada lapisan bidang gelincir, kuat geser lereng lebih kecil jika dibandingkan dengan komponen gravitasi maka akan terjadi gerakan tanah. Analisis stabilitas lereng bertujuan untuk mengkaji faktor aman dari bidang gelincir. Faktor keamanan (FK) didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakan komponen lereng. Jika gaya yang menahan massa tanah lebih besar dari gaya yang mendorong massa tanah maka gerakan tanah kecil kemungkinan untuk terjadi.
Faktor Keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung dengan metoda sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng longsor, sebaiknya nilai FK yang diambil adalah nilai FK yang terkecil, dengan demikian antisipasi akan diupayakan maksimal.
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah tak terganggu. Kadar air tanah (w) diperlukan terutamadalam perhitungan yangmenggunakan komputer (terutama bila memerlukan data gdry atau bobot satuan isi tanah kering, yaitu :gdry =g wet / ( 1 +w ). Pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air tanah nilai FK (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah :




c         = kohesi (kN/m2)
f         = sudut geser dalam (derajat)
a         = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)      = tekanan air pori (kN/m2)

Curah Hujan

Curah hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dengan tingginya tingkat curah hujan dapat menyebabkan terlarutkanya komposisi batuan dan mengalami proses pelapukan



Gambar 3. 9 Grafik Curah Hujan Cianjur (climate-data.org 2018)
Curah hujan paling sedikit terlihat pada Juni. Rata-rata dalam bulan ini adalah 211 mm. Pada Januari, presipitasi mencapai puncaknya, dengan rata-rata 438 mm.
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pelapukan dikarenakan mengurangi komposisi batuan yang resisten menjadi tidak resisten.


Gambar 3.10 Grafik Suhu daerah Cianjur (climate-data.org 2018)
Suhu adalah tertinggi rata-rata pada Mei, di sekitar 26.1 °C. Di 25.1 °C rata-rata, Januari adalah bulan terdingin sepanjang tahun.
Tabel 3.5 iklim Sindangbarang (climate-data.org 2018)
Variasi dalam presipitasi antara bulan terkering dan bulan terbasah adalah 227 mm. Variasi dalam suhu tahunan adalah sekitar 1.0 °C.
Gempa

Gempa merupakan gelombang seismik berupa getaran yang dapat merambat pada batuan sehingga menyebabkan batuan tersebut mengalami pergerakan. Didaerah penelitian masuk pada kecamatan pagelaran.
Gambar 3.11 Posisi titik sumber gempa bumi pada tanggal 23-01-2018 (climate- data.org 2018).
Informasi Awal Pusat Krisis Kesehatan terhadap bencana Gempa Bumi yang terjadi di 6 kecamatan, yaitu Sukaresmi,Takokak,Pagelaran,Tanggeung, Cibinong, Pasirkuda, CIANJUR, JAWA BARAT pada tanggal 23-01-2018. Wilayah Samudera Hindia Selatan Jawa diguncang gempabumi tektonik, gempabumi berkekuatan M=6,1 SR. terjadi dengan koordinat episenter pada 7,23 LS dan 105,9 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 43 km arah selatan Kota Muarabinuangeun, Kab Lebak, Propinsi Banten pada kedalaman 61 km.
Dampak Gempabumi yg digambarkan oleh Peta tingkat guncangan BMKG menunjukkan bahwa dampak gempabumi berupa guncangan bertpotensi di Derah Jakarta, Tanggerang Selatan, Bogor, II SIG -- BMKG (IV--VMMI). Gempa bumi yang terjadi berpusat pada kejadian gempa yang terjadi di Kab. Lebak Banten. Adapun wilayah terdampak: 1. Kec.Tanggeung 3 rumah rusak, 1 sekolah, dan 8
orang luka ringan. 2. Kec.Takokak 1 rumah rusak 3. Kec.Pasirkuda 1 unit Puskesmas pasir kuda rusak ringan. 4. Kec.Sukaresmi1 gedung kantor kec Sukaresmi rusak ringan. 5. Kec.Cibinong 1 rumah rusak. 6. Kec.Pagelaran 5 rumah rusak, dari informasi diatas menyatakan bahwa gempa mempengaruhi daerah penelitian serta berdampak pada kestabilan lerangnya.

Perhitungan Faktor Keamanan Lereng (FK) dengan Program Geoteknik

Untuk   mengetahui   besaran   nilai   faktor   keamanan   lereng   (FK) maka

diperlukan perhitungan. Bila dilakukan secara manual maka akan memakan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berulang-ulang. Dengan program (software) geoteknik Rock Slide Version 6.0 maka perhitungan nilai FK bisa dilakukan secara lebih akurat, cepat, dan tepat. Akurat karena toleransi kesalahannya sangat kecil yaitu 0,05%. Data-data yang diinput telah disebutkan sebelumnya, yaitu nilai kohesi (c), bobot satuan isi tanah, sudut geser dalam ( ) dan data geometri lereng. Untuk nilai tekanan air pori, peneliti menggunakan nilai rata-rata yaitu sebesar 9,81 kN/m3  (konstanta  gravitasi)  yang  mana  juga  merupakan  nilai  default   dalam program tersebut. Metode yang peneliti gunakan dalam mencari besaran nilai FK adalah metode Fellenius yang sudah terintegrasi di dalam program Slide ini. Dari analisis kestabilan lereng didapatkan hasil berupa angka faktor keamanan, penampang, dan kontur keamanan lereng sebagai berikut :
1.     Lereng 1

Pada lereng 1 memiliki besaran faktor keamanan lereng 1.766 yaitu Longsor jarang terjadi (lereng stabil).
Gambar 3.12 Hasil Output Software Slide Version 6.0 pada lereng 1.
  
Hasil pengujian laboratorium juga mendukung perhitungan nilai Fk pada daerah ini. Pada lereng 1 data laboratorium berupa bobot isi tanah 3.23, kohesi 24 KN/m2, sudut geser dalam 13° dan kadar air 30 %
Besaran nilai faktor keamanan lereng (FK) di titik sampel Lereng 2 adalah 1.766 yang artinya kondisi lereng stabil, secara tataguna lahan jumlah pemukiman di lereng 1 lebih banyak dari lereng 2 dan lereng 3 sehingga tidak menyebabkan permasalahan pada pemukiman sekitar .
Gambar 3.13 Kenampakan lereng 1 pada lp 41 foto mengarah ke selatan Berdasarkan kenampakan Gambar 3.13 vegetasi pada lereng secara mekanisme
hidrologi daun-daun mencegah absorpsi dan transpirasi yang mereduksi hujan untuk berinfiltrasi menyebabkan menguntungkan untuk lereng tersebut.
2.     Lereng 2

Pada lereng 2 memiliki besaran faktor keamanan lereng 1.742 yaitu Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil).
Gambar 3. 14 Hasil Output Software Slide Version 6.0 pada lereng 2

Pada lereng 2 data laboratorium berupa bobot isi tanah 5.32, kohesi 30 KN/m2, sudut geser dalam 18° dan kadar air 32 %.
Besaran nilai faktor keamanan lereng (FK) di titik sampel Lereng 2 adalah 1.742 yang artinya kondisi lereng relatif stabil.
Gambar 3.15 Kenampakan lereng 2 di jalan sukanagara pagelaran cianjur bulan september tahun 2017 pada lp 49 foto mengarah ke barat.

Gambar 3.16 Kenampakan lereng pada gawir di jalan sukanagara pagelaran cianjur bulan september tahun 2017 pada lp 49 foto mengarah ke barat.
Berdasarkan kenampakan (Gambar 3.15 lereng 2 sudah pernah mengalami longsor, dilihat berdasarkan vegetasinya pada kenampakan gambar 3.16 akar dan batang menambah kekasaran permukaan dan permeabilitas sehingga menambah kapasitas infiltrasi dan berpengaruh merugikan lereng, secara tataguna lahan jumlah pemukiman di lereng 2 lebih sedikit dari lereng 1 dan lereng 2 sehingga tidak menyebabkan permasalahan pada pemukiman sekitar .
3.     Lereng 3

Pada lereng 3 memiliki besaran faktor keamanan lereng 0.891 yaitu Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil).

Gambar 3.17 Hasil Output Software Slide Version 6.0 pada lereng 3.

Pada lereng 3 data laboratorium berupa bobot isi tanah 6,42, kohesi 26 KN/m2, sudut geser dalam 20° dan kadar air 26 %
Besaran nilai faktor keamanan lereng (FK) di titik sampel Lereng 2 adalah 0.891 yang artinya kondisi lereng labil.
 

Gambar 3.18 Kenampakan lereng 3 pada gawir di jalan sukanagara pagelaran pada lp 51 foto mengarah ke utara
Berdasarkan kenampakan (Gambar 3.18) dilihat dari vegetasinya adanya pengurangan kelembaban tanah akibat penyerapan akar dapat menyebabkan tanah retak, sehingga menembah kapasitas infiltrasi berpengaruh merugikan pada lereng 3.
Meskipun pada saat penelitian hanya menguji 3 titik lereng, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadi longsor, karena ketiga lereng tersebut curam, dikontrol oleh struktur berupa sesar mendatar dan kekar apabila seketika terkena gempa memungkinkan struktur tersebut untuk bergerak dikarenakan celah bukaan dari kekar dan sesar tersebut berpotensi menjadi bidang gelincir. secara tataguna lahan jumlah pemukiman di lereng 3 lebih sedikit dari jumlah pemukiman 2, sehingga memungkinkan untuk terjadinya masalah, sehingga dapat dilakukan antisipasi mitigasi secara pasif maupun aktif. 

Penanggulangan gerakan tanah


Penanggulangan bencana gerakan tanah merupakan salah satu bagian dari

mitigasi bencana di Indonesia. Mitigasi sendiri didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU RI 24/2007 ps. 1). Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Mitigasi bahaya gerakan tanah mencakup tindakan pengurangan resiko, persiapan khusus menghadapi bencana, dan setelah bencana terjadi.
Secara struktural, kegiatan mitigasi bencana gerakan tanah dibedakan menjadi mitigasi secara pasif dan mitigasi secara aktif (Gambar 3.19). Mitigasi secara pasif lebih kepada tindakan-tindakan non teknis berupa sosialisasi dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan tindakan aktif lebih kepada pelaksanaan bangunan-bangunan teknis.


Gambar 3. 19 Struktur mitigasi bencana gerakan tanah

Bagian paling kritis dari pelaksanaan mitigasi bencana gerakan tanah adalah pemahaman penuh akan sifat bencana gerakan tanah itu sendiri. Gerakan tanah menjadi bencana manakala disana terhadap elemen berisiko yang akan mendapatkan kerugian baik materi ataupun non materi. Namun kegiatan mitigasi bencana tidak akan berjalan secara efektif dan efisien ketika sifat bencana gerakan tanah belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat dimana lokasi bencana gerakan tanah tersebut terjadi.
Adapun sifat dan ciri gerakan tanah yang umumnya terjadi adalah sebagai berikut:
a.      Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing

b.      Terjadi hujan berhari-hari walaupun dengan intensitas rendah/sedang

c.      Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

d.      Ada bunyi gemuruh dibawah tanah disertai getaran tanah seperti gempabumi

e.      Pintu, jendela tiba-tiba tidak dapat ditutup dan terdapat retakan-retakan pada bangunan, tiang listrik miring, pepohonan miring
f.       Rusaknya infrastruktur bawah tanah: pipa air minum, pipa listrik ataupun gas.

g.      Munculnya mata air baru secara tiba-tiba pada tekuk-tekuk lereng yang biasanya kering dan berwarna keruh
Mitigasi gerakan tanah secara pasif dapat dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu:

a.      Menghindari   wilayah   yang    rawan    longsor   ketika   akan membangun infrastruktur
b.      Mencegah terjadinya penggundulan hutan yang dapat memicu longsoran akibat berkurangnya perlindungan tanah
c.      Menghindari pelemahan kekuatan lereng

d.      Pengendalian penggunaan lahan melalui regulasi/ undang-undang

e.      Menolak / melarang pembangunan infrastruktur di daerah rawan bencana

Mitigasi gerakan tanah secara struktural dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a.  Mengurangi beban pada lereng, menghilangkan/mengurangi gaya pembebanan akibat adanya timbunan, konstruksi pada lereng serta aktivitas pertanian yang memperberat lereng.
b.  Menambah kekuatan lereng, meningkatkan kekuatan lereng dengan penambahan konstruksi khusus baik secara engineering maupun bio- engineering, atau mengubah dimensi lereng.
c.  Memperlancar drainase pada lereng, mengupayakan air yang menggenangi / jatuh pada lereng yang rawan longsor secara cepat terdrainasi untuk menghindari penjenuhan pada lereng 


Kesimpulan

6.1 Saran


Saran yang bisa diberikan oleh peneliti dari hasil penelitian geologi ini adalah perlu dilakukan penelitian atau kajian lebih lanjut yang bersifat lebih mendetail dan lebih rinci kaitannya dengan potensi daerah penelitian, baik kajian tentang bahan galian dan mineral, melihat melimpahnya batuan gunungapi pada daerah penelitian.
Kualitas tanah yang baik dari segi parameter geser diperlukan untuk lereng yang mempunyai sudut kemiringan besar agar faktor keamanan diharapkan baik.
Lereng dengan multi slope dan memperkecil sudut lereng merupakan alternatif serta penggunaan End anchored untuk memperkecil terjadinya longsor.


Sumber : Tugas Akhir Djatmiko, S.T.

Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya
JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LINk DIBAWAH INI



CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "STUDI ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK MENGETAHUI FAKTOR KEAMANAN DAERAH GELAR ANYAR KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel