-->

ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

5.1.      Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, hal ini menyebabkan tingkat pelapukan batuan di negara ini sangat tinggi. Walaupun tidak menjadi satu-satunya faktor utama, namun hal ini dapat memicu terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah ataupun tanah longsor. Tanah longsor merupakan salah satu fenomena alam yang seringkali terjadi di Indonesia. Kejadian alam ini termasuk ke dalam salah satu bencana yang paling banyak menimbulkan kerugian harta benda maupun korban jiwa.

Gerakan tanah adalah perpindahan masa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari gerakan semula, yang terjadi apabila terdapat gangguan kesetimbangan masa tanah atau batuan saat itu (Purbo Hadiwijoyo, 1965 dalam Pangular, D 1985). Hal ini terjadi pada lokasi dengan keadaan geologi dan morfologi serta iklim yang kurang menguntungkan. Gerakan tanah ini dapat terjadi secara alami seperti menurunnya kemantapan lereng akibat degradasi tanah atau batuan dan karena aktivitas manusia berupa pemotongan dan penggalian pada lereng sehingga mengganggu kemantapan dan keseimbangan lereng. Litologi penyusun daerah penelitian termasuk batuan dengan tingkat resistensi rendah namun dengan bentuk topografi yang masuk dalam satuan geomorfologi Denudasional perbukitan bergelombang kuat maka sangat memungkinkan terjadinnya gerakan tanah. Dari hasil penelitian dilapangan banyak ditemukan gerakan tanah di sebagian besar daerah penelitian, terutama pada satuan breksi andesit gunungapi tua dan Tuf Bentang. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian tentang gerakan tanah dan sebab terjadinya untuk mengantisipasi terjadi bencana gerakan tanah daerah tersebut.
5.2.      Maksud dan Tujuan
Maksud dari pemetaan gerakan tanah pada daerah penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi yang rentan terhadap bahaya gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang bisa terjadi pada daerah penelitian. Sedangkan, tujuan dari identifikasi gerakan tanah ini yaitu untuk memberikan informasi data tentang daerah yang berpotensi mengalami gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang dapat terjadi di daerah penelitian yang disajikan dalam bentuk peta zonasi kerentanan gerakan tanah dengan skala 1 : 25.000, sehingga dapat dipergunakan dalam usaha penanggulangan dan upaya pencegahan bahaya gerakan tanah.


5.3.      Batasan Masalah
Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa lokasi dengan litologi dan kemiringan lereng yang berpotensi mengalami gerakan tanah, oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan yang dapat mengidentifikasi zona kerentanan gerakan tanah dan jenis gerakan tanah yang terdapat pada daerah penelitian. Pengamatan tentang gerakan tanah yang perlu diperhatikan adalah faktor dan penyebab dari gerakan tanah tersebut baik yang disebabkan oleh kondisi geologi, kestabilan lereng akibat aktivitas manusia, bahkan pemanfaatan lahan yang kurang tepat.
Batasan masalah dari penelitian ini hanya mengidentifikasi zona potensi gerakan tanah dan tingkat kerawanannya menurut kriteria daerah berdasarkan parameter kemiringan sudut lereng, geologi, struktur geologi, dan penggunaan lahan pada daerah penelitian.
5.4.      Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survei pada daerah atau lahan yang mengalami gerakan tanah di daerah penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan langsung pada permukaan tanah yang mengalami pergerakan dan pergeseran baik akibat proses alam maupun karena kegiatan manusia, dengan pengambilan data geologi, serta data morfologi dari daerah penelitian berdasarkan kelerengannya dan pembobotan untuk memperoleh peta tingkat kerawanan bencana gerakan tanah.
5.5.      Dasar Teori
Berikut ini adalah uraian dasar mengenai pengertian, faktor penyebab, klasifikasi dan penanggulangan gerakan tanah.
5.5.1.     Pengertian Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut yang bergerak ke arah bawah dan keluar dari lereng. Gerakan tanah terutama terjadi pada lokasi dengan keadaan geologi dan morfologi serta iklim yang kurang menguntungkan.
Gerakan tanah merupakan gerakan material tanah/batuan pada suatu lereng, sedangkan longsoran tidak harus mempunyai kemiringan. Gerakan tanah secara alami terjadi antara lain karena menurunnya kemantapan lereng dan akibat degradasi tanah atau batuan. Aktifitas tanah seperti pemotongan dan penggalian tanpa perhitungan sering menyebabkan terganggunya kemantapan lereng, sehingga terjadi gerakan tanah yang dapat merusak sarana dan prasarana umum, bahkan harta dan jiwa manusia.
Beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli mengenai definisi dari gerakan tanah, antara lain :
1.     Purbo Hadiwijoyo (1965)
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, yang terjadi apabila terdapat gangguan kesetimbangan massa tanah atau batuan pada saat itu.
  1. Thornbury (1969)
Gerakan tanah adalah proses akibat gaya gravitasi secara langsung dan modifikasinya dapat diamati di permukaan.
  1. Skempton dan Hutchinson (1969),
Gerakan tanah didefinisikan sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan peyusun lereng tersebut.
  1. Van Zuidam (1983)
Gerakan tanah adalah semua proses dimana dari material bumi bergerak oleh gravitasi bumi, baik lambat atau cepat dari suatu tempat ke tempat lain.
5.5.2.     Faktor – Faktor Berpengaruh Terhadap Gerakan Tanah
5.5.2.1.    Faktor Internal
a.        Parameter litologi.
Dapat tersusun oleh batuan atau soil yang merupakan hasil dari lapukan batuan tersebut. Litologi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya gerakan tanah. Litologi dengan tingkat resistensi yang tinggi seperti batuan beku mempunyai kemungkinan yang kecil untuk terjadi gerakan tanah. Sedangkan litologi dengan resistensi yang rendah seperti soil lebih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah. Untuk setiap parameter mempunyai nilai/bobotnya sendiri-sendiri (Tabel 5.1)
Tabel 5.1. Parameter litologi (Muh. Rusli A, 2013)
Parameter Litologi
Intensitas Kepentingan
Derajat Nilai
Skor
Batuan Piroklastik
Sangat Tinggi
4
Batuan Sedimen
Tinggi
3
Batuan Metamorf
sedang
2
Batuan Beku
Rendah
1

b.       Struktur geologi.
Struktur geologi merupakan zona lemah pada suatu batuan atau litologi. Rekahan yang terjadi mengurangi daya ikat batuan sehingga mengurangi tingkat resistensi batuan tersebut. Selain itu rekahaan yang terbentuk juga menjadi jalan tempat masuknya air sehingga pelapukan dan erosi berjalan dengan lebih intensif. Batuan yang terkena struktur cukup intensif mempunyai potensi yang lebih besar untuk terjadinya gerakan tanah. (Tabel 5.2)
Tabel 5.2. Parameter struktur geologi (Muh. Rusli A, 2013)
Parameter Struktur
Geologi
Intensitas Kepentingan
Derajat Nilai
Skor
< 100 m
Sangat Tinggi
4
100 – 200 m
Tinggi
3
200 – 300 m
sedang
2
300 – 400 m
Rendah
1

5.5.2.2.    Faktor Eksternal                                                    

a.      Parameter kelerengan
Parameter kelerengan merupakan tingkat kemiringan yang tercermin dalam morfologi. Semakin besar tingkat kelerengan pada umumnya akan semakin menambah kemungkinan terjadinya gerakan tanah pada suatu daerah. Hal ini juga berhubungan dengan adanya gaya gravitasi yang menarik massa batuan dari atas ke bawah. Semakin tinggi tingkat kelerengan maka batuan akan semakin mudah tertarik ke bawah sehingga mengakibatkan terjadinya gerakan tanah. Untuk setiap parameter mempunyai nilai/bobotnya sendirisendiri (Tabel 5.3)
Tabel 5.3. Parameter kelerengan (Muh. Rusli A, 2013)
Parameter Kelerengan
Intensitas Kepentingan
Derajat Nilai
Skor
>41°
Sangat Tinggi
4
31° - 40°
Tinggi
3
16° - 31°
sedang
2
0° - 15°
Rendah
1






b.   Parameter tataguna lahan,
Parameter tataguna lahan adalah hasil budaya yang dihasilkan oleh manusia. Beberapa diantaranya adalah pemukiman, jalan, sawah dan sebagainya. Tataguna lahan juga berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah. Tataguna lahan dapat menambah beban yang harus ditanggung suatu litologi. Apabila beban yang ditanggung lebih besar dari kekuatan litologi untuk menahan beban, maka akan terjadi pergerakan. Vegetasi adalah segala jenis tumbuhan yang ada di wilayah terebut. Contohnya adalah rumput dan semak belukar. Vegetasi juga berpengaruh terhadap tingkat ketabilan lerang. Beberapa vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng karena akarnya dapat mengikat massa batuan sehingga lebih kompak. Namun sebaliknya beberapa jenis vegetasi yang mempunyai akar yang lemah justru dapat mengurangi tingkat kestabilan dari suatu lereng yang dapat berdampak pada terjadinya gerakan tanah. Untuk setiap parameter mempunyai nilai/bobotnya sendiri-sendiri (Tabel 5.4)
Tabel 5.4. Parameter tataguna lahan (M. Rusli A, 2013)
Parameter Tataguna Lahan
Intensitas Kepentingan
Derajat Nilai
Skor
Ladang dan Perkebunan
Sangat Tinggi
4
Pemukiman
Tinggi
3
Semak Belukar
sedang
2
Persawahan
Rendah
1



5.5.3.     Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Zona kerentanan gerakan tanah yang dimaksud di dalam kajian ini didasarkan pada Permen PU No.22/PRT/M/2007, yaitu:
1.     Zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 24 – 29.
2.     Zona kerentanan gerakan tanah tinggi, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 19 – 23.
3.     Zona kerentanan gerakan tanah sedang, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 13 – 18.
4.     Zona kerentanan gerakan tanah rendah, merupakan daerah dengan penjumlahan parameter kemiringan lereng, geologi, struktur geologi dan penggunaan lahan yang memiliki nilai skor dan bobot kepentingan berkisar antara 0 - 12.


5.5.4.     Klasifikasi Gerakan Tanah
Klasifikasi gerakan tanah menurut United State Highway Research Board Landslides Committee (USHRBLC) (1976, vide Soekardi, 1987) dapat dibagi menjadi 4 macam tipe, yaitu :
1.     Tipe Runtuhan merupakan tipe gerakan tanah dimana tanah atau batuan jatuh bebas dari lereng yang terjadi akibat tidak adanya penyangga, seperti diperlihatkan pada (Gambar 5.1). Tipe ini biasanya terjadi pada tebing yang curam dan tidak memliki bidang gelincir. Tipe ini terbagi atas 2 jenis material, yaitu jatuhan batuan dan jatuhan tanah.
Gambar 5.1. Gerakan tanah tipe runtuhan (Suharyadi, 1984).
2.     Tipe Luncuran merupakan gerakan tanah dari massa batuan atau tanah meluncur melalui bidang gelincir yang jelas memisahkan antara massa yang bergerak di atasnya dan massa yang diam (Gambar 5.2). Biasanya perlapisan rekah-rekahan, lapisan batuan lunak pada bidang batas antara tanah lapuk dan batuan segar. Tipe luncuran ini dibagi menjadi dua macam, yaitu tipe planar dan tipe rotasi. Pada tipe rotasi, gerakan massa tanah dari tempat semula mempunyai bidang gelincir (bidang longsor) berbentuk setengah lingkaran, hiperbola, lengkung atau konkaf dengan sifat gerakan memutar, seperti yang ditunjukkan dalam (Gambar 5.3). Bentuk bidang gelincir tersebut menunjukkan jari-jari lengkung berbeda-beda pada tiap bagian lerengnya. Bagian atas lereng menunjukkan jari-jari terkecil, pada bagian tengah menunjukkan jari-jari terbesar dan pada bagian paling bawah menunjukkan jari-jari lengkung.
Gambar 5.2 Gerakan tanah tipe planar (Therzagi dan Peck, 1948).
Gambar 5.3 Gerakan tanah tipe rotasi (Suharyadi, 1984).

3.     Tipe Rayapan gerakan tanah tipe ini mempunyai kecepatan sangat lambat sehingga dapat diamati dengan mata telanjang. Gerakan tanah ini dicirikan adanya pohon-pohon yang miring, tembok-tembok bangunan yang retak, tiang-tiang listrik yang miring, seperti ditunjukkan (Gambar 5.4). Rayapan ini  merupakan gerakan pendahuluan dari gerakan tanah tipe aliran atau luncuran.
Gambar 5.4. Gerakan tanah tipe rayapan (Suharyadi, 1984).

4.     Tipe aliran merupakan gerakan massa tanah atau batuan yang mempunyai ciri mengalir, sehingga bentuk maupun penyebarannya mempunyai gerakan massa yang kental (Gambar 5.5). Pada tipe ini gerakannya dapat lambat maupun sangat cepat, sehingga ada yang disebut aliran tanah lambat dan aliran tanah cepat. Pada aliran basah sangat dipengaruhi oleh kandungan air, baik berasal dari air hujan, salju atau dari air tanah.
 Gambar 5.5. Gerakan tanah tipe aliran (Suharyadi, 1984).

5.5.5.     Cara Penanggulangan Gerakan Tanah
Penanggulangan gerakan tanah meliputi tindakan pencegahan dan tindakan koreksi. Pencegahan dimaksudkan untuk menghindari dari kemungkinan terjadinya gerakan tanah, sedangkan tindakan koreksi meliputi penanggulangan darurat dan penanggulangan permanen. Cara penanggulangan gerakan tanah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
5.5.5.1. Mengubah Geometri Lereng
Pada prinsipnya metode ini dilakukan dengan mengurangi daya dorong dari masa tanah dengan mengurangi lereng dan menambah faktor keamanan. Metode yang dilakukan antara lain membuat lereng menjadi lebih datar yaitu mengurangi sudut lereng, memperkecil ketinggian lereng dengan pemotongan tanah dan penimbunan pada kaki lereng seperti (Gambar 5.6 dan Gambar 5.7), serta dengan menggunakan metode trap/bangku yaitu perbaikan stabilitas tanah dengan cara penggalian tanah berbentuk trap atau bangku, cukup efektif dan efisien diterapkan pada lereng yang terjal (Gambar 5.8). Struktur trap ini dapat menghambat laju erosi tanah serta dapat menahan gerakan turun (debris) menjadi lebih lambat.
Gambar 5.6 Konsep melandaikan kemiringan lereng (Hardiyatmo, 2006)


Gambar 5.7 Melandaikan kemiringan lereng yang miring terlalu tajam (Hardiyatmo, 2006).
Gambar 5.8 Pembuatan trap/bangku untuk lereng yang bermasalah (Hardiyatmo, 2006).

5.5.5.2. Pengendalian Air Permukaan
Air permukaan dapat mengurangi tingkat kestabilan lereng, selain itu genangan air permukaan juga menimbulkan kejenuhan, sehingga tanah menjadi lembek serta menambah masa tanah. Air permukaan juga sebagai media pergerakan yang mampu mengganggu kestabilan lereng, sehingga perlu dikendalikan dengan menanam tumbuhan, menutupi rekahan, serta perbaikan permukaan lereng.



5.5.5.3. Cara Penambatan
Penambatan merupakan penanggulangan gerakan tanah yang pada prinsipnya menahan atau mengikat masa tanah agar tidak bergerak. Namun penambatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) berdasarkan material yang bergerak yaitu penambatan batu dan penambatan tanah. Biasanya penambatan tanah dilakukan dengan membuat tembok penahan yang berfungsi sebagai penahan masa tanah yang bergerak.
A.    Cara Penambatan Batu
1.     Tumpuan Beton
Tumpuan beton dipakai untuk menyangga batuan yang menggantung karena tererosi. Cara ini ditempuh untuk menghindari bahaya runtuhan bila penanggulangan dengan mematahkan batu yang menggantung dapat mengamankan daerah permukiman.
2.     Baut Batuan
Baut batuan dipasang untuk memperkokoh blok batuan yang terbentuk oleh kehadiran diskontunitas agar lereng menjadi mantap.
3.     Pengikat Beton
Pengikat beton dan baut digunakan untuk memperkuat masa batuan.
4.     Jangkar Kabel
Penambatan dengan jangkar kabel dilakukan apabila masa batuan yang bergerak mempunyai ukuran besar.
5.     Tembok Penahan Batu
Tembok penahan batu dibangun pada bagian bawah lereng untuk penahan fragmen batuan yang jatuh dari atas agar tidak menimpa bangunan atau menimbulkan bahaya.
B.    Cara Penambatan Tanah
Cara penambatan tanah dapat mengurangi longsoran tanah dengan membuat bangunan penambat. Jenis–jenis bangunan penambat yaitu dinding penopang isian batu, dinding beronjong, dinding kisi, dinding tanah bertulang, dinding gaya berat bertulang beton, dinding konsol, dinding pelebaran belakang, dan dinding tabir terjangkar (Roy E. Hunt, 1984).

5.6.  Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data di Daerah Penelitian
5.6.1.     Metode Pendekatan
            Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian yaitu dengan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah,
yaitu : 1. Pemetaan langsung dan 2. Pemetaan tidak langsung.
Metode langsung adalah pemetaan zona kerentanan gerakan tanah dengan menggunakan data hasil pemetaan langsung di lapangan dengan memperhitungkan faktor: litologi, kelerengan, struktur geologi dan tataguna lahan. Sedangkan metode tidak langsung adalah dengan prosedur analisis tumpang tindih (overlaying) dan kuantitatif untuk mencari pengaruh faktor-faktor yang terdapat pada peta-peta parameter terhadap sebaran (distribusi) gerakan tanah, kemudian dengan analisis menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) dapat di ketahui zonasi kerentanan gerakan tanahnya. 
5.6.1.1.    Pemetaan Langsung
1.     Tahap pengumpulan data
Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data-data berupa data geologi, tataguna lahan, kemiringan lereng dan struktur geologi. Data-data tersebut umumnya dalam bentuk peta analog.
2.     Analisa
Dalam tahapan ini dilakukan analisa data yang telah dikumpulkan. Analisa awal tersebut dijadikan acuan dalam merencanakan pemetaan zona kerentanan gerakan tanah secara langsung di lapangan.
3.     Pengambilan data lapangan
Kegiatan pengambilan data lapangan meliputi kondisi geologi, kemiringan lereng, struktur geologi dan tataguna lahan bahkan aktivitas manusia pada daerah penelitian.
5.6.1.2.    Pemetaan Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah dengan prosedur analisis tumpang tindih (overlaying) untuk mencari pengaruh faktor-faktor yang terdapat pada peta-peta parameter terhadap sebaran (distribusi) gerakan tanah, kemudian dengan analisis menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) dapat ditentukan zonasi kerentanan gerakan tanahnya. Pengerjaan analisis dengan SIG dalam pemetaan zona kerentanan gerakan tanah secara tidak langsung, dilakukan dengan menggunakan software Arcview versi 10.3.2
5.6.2.     Tahap Penyajian Data
Zonasi yang dilakukan pada Daerah ini didasarkan pada empat paremeter utama yaitu yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah yaitu kelerengan, litologi, tingkat pelapukan, dan tataguna lahan. Perhitungan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap faktor – faktor tersebut. Perhitungan skor dan pembobotan dilakukan dengan menggunakan formula menurut M.Rusli, A (2013) sebagai berikut: 
H = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)
Keterengan:  H = Bobot
                      A = Faktor Kelerengan
                      B = Faktor Litologi
                      C = Faktor Struktur geologi
                      D = Faktor Tataguna lahan

5.7.  Hasil Dan Pembahasan
5.7.1.     Faktor Internal
5.7.1.1.    Faktor Litologi
Data litologi di daerah penelitian didapat dari observasi langsung di lapangan. Pembagian faktor litologi berdasarkan satuan batuan di lapangan yang meliputi:
1.     Tuf Bentang
Tuf Bentang memiliki ciri-ciri berwarna segar putih keabu-abuan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, tekstur piroklastik, besar butir tuf halus sampai kasar, kebundaran sub-angular sampai sub-rounded, mudah patah, terpilah sedang, komposisi terdapat gelas vulkanik, kuarsa dan litik. Satuan Tuf Bentang ini menempati 40% dari luas daerah penelitian, dan tersebar di bagian selatan relative barat dan timur pada daerah penelitian, yang meliputi daerah Desa Puspajaya, Desa Cimanggu, dan Desa Layabakti. Desa Sukasenang, Desa Pusparahayu, Desa Puspahiang, dan Linggaraja. (Gambar 5.9)
 
Gambar 5.9 Singkapan Tuf (A, B dan C). Lensa menghadap ke arah barat (Foto diambil di LP 66, Desa Sukanagara)
2.     Kalkarenit Bentang
Kalkarenit Bentang memiliki ciri-ciri berwarna segar kuning gelap, wanra lapuk abu abu kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir pasir sedang-pasir halus, kemas tertutup, struktur berlapis, breaksi kuat dengan HCL, tersusun oleh komposisi mineral karbonat, fosil dan lithik, Satuan Kalkarenit Bentang ini menempati 17% dari luas daerah penelitian, dan tersebar di bagian tengah dan timur daerah penelitian, yang meliputi daerah Desa Puspajaya, Desa Cimanggu, dan Desa Sukanagara. (Gambar 5.10)
 
Gambar 5.10 Singkapan Batugamping Kalkarenit Bentang, lensa menghadap ke arah utara (Foto diambil di LP 40, Desa Cimanggu)

3.     Intrusi Andesit Porfiri
Intrusi Andesit Porfiri memiliki ciri- ciri berwarna abu-abu gelap, warna lapuk coklat kemerahan, tekstur porfiritik, struktur masif, komposisi kuarsa dan plagioklas, masa dasar mineral mafik dan felsik, Satuan Intrusi Andesit Porfiri ini menempati 5% dari luas daerah penelitian, dan tersebar di bagian Selatan, yang meliputi daerah Desa Sukasenang. (Gambar 5.11)
 
Gambar 5.11 Singkapan Intrusi Andesit Porfiri Lensa menghadap ke arah utara (Foto diambil di LP 72, Desa Sukasenang)
4.     Breksi Andesit GunungApi Tua
Breksi Andesit Gunungapi Tua meimiliki ciri-ciri berwarna segar abu-abu cerah, warna lapuk coklat kemerahan, tekstur piroklastik, ukuran fragmen > 64mm, bentuk butir menyudut, struktur fragmental dan masif, pemilahan buruk, sortasi buruk, dengan komposisi fragmen Andesit dan matrik Tuf. Satuan Breksi Andesit Gunungapi Tua ini menempati 38% dari luas daerah penelitian, dan tersebar di bagian utara relative barat-timur, yang meliputi daerah Desa Sukarasa, Desa Margalaksana, Desa Tanjungjaya, dan Desa Cintajaya. (Gambar 5.12)
 
Gambar 5.12 Singkapan Breksi Andesit Gunungapi Tua. (A,B,C, dan D) Lensa menghadap ke arah utara  (Foto diambil di LP 7, Desa Sukarasa

5.7.1.2.    Faktor Struktur Geologi
Struktur geologi didapatkan dari hasil pengamatan di lapangan yang kemudian data tersebut diinterpretasikan dan di analisa untuk mengatahui arah relatifnya.
            Untuk parameternya mengacu pada M. Rusli. A (2013), dibagi kedalam 4 kategori yaitu: intensitas kepentingan sangat tinggi dengan jarak <100m, intensitas kepentingan tinggi dengan jarak 100-200m, intensitas kepentingan cukup tinggi dengan jarak 200-300m, intensitas kepentingan rendah dengan jarak 300-400m.
5.7.2.     Faktor Eksternal
5.7.2.1.    Faktor Kelerengan
Pada daerah penelitian untuk faktor kelerengan dibagi menjadi 4 kategori (M. Rusli A, 2013) yaitu zona kelerengan rendah (0º - 15º), zona kelerengan sedang (16º - 30º), zona kelerengan tinggi (31º - 40º) dan zona kelerengan sangat tinggi (> 41º). Zona kelerengan rendah (berwarna hijau) seluas ±35% berada sebagian besar di tengah Desa Cimanggu, Desa Sukasenang, Desa Sukanagara dan sebelah utara,  Desa Margalaksana Desa Tanjungjaya, selanjutnya pada zona kelerengan sedang seluas 50% (berwarna kuning) menyebar hampir merata di semua daerah penelitian, zona kelerengan tinggi (berwarna orange) seluas ±15% menyebar pada Desa Sukasenang, Desa Laybakti, barat daya, Desa Puspahiang, Desa Pusparahayu, di bagian barat pada Desa Puspajaya, dan di bagian utara pada Desa Margalaksna, Desa Tanjungjaya, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta kelerengan daerah penelitian (Lampiran).  
Padahal jika mengacu pada Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum salah satu karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan yang layak digunakan untuk pemukiman adalah dengan topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25 %) atau dengan kata lain berada pada kelerengan 0-23º. Kenyataannya di lapangan, banyak pemukiman penduduk yang penempatannya berada pada lereng yang tidak layak untuk dijadikan pemukiman.
5.7.2.2.    Faktor Tataguna Lahan
Berdasarkan dari data peta Rupa Bumi Indonesia tataguna lahan untuk daerah penelitian di dominasi oleh perkebunan (berwarna hijau) yang menempati bagian selatan, barat daya, barat, tengah dan timur daerah penelitian, daerah penelitian yang berkembang di formasi breksi andesit Gunung Api Tua dan Tuf bentang dengan kelerengan sedang – tinggi. Selanjutnya yang tidak kalah mendominasi adalah ladang (berwarna kuning) yang menempati bagian tengah, Tenggara, utara, barat dan timur pada daerah penelitian berada di satuan Tuf Bentang dan Breksi andesit Gunung api tua dengan kelerengan rendah - tinggi. Selanjutnya persawahan (berwarna biru dengan garis bersilang) yang menepati sebagian besar di utara  barat laut, tenggara dan tengah dari barat ke timur daerah penelitian, berada pada satuan Tuf Bentang, Breksi Andesit Gunungapi Tua, dan kalkarenit, Berikutnya semak belukar (berwarna hijau tua) yang menempati bagian tengah daerah penelitian, berada pada satuan Kalkarenit Bentang dengan kelerengan rendah. Dan pemukiman yang tersebar di beberapa daerah penelitian dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta tata guna lahan daerah penelitian (Lampiran).
5.7.3.     Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah
            Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah dibuat dengan metode pembobotan dari masing-masing parameter yaitu litologi, kelerengan, struktur geologi, dan tata guna lahan. Kemudian setelah ke-empat peta tersebut jadi, baru kemudian dilakukan pembobotan total dan di-overlay menggunakan bantuan software ArcGis 10.5.
Berikut contoh rumus dan perhitungan di ambil di beberapa titik dan untuk pembobotannya menurut M. Rusli A, (2013) :
H = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)
Keterengan:    H = Bobot
          A = Kelerengan
          B = Litologi
          C = Struktur geologi
          D = Tataguna lahan
 Contoh perhitungan:
  1. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi
Parameter:
Kelerengan
31º - 40 º
3
Litologi
Tuf
4
Struktur geologi
100 – 200 m
0
Tataguna lahan
Perkebunan
4
Perhitungan:    H = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)
                        H = (3x3) + (2x4) + (1x0) + (1x4)
                        H = 9 + 8 + 0 + 4
                        H = 21
Berdasarkan metode modifikasi dari Permen PU No.22/PRT/M/2007 oleh Muh. Rusli A. (2013) daerah yang memiliki bobot kepentingan berkisar antara 19 – 23 masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi.
  1. Zona kerentanan gerakan tanah sedang
Parameter:
Kelerengan
16 º - 30º
2
Litologi
Breksi Andesit
4
Struktur geologi
100 - 200 m
0
Tataguna lahan
Pemungkiman
3
Perhitungan:    H = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)
                        H = (3x2) + (2x4) + (1x0) + (1x3)
                        H = 6 + 8 + 0 + 3
                        H = 17
Berdasarkan metode modifikasi dari Permen PU No.22/PRT/M/2007 oleh Muh. Rusli A. (2013) daerah yang memiliki bobot kepentingan berkisar antara 13 – 18 masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah sedang.
  1. Zona kerentanan gerakan tanah rendah
Parameter:
Kelerengan
0º - 15º
1
Litologi
Kalkarenit
3
Struktur geologi
200 – 300 m
0
Tataguna lahan
Persawahan
1
Perhitungan:    H = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)
                        H = (3x1) + (2x3) + (1x0) + (1x1)
                        H = 3 + 6 + 0 + 1
                        H = 10
Berdasar pada Permen PU No.22/PRT/M/2007 daerah yang memiliki bobot kepentingan berkisar antara 0 – 12 masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah rendah.
Pada Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Sukasenang dan sekitarnya, setelah dilakukan pembobotan total dengan rumus diatas dapat terbagi ke dalam 3 zona, yaitu: zona kerentanan gerakan tanah tinggi (berwarna merah) mencapai bobot 19-23, zona kerentanan gerakan tanah sedang (berwarna kuning) mencapai bobot 13-18, zona kerentanan gerakan tanah rendah (berwarna hijau) mencapai bobot 0-12. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta zona kerentanan gerakan tanah daerah penelitian (Lampiran)
Berdasarkan observasi lapangan, pada daerah penelitian juga sudah terdapat 4 titik gerakan tanah yang mengakibatkan longsor. Jika diplotkan pada peta, ke-empat titik tersebut masuk dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi (Gambar 5.13) (Gambar 5.14) (Gambar 5.15) (Gambar 5.16).
Gambar 5.13 Kenampakan Gerakan Tanah tipe luncuran, foto di ambil di dekat LP 27,  Desa Layabakti , Lensa menghadap ke arah barat.
Gambar 5.14 Kenampakan Gerakan Tanah tipe luncuran, foto di ambil di dekat LP 32 Desa Puspajaya  , Lensa menghadap ke arah utara.



Gambar 5.15 Kenampakan Gerakan Tanah tipe runtuhan, foto di ambil di dekat LP 55  Desa Tanjungjaya, Lensa menghadap ke arah utara.



Gambar 5.16 Kenampakan Gerakan Tanah tipe aliran, foto di ambil di dekat LP 50,  Desa Suka Senang, Lensa menghadap ke arah selatan.

5.7.4.     Pembahasan  
Proses pengolahan data sampai ke tahap zona kerentanan gerakan tanah dengan menggunakan metode modifikasi dari Permen PU No.22/PRT/M/2007 oleh Muh. Rusli A. (2013) sebagai acuan zonasi dan SIG sebagai metode pembuatan peta kerentanan gerakan tanah.
5.7.4.1. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Penelitian
Dari peta kerentanan gerakan tanah yang dihasilkan terdapat 3 zona kerentanan gerakan tanah yaitu kerawanan rendah, sedang, dan tinggi yang diuraikan sebagai berikut:
1.     Zona kerentanan gerakan tanah rendah
Zona ini memiliki luas ± 40 % dari daerah penelitian (berwarna Hijau pada peta). Secara umum daerah ini dikontrol oleh litologi Breksi Andesit dan Kalkarenit dan tuf, dengan kemiringan lereng 0 - 150, tataguna lahan sebagai daerah perawahan, pemungkiman, semak belukar dan ladang, meliputi sebagian Desa Tanjnungjaya, Desa Serang, Desa Margalaksana, Desa Cimanggu dan Desa Sukasenang, Desa Linggaraja . Daerah inilah yang sebenarnya bisa dikembangkan sebagai daerah pemukiman,
2.     Zona kerentanan gerakan tanah sedang
Zona ini memiliki luas ± 40 % dari daerah penelitian. Secara umum daerah ini dikontrol oleh breksi andesit danTuf, kemiringan lereng 160 – 300, dan tata guna lahan dimanfaatkan sebagai pemukiman, persawahan, ladang dan perkebunan. Meliputi daerah Desa Tanjungjaya, Desa Sukarasa, Desa Layabakti, Desa puspahiang dan Desa Sukasenang. Daerah ini bisa dikembangkan sebagai daerah pemukiman namun tidak semua, tetap harus dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada.
3.     Zona kerentanan gerakan tanah tinggi
Zona ini meemiliki luas ± 20 % dari daerah penelitian. Secara umum daerah ini dikontrol oleh jenis litologi Tuf, dimana pelapukan batuan sangat intensif pada zona ini mempunyai kemiringan lereng 310 - 400, tataguna lahan berupa pemukiman, perkebunan, ladang. Meliputi Desa Puspahiang, Desa Sukasenang, Desa Layabakti, Desa Pusparahayu, dan Desa Puspajaya. Daerah ini tidak disarankan atau berbahaya untuk di jadikan pemungkiman. sebaiknya dikembakangkan sebagai kawasan penyangga atau fungsi lindung kelestarian sumberdaya alam.
Berdasarkan hasil zonasi tingkat kerentanan gerakan tanah yang dihasilkan dari pengolahan data sebelumnya, secara umum suatu daerah rawan terhadap longsor jika memiliki faktor – faktor yang mendukung, diantaranya nilai kemiringan lereng yang tinggi (Gambar 5.17), jenis batuan yang kurang resisten, dilewati pola struktur geologi, dan ditunjang oleh faktor-faktor lain seperti tingkat pelapukan yang tinggi (Gambar 5.18) dan tataguna lahan yang kurang tepat seperti membuat kolam ikan pada tubuh lereng, hal ini sangat tidak diperbolehkan dikarenakan kolam yang di buat di tubuh lereng mengindikasikan sebagai pemicu terjadinya gerakan tanah pada lereng itu sendiri (Gambar 5.19).
 
Gambar 5.17 kelerengan yang tinggi, foto di ambil di dekat LP 28 Desa  Puspajaya, Lensa menghadap ke arah selatan.


Gambar 5.18 Pelapukan yang tinggi, foto di ambil di dekat LP 6 Desa Margalaksana  , Lensa menghadap ke arah barat.


Gambar 5.19. Kolam di tubuh lereng, A foto di ambil di dekat LP 56  Desa Sukasenang, B foto di ambil di dekat LP 19 Desa Tanjungjaya, Lensa menghadap ke arah selatan.

Selain faktor – faktor tersebut terdapat faktor lain yang berperan sebagai pemicu dari gerakan tanah yaitu iklim. Iklim bersifat global dan menyeluruh. Keberadaan iklim sangat berpengaruh pada tingkat curah hujan yang ada. Sebagian besar longsor yang terjadi di daerah tersebut terjadi pada saat hujan atau sesaat setelah hujan berhenti. Hal ini menunjukan penambahan air yang infiltrasi ke dalam tanah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya gerakan tanah. Selain itu iklim juga berpengaruh kepada tingkat pelapukan dari litologi yang ada di daerah tersebut. Iklim tropis yang ada cukup berperan dalam proses pelapukan yang terjadi. Namun untuk daerah Sukasenang dan sekitarnya, pelapukan batuan menjadi penyebab utama terjadinya longsor / gerakan tanah.

5.7.4.2. Penanggulangan Gerakan Tanah Daerah Penelitian
Pada daerah penelitian telah banyak gerakan tanah yang terjadi. Adapun beberapa cara penangulangan yang telah dilakukan oleh masyarakat daerah Sukasenang dan sekitarnya sebagai cara penanggulangan alternatif dari gerakan tanah sebagai berikut:
1.     Pembuatan Tembok Beton
Salah satu penanggulangan gerakan tanah yang ada didaerah Karangpucung yaitu penambatan tembok beton yang terletak di Desa Bungkanel. Pembuatan tembok beton dibuat dari pasangan batu, beton, ataupun beton bertulang. Fungsi dari tembok beton yaitu menahan material yang longsor sehingga tidak jatuh atau bergerak kebawah (Gambar 5.20).
 
Gambar 5.20 Cara penanggulangan gerakan tanah dengan pembuatan tembok beton di Desa Tanjungjaya, Lensa menghadap ke arah selatan.

2.     Pembuatan trap/bangku
Perbaikan stabilitas tanah dengan cara penggalian tanah berbentuk trap atau bangku cukup efektif dan efisien diterapkan pada lereng yang terjal, di mana perbaikan stabilitas membuat lereng lebih landai sulit dilakukan. Struktur trap ini dapat menghambat laju erosi tanah serta dapat menahan gerakan turun debris menjadi lebih lambat seperti yang berada di Desa Sukasenang dan sekitarnya. (Gambar 5.21)
Gambar 5.21 Pembuatan trap/bangku yang berada di Desa Margalaksana, foto di ambil dkat Lp 3 (Lensa men ghadap ke barat laut).

Sumber : Tugas Akhir Agung Yudi Marfa, S.T.


Silahkan download filenya dibawah ini sebagai acuan, bahan bacaan dan lainnya




JIKA ANDA BELUM MENGETAHUI CARA DOWNLOAD FILE NYA, SILAHKAN KLIK LINk DIBAWAH INI



CARA DOWNLOAD ( LANGSUNG PADA LANGKAH NO.7 )

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAERAH SUKASENANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN TANJUNG JAYA KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel